Bab 17

Bramastya sarapan dalam diam, walaupun di hadapannya ada seorang wanita, ia menganggapnya tidak ada.

Dreett... dreettt...

Handphone dalam kantong jas bergetar, Bram meneguk minuman lalu mengusap mulutnya dengan tisue, kemudian beranjak pindah tempat.

"Hallo!"

"Ya, bagaimana? Sudah kamu temukan wanita itu?"

"Sudah Tuan, saat ini berada di rumah sakit di daerahnya."

"Sakit apa Dia?!" Tanya Bram ngegas.

"Tidak sakit Tuan, tetapi menurut informasi yang saya dapat, wanita itu sedang hamil muda."

Tut!

Bram mematikan ponsel tersenyum lebar.

**********

Braak!

"Katakan! Siapa yang melakukan ini kepadamu Dewi?!"

Gebrakan meja di sertai bentakan memenuhi ruang tamu minimalis pak Adi. Pak Adi menatap Dewi geram. Padahal Dewi baru saja pulang dari rumah sakit, tetapi sudah dimarahi.

Pak Adi menahan marah sejak berada di rumah sakit, setelah tahu bahwa Dewi hamil. Pak Adi menjaga agar tidak mengganggu pasien lain.

"Sabar Pak, biar Dewi menjelaskan dulu," Bu Endang mengusap bahu Dewi yang sedang menangis dalam pelukanya.

Benar saja apa yang Dewi pikirkan, ia pasti akan terkena marah, walaupun sebenarnya bukan sepenuhnya salah dirinya.

"Bikin malu saja! Pergi jauh-jauh ke Jakarta, ternyata hanya ini yang kamu dapat!" Pak Adi menahan rasa sesak. Selama ini ia jarang sekali marah kepada ketiga anaknya apa lagi dengan Dewi anak kesayangan. Namun, rupanya pak Adi sudah terlalu kecewa.

"Katakan!" Pak Adi mengangkat tangan, hendak melayangkan ke pipi putrinya.

"Bapak!" Bentak bu Endang, menatap pak Adi tidak percaya. Selama hidup berumah tangga hingga 20 tahun, belum pernah melihat suaminya semarah ini, apa lagi sampai main tangan.

Pak Adi menurunkan tangannya lalu duduk di lantai. Ia buang napas kasar mengontrol emosianya. Hampir saja ia akan membuat dirinya sendiri menyesal.

"Sekarang katakan sayang...," Kata bu Endang lembut minta penjelasan. Mengajak Dewi duduk di lantai berhadapan dengan sang bapak yang belum mau menatapnya.

"Maafkan aku Ibu... Bapak..." Dewi menangis terisak lalu ia beberkan semua pengalaman pahit yang pernah dia alami. Tidak ada yang Dewi tutupi lagi.

"Apa?! jadi... Surti menjual kamu?!" Tandas pak Adi. Kilat marah di matanya menyala kembali.

"Bapak... tenang dulu." Potong bu Endang. "Istigfar Pak, jangan marah-marah terus." Imbuh bu Endang.

"Sekarang jujur sama Ibu sayang... berapa orang yang sudah melakukan itu kepadamu?" Tanya bu Endang serak. Ia membayangkan bahwa putrinya sudah dijamah oleh banyak pria.

"Hanya satu orang Bu, itupun hanya sekali, lalu aku ditolong orang baik. Salah satu penolong aku pun, mempunyai perusahaan di kota ini." Tutur Dewi.

"Lalu bagaimana caranya supaya Bapak bisa menemui pria yang sudah merusak hidup kamu itu?" Tanya pak Adi, kali ini bicaranya sudah lebih lembut.

"Untuk apa Bapak ingin bertemu pria itu Pak, Dewi tidak mau melihat wajah baj*ngan itu lagi!" Jawab Dewi geram. Melihat Dewi marah, pak Adi tidak melanjutkan pertanyaannya lagi.

Kedua orang tua Dewi tidak bisa berbuat apa-apa, selain memaafkan putrinya. Siapa lagi yang akan menyembuhkan luka hati Dewi selain orang tuanya sendiri. Jika pak Adi sempat marah itu hanya emosi sesaat.

Tentu beliau tidak ingin anaknya susah. Jika ada orang tua yang mengajari anaknya terlalu keras, hanya ingin anaknya menjadi orang baik.

Dua hari kemudian, Firman bersama kedua orang tuanya datang ke rumah bu Endang hendak membicarakan pernikahan anak mereka.

"Assalamualaikum..." Ucap Larasati, wanita 50 tahun diikuti Firman dan Gatot sang Ayah.

"Waalaikumsallam..." Jawab bu Endang, ia terpaku di dalam pintu. Bu Endang tidak menyangka jika Firmansyah akan datang bersama kedua orang tuanya.

Bu Endang menoleh suaminya kebingungan. Pasalnya, belum membicarakan masalah yang menimpa Dewi kepada calon besan. Jika mereka tahu bahwa Dewi sudah hamil apakah mereka akan menerima? Bu Endang meneguk ludah memandangi ketiga tamunya.

"Endang, kami tidak di suruh masuk." Kata Larasati, mengejutkan lamunan Endang.

"Mari masuk Mas Gatot." Kata pak Adi.

"Begini En, kedatangan kami ke sini akan membicarakan tentang pernikahan anak-anak kita." Tutur Larasati, ketika sudah duduk di dalam rumah.

"Begini Mbak Laras, sebelum kita bicarakan masalah ini, apa Mbak Laras sudah tahu jika ada hal buruk yang menimpa Dewi?" Tanya bu Endang memastikan.

Deg.

Jantung Firmansyah deg degan perasaan tidak karuan. Ia sudah berusaha untuk tidak bicara kepada ibunya, tetapi kenapa bu Endang justeru akan membahas hal ini.

Firman menatap Dewi yang hanya menunduk. Bagi Dewi sudah pasrah, pernikahan ini akan berlangsung bukan karena keinginan dirinya, tetapi Firman yang memaksa.

Dewi siap menerima konsekuensinya jika kedua orang tua Firman tidak lagi menyayanginya seperti dulu, karena ia sadar bahwa dirinya sudah tak utuh.

"Loh... memang ada apa En?" Tanya bu Larasati melempar tatapanya kepada Dewi.

Bu Endang menoleh suaminya agar membantunya menjelaskan. Ia sudah membicarakan masalah ini kepada Dewi. Lebih baik jujur, daripada anaknya akan menderita setelah menikah.

"Begini Mas Gatot." Tanpa tedeng aling-aling, dengan lancar, pak Adi mengatakan yang sejujurnya kepada calon besan.

"Apa? Dewi sudah hamil dengan pria lain?!" Tandas Larasati, wanita yang awalnya tersenyum ramah itu kini wajahnya berubah merah padam.

Tatapan matanya menjurus kepada Dewi, yang hanya tertegun memandangi wajah bu Larasati. Selama dua tahun berhubungan dengan Firman. Dewi tahu, bu Larasati sangat menyayangi, tetapi kini menatapnya penuh kemurkaan.

"Sekarang kita pulang!" Ketus Laras. Wanita itu menyeret tangan Firmansyah berjalan cepat meninggalkan rumah pak Adi tanpa permisi.

"Ibu... semua ini terjadi bukan kesalahan Dewi," Firman meyakinkan ibunya.

"Benar Bu, walaupun kamu tidak mau menerima keadaan Dewi sekarang, sikapmu itu sudah tidak bisa di benarkan." Imbuh pak Gatot. Saat ini mereka masih berdiri di pinggir jalan depan rumah Dewi.

"Tidak bisa! Pernikahan ini batal! Saya tidak sudi mempunyai cucu yang bukan darah daging kamu, Firman!" Bentak bu Larasati lalu masuk ke dalam mobil.

Firmansyah masih menoleh ke halaman sempit depan rumah Dewi. Ternyata Dewi mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Dewi..." Firman berlari menghampiri Dewi, hendak minta maaf atas nama ibunya. Namun, Dewi justeru meninggalkan Firmansyah masuk ke dalam rumah kemudian mengunci pintu.

Keesokan harinya Dewi membantu bu Endang jualan di teras rumah. Saat ini bu Endang sedang memasak, lalu Dewi yang menggantikan.

Tatapan para pembeli kapada Dewi sudah tidak seperti biasanya. Bahkan tetangga sebelah pun yang awalnya baik kini berubah sinis.

"Dewi... kamu berbeda dengan Surti ya. Surti pergi merantau pulang membawa segudang uang, sebongkah perhiasan, mobil mewah. Sementara kamu? Pulang membawa anak haram!" Sindir salah satu itu.

"Hahaha..." Disambut tawa para ibu-ibu yang lain.

Dewi hanya bisa menahan air mata agar jangan sampai jatuh.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

linda sagita

linda sagita

baru ngeh....Dewi ganti cover ya,,,

2023-07-18

1

mom mimu

mom mimu

heh buibu bigos, kalian itu gak bisa bandingin Dewi sama Surti, mereka bagai langit dan bumi tau, kalau kalian tau si Surti yg jual Dewi, masih mangap gak tuh mulut....
emosi aku bunnn 😅😅✌🏻✌🏻

2023-07-15

1

Nur Hidayah

Nur Hidayah

Jgn gitu dong ibu"😭😭 kasian Dewi😢

2023-07-15

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!