Bab 14

Dewi berjalan tak tentu arah, kini dirinya bukan hanya kotor tetapi juga mengandung benih Casanova. Bagaimana jika kedua orang tuanya tahu? Sudah pasti akan mencoreng moreng wajah beliau.

Mana mungkin bapak dengan ibunya tidak akan tahu, walaupun tidak cerita. Cepat atau lambat perut Dewi akan membesar dan tidak hanya ayah dan ibunya yang akan tahu, tetapi masyarakat pun akan mencibirnya.

"Set*an kamu Surtiii... brengsek! Kamu!" Dewi teriak sendirian sepertinya depresi berat

Bayangan dimarahi orang tuanya, dikucilkan warga, sudah terbayang di matanya. Dewi terus berjalan dalam keadaan pikiran kosong menyusuri kali kecil tanpa alas kaki. Dewi tidak menyadari tempat itu dulu sering ia kunjungi bersama Firmansyah.

Entah siapa yang menuntunnya kesini. Dewi tiba di salah satu batu besar yang sering ia duduki bersama Firmansyah. Bahkan, sebelum akhirnya pergi ke Jakarta pun, Dewi dan Firman menyempatkan diri datang ke tempat itu.

"Ampuni aku Gusti Allah...!!!" Pekik Dewi mendongak menatap bukit yang menjulang tinggi. Ia duduk di tengah-tengah kali di atas batu. Hingga satu jam sudah berada di tempat itu menatap ikan-ikan kecil berwarna warni bermain di atas telapak kaki Dewi. Dewi tidak sadar jika saat ini sudah manggrib.

*************

Di tempat yang sama, tidak jauh dari Dewi duduk, seoarang pemuda sedang merenung. Ia mengenang masa-masa indah bersama Dewi. Saat sedang ciprat-cipratan air, ketika sedang memanjat bukit, saat memetik jambu monyet untuk Dewi, dan saat mereka membawa bekal dan makan satu bungkus berdua pun tidak mereka lewatkan.

Firman melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganya terperanjat. Saat ini sudah jam 6, itu artinya sudah 2 jam Firmansyah berada di tempat itu.

Firmansyah seharusnya berada di samping Dewi, tentu saat ini sedang membutuhkan dukungan moral darinya. Bukan justeru meninggalkan begitu saja.

Di pinggir kali, Firman menyusuri jalan kecil yang biasanya di gunakan para pejalan kaki. Sekedar mancing, mencari umpan kambing, atau mencari ranting kayu bakar.

"Hiks hiks hiks"

Suara tangis tertangkap di telinga Firmansyah. Bulu kuduk nya seketika berdiri. Apa mungkin di tempat ini ada hantu?

"Hiks, hiks..."

Tangis itu terdengar kembali, Firmansyah yakin jika itu suara Kunti penghuni kali di bawah bukit. Pasalnya magrib begini mana ada wanita yang berani ke tempat seperti ini. Wajar, jika Firmansyah berpikiran seperti itu. Firman berlari tunggang langgang hingga akhirnya tiba di pinggir jalan raya. Tanganya menyetop taksi minta di antar ke rumah sakit.

Rek ayo rek mlaku mlaku neng Tunjungan.

Rek ayo rek, mlaku mlaku bebarengan.

Begitulah suara musik ketika Firman duduk di taksi. Mengontrol napasnya yang masih tidak beraturan.

"Mas kenapa ngos-ngosan begitu?" Tanya supir menoleh Firmansyah sekilas yang sedang mengelap wajahnya dengan sapu tangan.

"Bapak percaya nggak? Kalau di bawah bukti tadi ada hantu?" Tanya Firman tanpa permisi menenggak air mineral yang berada di pintu taksi tanpa permisi. Nanti tinggal bayar. Pikir Firmansyah.

"Nggak tahu juga Mas, memang Mas ngapain manggrib-magrib begini baru keluar dari bukit?" Tanya supir tetap fokus dengan stir.

"Tadi masuknya setelah ashar Pak, kerena keasikan melamun tahu-tahu sudah magrib." Jujur Firman.

"Nah ini! Magrib magrib kok melamun bisa bahaya Mas," Ujar supir. Mereka ngobrol seputaran lelembut.

Padahal jika dipikir saat ini lebih takut kepada manusia yang berwatak se*an daripada kepada se*an itu sendiri.

Supir menghentikan laju kendaraan roda empat itu, karena sudah tiba di depan rumah sakit. Firman melihat Argo taksi di tengah-tengah antara dirinya dan supir, lalu merogah dompet.

"Ini uangnya Pak." Kata Firman membayar ongkos taksi sekalian air mineral. Jika di pinggir kali tadi Firmansyah berlari karena ketakutan, kini ia berjalan tergesa-gesa ingin segera menemui Dewi dan minta maaf. Namun ia tentu shalat maghrib dulu.

Firmansyah tiba di depan ruang periksa dimana Dewi berada dua jam yang lalu. Itu berarti shalatnya sudah selesai. Firmansyah mendorong handle pintu tanpa permisi, langsung ke ruang periksa.

"Ada apa Mas?" Tanya Dokter yang sedang memeriksa pasien, tetapi bukan dokter Adam. Dokter itu tampak terganggu dengan kehadiran Firmansyah.

"Maaf Dok, pasien yang bernama Dewi dirawat di ruang apa ya?" Tanya Firman. Tentu ingat saran dokter Adam agar Dewi dirawat.

"Saya tidak tahu, coba tanyakan ke bagian administrasi" Jawab dokter. Firman mengangguk lalu ke luar dari ruang tersebut. Di depan pintu kebetulan berpapasan dengan suster yang menangani Dewi bersama dokter Adam.

"Maaf Sus, pasien hamil yang bernama Dewi dipindah kemana ya?" Tanya Firman.

"Oh, Dia tidak mau dirawat Mas, sudah pulang setelah Mas pergi, sore tadi." Terang suster.

"Terimakasih Sus," Firmansyah bergegas pulang, kali ini ia memilih naik ojek agar cepat tiba di rumah. Minta maaf kepada Dewi, karena sudah meningalkan dirinya, dan membujuk agar mau dirawat.

"Pak, antar saya ke jembatan dulu ya," Kata Firman kepada ojek. Firman hendak mengambil motornya yang ia tinggalkan sore tadi. Toh, saat ini Dewi pasti sudah di rumah bersama keluarga.

"Baik Mas." Jawab ojek.

Tiba di tempat, Firmansyah membayar ojek lalu menyalakan motornya melesat ke rumah Dewi.

"Assalamualaikum"

Tiba di rumah Dewi, Pak Adi dan bu Endang gelisah menunggu kehadiran putrinya.

"Dewi mana Fir?" Tanya bu Endang setelah menjawab salam.

"Jadi... Dewi belum pulang Bu," Firman balik bertanya.

"Kamu ini bagaimana Firman?! Bukanya Dewi tadi pergi bersama kamu?!" Cecar pak Adi. Menatap Firman. Tanpa Firman menjawab, pak Adi menangkap ekspresi wajah Firman sebagai ungkapan nonverbal yang muncul begitu saja dari wajahnya.

"Katakan Dimana Dewi Firman?!" Tandas bu Endang. Bulir air mata jatuh membasahi pipi.

Firmansyah bingung entah mau mulai darimana. Namun, pak Adi mendesak. Pada akhirnya Firman bercerita ketika jalan-jalan tiba-tiba Dewi pingsan dan diantar ke rumah sakit. Tetapi, ketika hendak dirawat, Dewi menolak lalu pulang lebih dulu.

Firman tidak mengatakan bahwa Dewi telah hamil dan yang sifatnya akan menambah bu Endang smakin syok. Firman memutuskan untuk diam agar Dewi sendiri yang bercerita kepada orang tuanya.

"Lalu kata Dokter, Dewi sakit apa Fir?" Kali ini bu Endang bertanya lirih.

"Menurut dokter Adam, tekanan darah Dewi terlalu Rendah Bu." Jawab Firman.

Think!

Handphone Firman ada notifikasi masuk, seketika ia ingat bahwa ia belum telepon Dewi. "Coba saya telepon Dewi dulu Bu." Kata Firman. Pak Adi menyuruh Firman agar duduk.

Firmansyah menurut lalu menekan tombol nomor baru yang diberikan Dewi tadi siang. Namun, walaupun nadanya masuk tetapi tidak diangkat. Firman tahu, Dewi pasti sengaja menghindarinya.

"Tidak diangkat Pak." Kata Firman lalu minta tolong pak Adi agar menghubungi Dewi. Mungkin jika orang tua Dewi yang telepon pasti diangkat.

"Saya, malah belum sempat minta nomor ponsel Dewi Fir." Jawab pak Adi rasanya lemas padahal saat ini sudah hampir jam 10 malam.

"Kalau gitu saya cari Dewi dulu Pak," Firman segara menuju motor starter, kemudian pergi.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

mom mimu

mom mimu

maaf baru mampir lagi Bun, akhir2 cuman bisa sempetin up... belum sempet mampir baca2 🙏🏻🙏🏻🙏🏻 semangat terus 💪🏻💪🏻💪🏻

2023-07-15

0

linda sagita

linda sagita

dikira ku nti, ternyata Dewi. Sebenarnya firman laki2 baik., sama aku aja kali ya 🤭

2023-07-15

0

Nur Hidayah

Nur Hidayah

Semoga Dewi masih tetap di tempatnya, dan Firman bisa menemukan Dewi

2023-07-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!