Bab 13

"Pak, antar kami ke klinik terdekat." Perintah Firman. Matanya tetap fokus dengan wajah pucat Dewi. Ia pegang dahi wanitanya dengan punggung tangan terasa dingin seperti ice.

"Baik Mas." Jawab supir sesekali menatap dua remaja di belakang. "Istrinya Kenapa Mas?" Tanya supir.

Mendengar kata istri, Firman mengangkat kepalanya cepat menatap supir. Andai saja, setahun yang lalu Firman menikahi Dewi yang ditanyakan supir itu kenyataan.

"Saya belum tahu Pak, makanya ke Dokter." Jawab Firman menunduk menyelipkan rambut Dewi yang menutup sebagian wajah Dewi ke atas telinga.

"Mungkin istrinya lagi hamil muda Mas." Celetuk supir. Lagi-lagi Firman mendongak, kaget akan ucapkan supir.

"Cepetan sedikit Pak, istri saya dingin sekali." Panik Firman.

Klakson taksi yang ditumpangi Firman terdengar keras, kendaraan mulai menyamping. Taksi melaju cepat di jalan tengah kota Surabaya. Beberapa menit kemudian, taksi memelankan lajunya. Belok kiri dimana klinik terdekat sudah tampak dari pinggir jalan.

Empat orang pria membawa tandu setelah supir membantu Firman mencari pertolongan ke dalam klinik.

Firmansyah menylempang tas yang ia ambil dari pundak Dewi. Pandanganya tidak beralih pada tandu yang menggotong Dewi hingga masuk ke ruang periksa.

Firman mondar mandir di depan ruang periksa seorang diri. Pengusaha muda itu menyugar rambutnya gusar. Kenapa semua menjadi seperti ini? Firman turunkan tangan dari kepala kasar.

Pluk.

Firman menunduk menatap tas Dewi jatuh dari pundaknya tergeletak di lantai. Hinga isi dalam tas itu jatuh, berupa handphone dan dompet. Segera ia ambil tiga benda tersebut melungguhkan bokongnya di ruang tunggu.

Firmansyah menelisik tampilan handphone milik Dewi, matanya melebar. Firmansyah tahu walaupun dia bukan orang kaya raya, tetapi pernah melihat harga merk handphone tersebut sungguh di luar nalar jika Dewi mampu membeli.

Bukan meremehkan, tetapi berapa gaji seorang office, bekerja selama satu tahun baru bisa membeli benda tersebut. Firmansyah menggeleng kan kepala. Namun, Firman masih berpikir positif. Mungkin saja Dewi mendapat pesangon atau apalah namanya itu.

Pesangon? Sungguh tidak masuk akal, perusahan mana yang akan memberikan pesangon kepada karyawan yang baru bekerja selama tiga bulan. Firman perang dengan pikiranya sendiri. Satu sisi ia percaya gadis lugu yang ia cintai itu tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak. Tetapi di sisi lain, namanya orang sedang butuh kadang bisa saja hilap.

Yang menjadi pertanyaan Firman adalah; Apakah Dewi menggunakan uang hasil kerja dunia malam? Walaupun Dewi tahu, bahwa pekerjaan yang diberikan Surti adalah pekerjaan yang bertolak belakang dengan hati nurani Dewi. Tetapi nyatanya Dewi mampu membeli handphone semahal itu.

Oh tidak!

Batin Firman menipis semua prasangka buruknya. Ia masuknya kembali benda mahal itu ke dalam tas sang pemilik. Firmansyah kemudian ambil handphone miliknya sendiri hendak menghubungi keluarga Dewi. Tetapi buka tutup-buka tutup. Niat hati hendak memberi kabar tetapi khawatir orang tua Dewi panik. Firman masukan kembali handphone ke dalam saku.

"Keluarga Dewi Sugita." Terdengar suara nyaring. Firman beranjak seraya menyangkutkan tas slempang ke pundak. Menyita perhatian wanita berseragam yang sedang menunggunya berdiri di pintu mengulum senyum.

Mungkin wanita berpakaian putih itu mengira bahwa Firman pria aneh karena mengenakan tas wanita. Namun Firman tidak perduli, yang ada dalam pikirannya hanya keadaan Dewi.

"Sakit apa Dewi Sus?" Tanya Firman, tanpa basa basi.

"Mari ikut saya Mas." Jawab Suster balik badan masuk ke ruangan diikuti Firman.

Tiba di ruang rawat, tatapan Firman tertuju kepada Dewi yang masih tidur di ranjang periksa. Firman lalu menghampiri Dewi rupanya Dewi belum sadar. Ia pegang dahi Dewi sudah mulai hangat, hati Firman sedikit lega.

"Istrinya tidak apa-apa Mas, selamat. Anda akan menjadi Ayah." Kata dokter Adam tersenyum ramah.

Jegeeerrr...

Bak petir di siang bolong menyambar dada Firman. Firman duduk di lantai bertumpu lutut menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Rasa kesal, marah, kecewa menjadi satu. Dunianya kini telah runtuh. Dewi mengadung anak orang lain, entah siapa pria itu. Firman rasanya ingin menangis jika bisa. Namun nyatanya tangis itu hanya tertahan di dada. Sesak rasanya.

Hingga beberapa menit Firman tidak juga bangun. Ia masih berharap bahwa ini hanya mimpi. Tangan kekar telah menyadarkan Firman membantunya untuk berdiri.

"Anda tidak apa-apa? Apa yang terjadi?" Tanya dokter bingung sendiri. Ada seorang suami, mendengar Istrinya hamil justeru terpukul.

Firmansyah tidak menjawab, tanpa permisi meninggalkan tempat itu. Walaupun sikap Firman tidak baik, namun saat ini ia tidak bisa berpikir jernih.

Sementara dokter Adam dengan suster hanya saling pandang masih terpaku di tempat.

"Uugghh..." Terdengar Dewi melenguh dokter Adam segera menghampiri Dewi.

"Ada keluhan?" Tanya dokter Adam, segera memeriksa Dewi untuk yang kedua kali. Dewi rupanya sedang bingung akan keberadaannya saat ini. Ia menatap Suster dan dokter Adam bergantian. Dewi baru sadar jika saat ini berada di rumah sakit.

"Saya tidak apa-apa dok, saya mau pulang," Ujar Dewi segera bangun dari ranjang tetapi kepalanya sakit sekali. Dewi memijit perlahan pelipisnya sendiri.

"Jangan di paksakan Mbak, tekanan darah kamu sangat rendah. Setidaknya menginap walaupun hanya satu malam." Titah dokter Adam.

"Oh iya, ini tas milik Mbak Dewi kan." Suster memberikan tas yang di tinggalkan Firman, tergeletak di lantai.

"Tas? Lalu, siapa yang mengantarkan saya ke sini Dok?" Dewi ingat jika tadi sedang berjalan-jalan dengan Firman. Setelah berkata jujur kepada Firman ia lantas pergi.

"Suami Mbak Dewi, tetapi saat ini sedang ke luar." Jawab suster, tetapi tidak menceritakan ekspresi wajah Firman.

"Suami..." Tanya Dewi terkejut.

"Kalau gitu saya mau pulang Dok," Dewi memaksa untuk berdiri, tidak menunggu jawaban dokter. Dewi sudah tahu, pasti yang dianggap suami oleh dokter dan suster adalah Firman.

Dewi lebih baik pergi menjauh dari Firman. Pria mana yang akan menerima wanita kotor seperti dirinya. Dewi tidak mau merepotkan Firman lagi. Yang jelas, Firman bukan siapa-siapanya lagi.

"Mbak Dewi tidak boleh nekat, kasihan bayi dalam kandungan Mbak." Suster memegang tangan Dewi.

"Bayi? Jadi... Saya hamil Dok?!" Potong Dewi tidak bedanya dengan Firmansyah. Kini ia syok mendengarnya. Menatap suster yang hanya memberi jawaban dengan mengangguk.

"Tidaaak..."

Dewi bergegas pergi berjalan tertatih-tatih tidak mau mendengar panggilan suster. Ia berjalan tidak tentu arah.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

linda sagita

linda sagita

semangat kak, popularitas novel ini bisa diperhitungkan. Alurnya juga bagus

2023-07-15

0

mom mimu

mom mimu

lanjut semangat Bun💪🏻💪🏻💪🏻 setangkai 🌹 meluncur...

2023-07-11

0

mom mimu

mom mimu

ya ampun bunnn, nyeseknya nyampe ke ulu hatiku terdalam... 😭😭😭 gak bisa bayangin kalau jadi Dewi d dunia nyata...

2023-07-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!