Ketika baru selesai shalat, Dewi mendengar derit pintu dibuka. Jantungnya deg degan takut jika pria tadi malam datang kembali.
"Sarapan dulu Dek" Kata seorang wanita berpakaian minim membawa nampan. Wanita itu meletakan makanan di atas meja.
"Saya tidak mau sarapan! Bawa saja kembali makanan itu!" Ketus Dewi. Dewi menatap wanita itu tidak suka. Rupanya pelayan disini pun selain menjadi art juga menjajakan tubuhnya. Sebab, bisa dilihat dari dandananya dan juga baju yang di kenakan.
"Heh! Sudah bagus loe disini dapat makan, tidak usah sok-sok-an menolak! Jika loe tidak mau mati kelaparan!" Sinis wanita itu.
Dewi tidak menjawab, matanya mengerling ke arah pintu yang terbuka sedikit. Dewi tidak menyia-nyiakan kesempatan itu bergegas keluar menabrak lengan si wanita hingga akhirnya berhasil keluar.
"Hahaha..." Wanita itu mentertawan Dewi, karena baru beberapa langkah penjaga mencekal tangan Dewi.
"Lepas...!" Dewi menarik-narik tanganya namun sia-sia, karena pada akhirnya kalah juga. Wajar, dua penjaga itu memegang dua tangan Dewi kiri dan kanan. Dewi pun dimasukan kembali ke kamar hingga terdengar pintu dikunci.
"Ibu... tolong Dewi Bu..." Dewi tergugu memukul-mukul lantai, lalu menjatuhkan dahinya seperti bersujud.
Kini Dewi merasa putus asa, entah sampai kapan ia akan mendapat perlakuan seperti ini. Air mata Dewi seolah tak mau kering. Sejak jam tujuh pagi hingga jam 10, tangisnya tidak juga berhenti.
Ceklak Ceklak.
Pintu kembali dibuka Dewi lalu duduk. Ia sudah pasrah tidak mau menatap ke arah pintu. Walaupun nekat keluar. Toh, diluar sana dijaga ketat.
"Dek... kamu disini disekap ya?" Tanya wanita paruh baya. Suara lembutnya menarik perhatian Dewi, lalu mengangkat kepala menatap wanita di depannya.
"Ibu siapa?" Tanya Dewi, kehadiran wanita yang mengenakan kemeja pria, dan celana bahan pria itu menyejukkan hatinya yang sudah membara sejak tadi malam.
"Jangan takut Nak, nama saya Ningrum. Saya juga korban seperti kamu. Saya bisa berhasil masuk ke dalam kamar ini karena kunci ini masih menggantung di pintu." Tutur Mak Ningrum menunjukan kunci di tangan. Ningrum adalah korban seperti Dewi, tetapi tidak semalang Dewi. Walaupun sudah selama satu bulan disekap di rumah ini, dengan berbagai cara Ningrum mampu menggagalkan para pria hidung belang dan tidak sampai menyentuh tubuhnya.
"Tolong bebaskan saya Bu." Dewi memohon. Ningrum menatap sendu wajah Dewi lalu memeluk gadis malang itu erat. Ningrum merasakan apa yang dirasakan Dewi.
"Tidak semudah itu Nak, yang bisa kita lakukan saat ini hanya berdoa. Walaupun kita mampu keluar dari kamar ini, tetapi penjaga sudah mengepung rumah ini." Tutur Ningrum, karena ia sudah beberapa kali berusaha kabur, tetapi tidak bisa.
"Hiks hiks." Dewi menangis di pelukan Ningrum.
"Apa yang sudah dilakukan mereka sama kamu Nak?" Ningrum melepas pelukan lalu memegang kedua pundak Dewi menatapnya inten.
Dewi hanya menggeleng tidak sanggup untuk bercerita, terlalu menyakitkan untuk diucap. Sementara Ningrum tidak melanjutkan pertanyaannya. Mendengar tangis Dewi pun, Ningrum sudah mendapatkan jawaban.
"Kamu tidak makan? Itu sudah diantar makanan." Ningrum menangkap satu piring nasi di atas meja.
"Saya tidak lapar Bu." Lirih Dewi.
"Kamu pasti tidak mau makan, makanan yang disediakan di rumah ini kan? Ibu tadi masak nasi sama telur dadar, biar saya ambilkan. Mudah-mudahan penjaga di depan pintu kamu ini sedang tidak ada di tempat" Tanpa menungu Jawaban Dewi, Ningrum beranjak.
"Bu... saya ikut sama Ibu, saya tidak mau disini sendiri, Bu," Dewi bangkit menahan lengan Ningrum. Ningrum menarik napas berat.
"Nak, bukan saya tidak mau kamu ikut ke kamar saya, tetapi masalahnya akan semakin berat jika kamu ditangkap. Saya juga belum tentu berhasil keluar dari kamar ini Nak." Ningrum iba menatap Dewi. Bagi Ningrum dirinya sendiri tidak masalah karena dia yakin dengan caranya akan terbebas dari anak buah Arin. Tetapi tentu berbeda dengan Dewi.
"Saya bisa masuk ke kamar kamu, karena memberanikan diri." Ningrum menuturkan ketika lewat mendengar tangisan dari kamar, hati Ningrum bergerak untuk masuk. Bagusnya penjaga itu lalai meninggalkan kunci yang menyangkut di pintu.
"Lalu bagaimana nasib saya Bu, saya tidak ingin melayani pria hidung belang itu." Kata Dewi memelas.
"Sekarang tenang saja Nak, mudah-mudahan... anak saya mendengar kabar jika saya di sekap disini." Ningrum menceritakan pasti cepat maupun lambat. Gayatri akan menyuruh orang membebaskan dirinya.
"Lihat kunci ini akan saya pegang, jika penjaga itu lengah, saya akan masuk ke kesini lagi menjenguk kamu," Tutur Ningrum.
Dewi mengangguk membiarkan Ningrum keluar. Namun, Dewi menunggu hingga satu jam, Ningrum belum juga datang. Itu artinya Ningrum tertangkap.
"Bodoh sekali kalian ini! Kunci sampai ketinggalan di pintu. Sekali lagi kalian tledor saya pecat! Kalian!" Suara wanita yang sedang marah-marah terdengar di telinga Dewi.
"Maaf Mami, tadi itu saya mendapat informasi jika Wanita yang bernama Ningrum tidak ada di kamar." Jawab pria itu membela diri. Padahal Ningrum saat keluar hanya memasak di dapur.
"Jangan banyak alasan, lain kali kalian tidak boleh lengah. Wanita yang satu ini sumber uang." Pungkas Arin kemudian berlalu menyisakan suara tawa, tetapi masih tertangkap telinga Dewi.
Tidak ada yang bisa Dewi lakukan kecuali tidur di lantai. Ia tidak mau makan. Baginya mati kelaparan lebih baik daripada hidup tidak berguna lagi.
***********
"Mau apa Anda kemari lagi?!" Tanya Dewi. Kali ini membentak pria yang baru masuk. Pria yang sudah merusak masa depannya itu. Saat ini jam menujukan pukul 20 malam.
"Hehehe... kamu bisa marah juga honey." Casanova itu terkekeh lalu memberikan kotak kepada Dewi.
"Kamu katanya tidak mau makan ya? Ini makan, biar kuat jika sebentar lagi kita main gulat." Casanova tersenyum.
Brak!!
Dewi menepis kotak ditangan pria itu, tetapi tidak goyah. Tanpa ekspresi Casanova berjalan ke arah meja meletakan kotak disana.
Casanova pun kembali lalu nongkrong di depan Dewi yang belum beranjak dari lantai.
"Kalau kamu nggak mau makan, nanti pingsan seperti tadi malam, bagaimana?" Tanya Casanova.
Dewi menatap tajam pria yang ia benci itu. Ternyata dugaanya benar bahwa pria brengsek itu yang mengangkat dirinya ke kamar, ketika pingsan di kamar mandi.
"Anda ini laki-laki bej*at! sudah merusak hidup saya! Jika Anda punya hati tentu akan berpikir dua kali untuk melakukan ini kepada wanita." Dewi menyusut air matanya.
"Apa Anda tidak mempunyai Ibu? Atau Adik?! Bagaimana jika yang Anda lakukan ini menimpa adik Anda! Hah?!" Bentak Dewi memenuhi ruangan.
Buk! Buk!
Dewi seketika berdiri menghajar pria itu dengan tas yang sudah tidak ada isinya. Namun Casanova justeru tersenyum.
"Hahaha... ternyata kamu pemberani honey... lakukan ini jika ada pria lain yang akan mengganggu kamu." Casanova berdiri mencekal lengan Dewi. Hanya dengan satu tangan kiri pun, Dewi dudah tidak mampu berkutik. Casanova merogah pistol yang ia selipkan di belakang.
Melihat pistol itu, Dewi tidak merasa takut. Jika pria ini membunuhnya, memang ini yang ia mau. Begitulah Dewi saat ini pikirannya berubah-ubah. Jika sedang sadar ia tidak mau menambah dosa dengan mati sia-sia. Namun kadang ingin mengakhiri hidupnya.
"Sekarang tembak saya! Saya lebih baik mati! Daripada melayani pria bej*at seperti Anda!" Tantang Dewi, meletakan dua tangan di pinggang.
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Umar Mangaid
thir dewi ga bisa bela diri yah
2024-08-16
1
Sena judifa
like dan fav mendarat salam dr muara cinta kita thor
2023-10-12
0
Santai Dyah
dewi berdoa saja ya biar otor ngasih kehidupan yg lebih baik dr ini
nasib kmu di tgn otor dewi bkn di pistol Casanova 🤣
2023-08-06
0