Bab 20

Tidak ada pilihan lain bagi Dewi, selain mengikuti Bram entah mau dibawa kemana, walaupun sebenarnya ia benci sekali. Saat ini mereka sedang di dalam mobil mewah yang di kendarai anak remaja masih seumur dengan Dewi.

"Zai, setelah mengantar kami ke apartemen, jemput salah satu bibi di rumah," Titah Bram kepada supir nya yang bernama Zaidan. Rupanya supir itu berasal dari Indonesia juga.

"Baik Tuan." Jawab Zaidan, menatap Dewi dari kaca spion.

"Jaga mata kamu Zai! Atau mau saya congkel?!" Bentak Bram. Membuat Dewi yang duduk di sebelahnya terkejut. Rupanya tatapan Zaidan tertangkap basah oleh sang bos.

"Maaf Tuan." Jawab Zaidan dengan suara gemetar.

Dewi begidik ngeri, ternyata pria di sebelahnya bukan hanya pria mesum tetapi juga tamperamen.

Di dalam mobil saling diam, tidak ada yang bisa di lakukan oleh Dewi selain melihat keluar menatap bangunan khas kuno dan klasik.

Waktu seolah berjalan lambat padahal hanya 10 menit dari bandara mobil mewah yang di tumpangi Dewi berhenti di depan bangunan yang menjulang tinggi.

"Ini antar ke atas." Titah Bramastya kepada Zaidan, menyerahkan sebuah tas rangsel miliknya.

"Ya Tuan." Zaidan pun ambil tas dari tangan Bram lalu berjalan lebih dulu.

Sementara Dewi hanya terpaku di pinggir mobil, mengamati bangunan tinggi entah ada berapa lantai. Ia tahu pasti dirinya akan tinggal di tempat itu. Apa yang akan terjadi jika ia tinggal satu kamar dengan pria yang bukan siapa-siapanya. Dewi orang Indonesia tidak pantas tinggal bersama pria tanpa ikatan. Apa lagi pria itu yang paling ia benci dan setiap hari akan selalu berhadapan.

"Oh tidak" Dewi di hadapkan dalam permasalahan yang kian rumit.

"Honey... kamu mau jadi tukang parkir?" Tanya Bram konyol. Dewi tidak terpancing dengan pertanyaan Bram, justeru melempar tatapan sinis.

"Ayo." Bram mengulurkan tangan hendak mengajaknya ke apartemen. Namun, Dewi mengabaikan lalu balik badan meninggalkan Bram menuju arah dimana Zaidan tuju.

Langah kaki Dewi berhenti ketika sosok pria berdiri di depan lift hanya seoarang diri. Tampak dari belakang perawakan tubuh pria itu seperti Firman. Dewi seketika ingat, kenapa bukan Firman yang membebaskan dirinya, tetapi justru pria yang paling dia benci.

"Hai..." Sapa Dewi, tersenyum kepada Zaidan merasa ada teman untuk bicara.

"Assalamualaikum..." Zaidan menjawab.

"Oh, kamu muslim ya?" Dewi malu sendiri.

"Muslim Mbak, saya asli Jakarta." Kata Zaidan berbicara tanpa menatap Dewi. Ia takut jika matanya sampai di congkel bosnya sudah pasti saat pulang ke Indonesia tampak seperti hantu bermata satu.

Pintu lift pun terbuka, ketika Zaidan hendak masuk tangan kekar menariknya. "Kamu cepat jemput Bibi!" Tegas Bram.

"Baik Tuan." Zaidan membungkuk lalu pergi. Dewi menatap langkah Zaidan merasa kasihan baru 30 menit bersama selalu di bentak-bentak.

"Kamu naksir Zaidan? Mata ka..."

"Kenapa mata saya, mau di congkel!" Potong Dewi. Menatap horor wajah Bram yang hanya menatapnya datar.

"Anda itu bukan hanya penjahat kelamin, tetapi juga pria sadis!" Dewi tidak sedikit pun merasa takut.

"Saya menyukai siapapun, bukan urusan Anda! Ngerti!" Dewi menunjuk wajah Bram. Bramastya pria arogan dan berwatak galak itu bertekuk lutut tiap kali dimarahi Dewi.

Di dalam lift hanya ada mereka, mendadak sunyi sepi. Mendengar ucapan Dewi Bram menatap Dewi cepat, yang di tatap melengos kesal. Lift pun terbuka, di lantai tujuh Bram keluar lebih dulu di ikuti Dewi.

Hinga tiba di kamar apartemen dimana Bram tinggal, pria itu membuka pin apartemen. Sementara Dewi memilih duduk di sofa yang berada di teras apartemen. Dewi memandang gemerlapnya lampu-lampu belum dimatikan karena saat ini masih jam lima pagi.

"Honey... ayo masuk..." Ujar Bram setelah pintu apartemen terbuka tidak ada Dewi di belakangan lalu menghampiri Dewi. Dewi yang sedang menopang dagu segera memindahkan tangan.

"Tidak mau! Saya bukan siapa-siapa kamu. Tidak pantas jika saya tinggal sama kamu!" Tolak Dewi. Dewi bukan orang barat tidak seharusnya tinggal bersama pria yang bukan mukrimnya.

"Sekarang kita sarapan dulu," Ajak Bram dengan sabar, selain kasihan kepada bayinya, Dewi sejak kemarin juga belum makan apapun

"Saya tidak mau makan," Tolak Dewi, walaupun sebenarnya perutnya kosong.

"Lalu sekarang apa mau kamu honey..." Bram bingung bagaimana caranya agar Dewi mau makan. Bram duduk di sebelah Dewi. Namun Dewi menggeser duduknya, tidak mau dekat dengan pria yang belum Dewi ketahui namanya itu.

"Saya tidak mau apapun kecuali satu! Kembalikan saya ke Indonesa. Bapak dan Ibu saya pasti menunggu!" Tegas Dewi. Tatapan matanya penuh dengan kebencian. Karena ulah Bram hati Dewi terluka parah.

"Honey..." Bram berjongkok di depan Dewi tanganya terangkat hendak mengusap air mata Dewi.

"Jangan sentuh saya!" Bentak Dewi.

Bram menarik tanganya cepat.

"Jangan samakan saya dengan wanita-wanita kamu! Karena saya masih punya Tuhan." Dewi kembali menangis.

"Anda telah menghancurkan hidup saya! Jangan pikir karena kamu orang kaya, bisa berbuat seenaknya. Anda pria kejam tidak punya hati, dengan uang 100 juta dengan mudahnya membeli harga diri saya!" Dewi berdiri menatap jauh ke bawah dari ketinggian apartemen.

"Honey..." Jangan bunuh diri, kasihan anak kita. Bunuh diri itu berdosa." Bram beranjak mendekati Dewi. Pria itu khawatir sekali jika Dewi lompat. Bram tahu bahwa Dewi sedang trauma akan perbuatan dirinya.

"Hahaha... apa yang Anda katakan! Dosa?" Dewi tertawa hambar, padahal air matanya mengalir. "Kedengarannya menggelikan sekali, jika orang seperti Anda tahu akan dosa! Karena perbuatan Anda, saya dikucilkan orang sekampung, pernikahan saya yang tinggal menghitung hari terpaksa kandas!"

"Honey... kamu tidak bisa menikah dengan pria lain, karena kamu hanya milikku. Kita akan menikah hidup bersama membesarkan bayi yang ada dalam kandungan kamu." Potong Bram.

Deg! Dewi terkesiap mengapa pria ini tahu bahwa dirinya sedang hamil. "Saya memang hamil, tetapi bayi dalam kandungan saya ini anak saya, penjahat seperti Anda tidak pantas menjadi Ayah"

"Cukup! Jangan teruskan. Baiklah, hari ini aku akan pergi dulu, tetapi aku mohon kamu masuk dan istirahat di dalam," Ujar Bram jalan mundur beberapa langkah lalu balik badan meninggalkan Dewi, turun dari apartemen entah mau kemana.

Sementara Dewi melepas tanganya dari pagar, lalu mengusap air matanya. Ia duduk di lantai bersandar kursi mendongak. Salahkan jika berkata demikian? Entahlah, yang jelas saat ini Dewi masih merasakan sakit hati yang luar biasa.

Tidak akan semudah itu memaafkan orang yang sudah berbuat semena-mena. "Ibu... tolong Dewi" ucapnya lirih. Seketika ingat bapak ibu, sudah pasti saat ini kebingungan mencari dirinya.

Entah bagaimana caranya memberi kabar beliau, karena handphone miliknya tidak ia bawa. Jam berlalu satu jam sudah Dewi di tempat itu merenung. Menahan mulas hendak ke toilet, menahan pipis, dedek di perut pun pasti sudah lapar.

...~Bersambung~...

Terpopuler

Comments

Finagfsa Gfsa

Finagfsa Gfsa

aku yang tau dosa tapi hidupku tak luput dari dosa

2023-09-07

1

linda sagita

linda sagita

lucu kan ....., pandai pula si Bram ni bilang dosa

2023-07-19

1

linda sagita

linda sagita

congkel aja bos

2023-07-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!