"Bangun, Lyn." Raksa menepuk-nepuk punggung Faralyn yang sedang tertidur pulas di atas lantai beralaskan kain pelapis kanvas. Alas itu digunakan Raksa untuk menutupi lantai agar tidak terkena cat yang jatuh. Raksa tidak menyangka jika ballerina populer itu bisa tidur pulas di lantai yang dingin dan sama sekali tidak empuk.
Sebenarnya Raksa tidak tega membangunkan Faralyn tapi sebentar lagi pemilik gedung itu mungkin akan segera datang jadi mereka harus segera pergi. Raksa juga sudah menyelesaikan pekerjaannya membuat mural bergambar koki bertubuh gemuk memegang burger dan paha ayam super besar.
Tubuh Faralyn menggeliat, matanya memicing ketika cahaya matahari menyergap. Punggungnya terasa pegal karena tidur di lantai yang keras tapi anehnya ia bisa pulas hingga pagi setelah menemani Raksa melukis. Faralyn tidak banyak membantu, ia hanya melukis bagian topi koki dengan warna putih.
Mata Faralyn terbuka sepenuhnya setelah ia melihat mural di hadapannya. Ia masih tidak percaya Raksa mampu menyelesaikannya dalam satu malam. Tidak salah jika Faralyn menyebut Raksa sebagai seniman paling top di Jakarta.
Sebelum pulang, mobil keduanya berhenti di minimarket untuk sarapan.
Raksa langsung mengambil satu per satu makanan yang ia inginkan seolah sudah hafal betul setiap menu disana.
Sepuluh menit kemudian mereka duduk di salah satu meja dekat jendela. Meja penuh oleh makanan Raksa sedangkan Faralyn hanya mengambil sandwich dengan keju dan smoked beef serta dua botol air mineral.
Faralyn meneguk sebotol air mineral dan menatap kosong keluar jendela. Ia merasa amat kosong dan tidak bersemangat sekarang. Ia berharap kejadian semalam hanyalah mimpi buruk.
"Kamu cuma makan itu?" Raksa memecah keheningan. Sandwich milik Faralyn belum tersentuh sementara makanan Raksa sudah tersisa setengah, nasi dengan telur mata sapi serta daging ayam di atasnya.
"Aku harus tampil nanti siang." Faralyn menggigit roti dengan enggan, ia tidak berselera makan tapi perutnya berteriak minta diisi. Ia melewatkan makan tadi malam karena menduga akan makan malam bersama Devara.
"Lantas?"
"Aku harus memastikan perutku nggak kelihatan buncit." Faralyn akhirnya mengambil gigitan pertama. Sandwich minimarket tidak terlalu buruk.
"Perutmu akan tetap setipis kertas meskipun kamu makan dua piring nasi, percayalah."
"Sok tahu!" Faralyn memutar bola mata.
"Carel sedih karena kamu nggak bisa coba banyak makanan enak."
"Aku sudah cukup bahagia melihat Carel bisa makan lahap."
"Kalian selalu membuatku iri, andai Kak Ryota dan aku bisa seperti kamu dan Carel tapi itu mustahil, kamu mau jadi Kakak ku nggak?"
"Itu lebih mustahil, usia mu terlihat lebih tua dariku."
"Kalau begitu kamu mau nggak berbagi Adik sama aku?"
"Nggak, dia cuma boleh punya satu Kakak!" Faralyn menggebrak meja dengan keras hingga kopi Devara sedikit tumpah. Raksa menoleh ke kanan dan kiri, beruntung tidak ada pengunjung lain di dekat mereka.
Raksa hanya terkekeh, kenapa Faralyn mudah sekali marah tapi itu justru terlihat lucu dan sangat menggemaskan.
Apakah Raksa selalu banyak bicara seperti ini, Faralyn lelah menanggapinya.
Sesampainya di apartemen, Winda benar-benar tidak bertanya apapun meski ia ingin menggoda. Wajah pucat Faralyn justru membuat Winda menerka jika mereka menghabiskan waktu semalaman di apartemen Devara.
"Aku udah sarapan." Ujar Faralyn ketika melihat sepotong roti di meja makan dan jeruk yang sudah dikupas.
Faralyn hanya meminum 3 vitamin dan segelas air putih lalu masuk kamar.
Winda heran, apa yang terjadi pada Faralyn. Faralyn memang banyak diam dan berwajah galak tapi Winda melihatnya berbeda pagi ini. Apa Faralyn kelelahan? apa yang ia dan Devara lakukan semalam.
"Mereka bahkan belum pernah berciuman." Winda akhirnya memakan roti yang harusnya untuk Faralyn daripada menerka-nerka sendiri.
*******
Cahaya matahari menyapu kamar membangunkan dua orang yang telah bergumul semalaman. Bantal terlempar jauh bersama pakaian yang berserakan di lantai.
Kamar Devara benar-benar terlihat kacau, si pemilik langsung turun dari tempat tidur setelah membuka mata melangkah menuju kamar mandi.
"Dev," Suara serak Aca menghentikan langkah Devara. Lelaki itu menoleh pada Aca yang masih tidak mengenakan apapun tapi tubuhnya terbungkus selimut.
"Tidurlah lebih lama." Devara masuk kamar mandi untuk membersihkan diri.
Aca kembali memejamkan mata setelah tersenyum lebar ke arah Devara, sepertinya ia bermimpi indah dalam tidurnya.
Devara mengenakan kaos oblong dan jeans, ia akan membeli sarapan di restoran apartemen untuk dirinya dan Aca. Ia harus membeli sarapan spesial untuk Aca karena pacarnya itu sudah melayaninya dengan baik. Tentu saja. Aca yang terbaik.
Tepat ketika Devara membuka pintu, salah seorang petugas kebersihan muncul di hadapannya. Devara mengenalnya karena mereka sering berpapasan di koridor ketika petugas tersebut mengumpulkan sampah penghuni apartemen.
"Maaf Pak Dev, barusan saya nggak sengaja lihat ini di tempat sampah, dompet itu terlihat baru dan ada nama Bapak di dalamnya jadi saya pikir Pak Dev tidak sengaja membuangnya." Petugas itu menyodorkan paper bag berwarna hitam pada Devara.
"Kalau gitu saya periksa dulu, terimakasih ya Pak." Devara kembali menutup pintu, perasannya tidak enak saat menerima paper bag tersebut. Itu adalah dompet Versace keluaran terbaru. Itu adalah brand yang biasa Devara pakai selain Wearesia. Namun tidak banyak yang tahu, hanya orang terdekat. Dada Devara makin bergemuruh memikirkan seseorang yang memberikan dompet itu.
Devara mengambil surat yang terselip disana, kertas itu lebih menarik dibandingkan dompet dengan harga belasan juta.
Happy Anniversary, Dev.
Aku sudah memikirkan hadiah apa yang pantas untuk kamu tapi pada akhirnya aku cuma bisa beli dompet ini. Aku juga membuat kue sendiri, aku tidak yakin apakah rasanya enak, mari kita coba sama-sama. Walaupun jauh dari kata spesial tapi aku harap kamu suka.
Terimakasih untuk satu tahun yang amat menyenangkan. Terimakasih untuk kesabaran yang tidak terbatas, kamu pacar sempurna ku. Kamu tidak pernah ingkar janji dan selalu mengerti ketika aku mengatakan prioritas ku bukan kamu tapi balet.
Aku ingin tahun-tahun berikutnya jauh lebih menyenangkan bersamamu.
I love you, Dev.
Faralyn.
Devara gemetar, ia meletakkan dompet itu ke sembarang tempat dan berlari keluar. Lebih tepatnya menuju tempat sampah di ujung koridor dimana dua petugas masih berada disana.
"Bapak menemukan sesuatu selain dompet itu nggak?"
"Ada kue juga Pak Dev, tapi sudah nggak berbentuk."
Devara menatap nanar pada kue yang penuh krim putih serta buah-buahan. Ia masih bisa membaca tulisan pada kue itu. Happy Anniversary.
Tanpa berpikir dua kali Devara masuk ke lift menuju basemen. Ia sudah memperkirakan apa yang terjadi. Devara memukul kemudi setelah menancap gas, bagaimana mungkin ia tidak sadar saat Faralyn datang. Ia sangat ceroboh. Devara bahkan tidak berpikir kemungkinan Faralyn akan datang ke apartemennya semalam.
Ketika melihat Aca melucuti pakaiannya satu persatu, Devara tak bisa lagi berpikir jernih karena memang itulah yang ia inginkan. Devara tidak kuasa menolak toh Aca dengan sukarela menawarkan diri.
Napas Devara tersengal, ia menaiki tangga menuju lantai 7 karena lift sedang penuh. Ia tidak bisa menunggu lebih lama. Kakinya cekatan menaiki anak tangga.
Devara tidak sempat mengatur napas, ia menekan bel apartemen Faralyn beberapa kali. Cukup lama ia menunggu sampai akhirnya pintu terbuka.
"Lyn, ini aku." Devara menahan pintu yang hendak ditutup kembali oleh Faralyn begitu mengetahui ia datang. "Tunggu Lyn, kasih aku kesempatan untuk bicara." Ia mendorong pintu dan masuk tanpa bisa Faralyn cegah.
"Aku udah terima hadiah dari kamu, aku juga udah baca surat itu."
Bibir Faralyn terkatup rapat, ia sama sekali tidak punya energi untuk membalas kalimat Devara. Apalagi yang hendak Devara jelaskan. Apakah ia akan mengatakan jika semua itu salah paham. Bagi Faralyn semuanya sudah jelas, tidak ada yang abu-abu.
"Aku sayang sama kamu, Lyn."
Faralyn rasanya mau muntah mendengar kalimat itu apalagi mengingat sikap manis Devara selama ini. Bodohnya Faralyn berpikir ia adalah satu-satunya wanita bagi Devara. Faralyn tidak bisa membayangkan apa saja yang Devara dan Aca lakukan selama ini. Mereka sudah menyatu, bertukar cairan, bercinta atau apapun itu istilahnya.
"Kalau kamu suruh pilih, aku pasti pilih kamu Lyn." Devara berlutut di lantai, "selama ini aku cuma butuh teman, kamu selalu sibuk dengan balet dan hampir nggak pernah punya waktu luang buat aku dan saat itu ada Aca, dia juga ballerina tapi dia nggak sesibuk kamu."
Faralyn menggigit bibir bagian dalam, tangannya terkepal. Bukankah sejak awal ia sudah bilang jika prioritasnya adalah balet dan Devara mengatakan tidak masalah soal itu. Devara hanya mencari-cari alasan di balik kesalahannya. Ia memang ingin berselingkuh terlepas dari alasan yang sebenarnya diada-adakan.
"Jadi itu alasannya kamu bilang suka ballerina, kamu bangga punya dua pacar ballerina, kamu minta hubungan kita dipublikasi padahal kamu selingkuh, apa Aca nggak masalah soal itu, brengsek kamu!"
"Lyn, aku pilih kamu, kami bahkan nggak pacaran." Devara menggeleng kuat, ia tidak mau kehilangan Faralyn yang berharga.
"Tolong dengerin kalimat ku baik-baik," Faralyn menarik Devara agar berdiri. "mulai sekarang kita putus, aku nggak mau berurusan apapun lagi sama kamu dan soal kerjaan, kamu nggak perlu khawatir, aku akan selesaikan dua pemotretan terakhir dengan Wearesia."
"Nggak-nggak, aku nggak mau putus sama kamu." Devara berusaha memegang tangan Faralyn tapi dengan cepat ditepis. "Lyn, kamu sendiri yang bilang kita akan melalui tahun-tahun berikutnya dengan lebih menyenangkan."
"Setelah tidur dengan cewek lain kamu nggak mau putus sama aku, kamu masih waras nggak sih?" Wajah Faralyn merah padam dikuasai amarah. "Lupakan soal surat itu, aku nggak pernah kasih itu ke kamu, kamu memungutnya dari tempat sampah."
"Aku cinta sama kamu, aku nggak mau putus Lyn, semalam aku khilaf, Aca yang godain aku duluan."
Faralyn mendaratkan tamparan keras di pipi Devara hingga membuat lelaki itu sedikit terhuyung ke belakang. Berani-beraninya Devara berkata seperti itu. Faralyn tidak peduli siapa yang menggoda duluan. Intinya adalah mereka main gila di belakang Faralyn.
"Keluar dari sini dan jangan pernah muncul di hadapan ku lagi!" Teriak Faralyn.
Winda yang mendengar itu sontak menghampiri. Tidak salah lagi, ada yang aneh dari Faralyn dan Devara.
"Lyn, ada apa?" Tanya Winda dengan suara lembut takut semakin memancing emosi Faralyn.
"Suruh dia keluar, aku nggak mau lihat mukanya lagi."
"Win, tolong aku." Devara memohon pada Winda, ia masih harus bicara pada Faralyn.
"Lyn kamu bisa bicarain ini baik-baik sama Dev, jangan pakai emosi, itu nggak akan menyelesaikan masalah." Winda mencoba menenangkan Faralyn.
"DIA TIDUR SAMA CEWEK LAIN WIN!" Faralyn kembali berteriak histeris, emosinya meluap tak terbendung bagai air bah. "DIA TIDUR SAMA ACA, TEMENKU SENDIRI!"
Winda tertegun, mulutnya terbuka tak percaya. Raut wajahnya berubah menatap Devara penuh kebencian.
Tanpa disuruh lagi Winda segera mendorong Devara keluar.
"Kamu sedang dalam masalah besar karena menyakiti Faralyn, jangan pernah ganggu dia lagi." Tegas Winda sebelum membanting menutup pintu.
Winda berbalik menarik Faralyn ke dalam pelukannya. Sejak sampai, Faralyn terus terdiam, Winda juga tidak berani bertanya banyak.
Aca cantik sih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments