"Kak, aku tunggu di lobi jam 7, jangan telat!"
Faralyn seketika membuka mata mendengar suara adiknya di telepon, ia melirik jam digital di atas nakas, pukul setengah 7, itu artinya ia hanya punya waktu 30 menit untuk siap-siap. Sepertinya Faralyn salah saat mengatakan Carel akan lebih mengerti keadaannya dibandingkan Devara. Kenyataannya mereka sama saja.
Faralyn segera turun dari tempat tidur berlari menuju kamar mandi untuk cuci muka dan sikat gigi. Saat keluar kamar, Winda sudah menyiapkan sarapan untuk mereka. Yogurt bebas lemak dengan potongan stroberi, bluberi dan granola serta lelehan madu.
"Ini vitamin mu." Winda meletakkan wadah kecil berisi 3 kapsul vitamin dekat mangkok Faralyn.
Faralyn meneguk segelas penuh air putih lalu mulai menikmati yogurt dan buah beri buatan Winda. Sarapannya cukup simple dan mengenyangkan. Sepertinya hari ini ia akan makan lebih banyak karena Carel mengajaknya jalan-jalan seharian. Saat keluar dengan Carel, mereka pasti berburu makanan. Seperti ibunya, Carel sangat suka makan. Untungnya Faralyn tidak begitu.
"Kenapa buru-buru?" Winda duduk di samping Faralyn ikut melahap sarapannya.
"Carel bilang jam 7 dia tunggu di lobi."
"Pagi sekali."
"Kayaknya dia bakal balas dendam karena aku nggak datang ke acara ulang tahunnya." Faralyn siap dihukum Carel hari ini. Ia akan membelikan apapun yang Carel minta sekalipun itu mahal.
"Nikmati hari mu dengan Carel, kalian jarang bertemu."
"Kegiatan Carel juga lagi padat di sekolah." Faralyn beranjak membawa mangkok bekas sarapannya ke wastafel.
"Biar aku yang cuci." Winda segera mengambil alih mangkok di tangan Faralyn, "minum vitaminnya."
"Thanks ya." Faralyn memasukkan 3 kapsul sekaligus lalu meneguk segelas air.
Faralyn menyambar tas, masker, topi dan kunci mobil lalu keluar dari apartemen. Itu adalah benda yang wajib Faralyn bawa saat keluar walaupun sebenarnya orang-orang akan tetap mengenalinya.
Faralyn tersenyum ketika melihat punggung Carel begitu ia sampai di lobi. Ia melangkah berjingkat agar Carel tidak mendengar langkahnya. Saat sudah dekat Faralyn memeluk sang adik dari belakang.
"Nuna!" Carel berbalik mengerutkan mulutnya karena Faralyn sudah membuatnya terkejut.
"Apa Nuna Nuna?"
"Mulai sekarang aku akan panggil Kak Fara dengan sebutan Nuna, keren nggak?"
"Bahasa apaan itu?"
"Bahasa Korea, Nuna pasti nggak percaya kalau aku akan direkrut agensi Korea untuk jadi idol."
Senyum Faralyn lenyap berbanding terbalik dengan Carel yang justru tersenyum lebar. Meskipun kakak beradik tapi sifat mereka jauh berbeda. Carel ceria dan suka tersenyum sedangkan Faralyn cenderung galak dan dingin.
"Jangan panggil aku Nuna."
"Kenapa Nuna imut lho."
"Di antara kita yang boleh imut cuma kamu." Faralyn duduk di jok kemudi disusul Carel. "Mau kemana kita?"
Carel dengan senyum lebarnya menunjukkan kertas catatan miliknya.
"Aku udah bikin daftarnya."
Faralyn menyipitkan matanya membaca daftar yang Carel tulis.
"Kamu yakin bisa melakukan ini semua dalam satu hari?"
"Itu makanya kita harus berangkat sekarang, ayo Nuna!" Carel memukul lengan Faralyn agar segera menjalankan mobilnya.
"Kakak!" Tegur Faralyn lagi karena ia tidak suka panggilan Nuna walaupun ia akui jika itu terdengar imut.
"Nuna." Carel tak mau kalah.
"Kak Faralyn yang cantik."
"Nuna ku yang imut."
Faralyn hanya mendengus mengacak-acak rambut adiknya yang sepertinya baru dipotong lagi. Carel memang hobi menata rambut.
Faralyn berkendara dengan santai, langit cerah hari ini dan lalu lintas berjalan lancar. Tak hanya gedung pencakar langit, Faralyn disajikan pemandangan mural di dinding-dinding pinggir jalan. Carel memberitahu jika itu adalah Karya Glomerulus. Faralyn baru menyadari jika Glomerulus memang sangat terkenal, Carel bahkan mengetahui itu.
"Papa dan Ibu memuji penampilan Nuna di Moskow, mereka bilang gerakan Nuna Fara sudah sangat sempurna."
"Mereka bilang begitu?"
"Tapi sebenarnya mereka lebih suka Nuna meluangkan banyak waktu untuk me time."
"Me time ku adalah menari."
Mereka berhenti di salah satu restoran cepat saji yang menjual burger favorit Carel.
"Aku mau dine in."
"Makan di mobil aja lah."
"Nuna, kamu janji akan nurutin semua permintaan ku."
Faralyn melebarkan senyum yang dibuat-buat, ia tak punya pilihan selain menuruti kemauan adiknya.
Carel bergegas memesan Cheeseburger dan Es krim coklat serta Chicken Snack Wrap untuk Faralyn.
"Aku udah sarapan."
"Sarapan yogurt doang nggak kenyang."
"Buat nanti aja." Faralyn membungkus kembali Chicken Wrap Snack untuk dimakan nanti. "Ngomong-ngomong kamu ganteng banget hari ini."
"Udah cocok jadi idol Korea belum?"
"Kamu serius mau jadi idol?"
Carel mengangguk, "Kakak tahu sendiri itu cita-citaku jadi idol."
"Apa alasannya?" Faralyn tahu jika Carel selalu menyebutkan keinginannya menjadi idol tapi ia hanya menganggapnya angin lalu karena Carel masih kecil.
"Seperti Kakak yang dicintai banyak orang, aku juga pengen kayak gitu, aku pasti bahagia kalau bisa menghibur banyak orang dan mimpi itu sebentar lagi terwujud, sepertinya setelah SMA aku akan berangkat ke Korea."
"Kamu sudah bicarakan ini sama Papa dan Ibu?"
"Mereka belum jawab apa-apa."
Faralyn menatap sang adik yang tengah menikmati burger dan es krim sekaligus. Mereka hanya dua bersaudara, Faralyn juga punya impian menjadi bagian dari The Bolshoi Ballet tapi jika Carel pergi ke Korea maka orangtua mereka tidak akan memiliki siapa-siapa lagi disini. Faralyn juga tidak yakin jika Carel ingin menjadi idol. Faralyn yakin dari balik popularitas mereka, ada banyak sisi kelam yang ia tak mau Carel merasakannya.
"Kalau menurut Kakak gimana?"
"Aku akan dukung apapun impian kamu." Faralyn mengusap lengan Carel, ia enggan mengatakan yang sebenarnya. Faralyn tak mau membuat Carel kecewa.
"Makasih Nun."
"Asal kamu panggil Kakak bukan Nuna, geli tahu nggak didengarnya." Faralyn mendelik galak.
"Iya Kak Renjana Faralyn Radiaksa!" Semprot Carel.
Faralyn tertawa mengulurkan tangan mengusap es krim di sudut bibir Carel. Ia dengan sabar menunggu Carel menyelesaikan makannya. Mereka jarang bisa bertemu karena jadwal Faralyn sangat padat. Saat acara ulang tahun Carel pun, Faralyn sedang berada di Moskow. Sebagai gantinya Faralyn akan menghabiskan seharian ini bersama Carel.
Tempat selanjutnya yang mereka kunjungi adalah toko buku. Toko langganan mereka sejak kecil yang letaknya cukup jauh dari apartemen Faralyn.
"Lama nggak kesini, kangen banget." Faralyn menghirup aroma buku-buku yang amat ia sukai dibandingkan parfum jutaan rupiah. Ketika melihat ke belakang, Faralyn sudah tidak menemukan Carel. Anak itu sudah menghilang di balik rak-rak buku disana.
Langkah Faralyn membawanya menuju bagian novel fantasi yang menjadi genre favoritnya. Faralyn hanya bisa menyentuh mereka tanpa membelinya. Buku yang terakhir Faralyn beli satu bulan lalu saja masih nganggur di kamarnya. Ia tidak punya waktu untuk membaca buku. Kini bisa menyentuh mereka saja membuat Faralyn bersyukur. Senyumnya tersungging kala menyentuh setiap buku yang tertata rapi di rak seolah tengah melepas rindu.
Selain berkendara sendiri saat malam, berlama-lama di toko buku juga menjadi obat bagi Faralyn.
"Kak, udah."
Faralyn menoleh, Carel sudah berdiri di hadapannya dengan keranjang penuh buku. Lihatlah Carel benar-benar menghukum Faralyn dengan membeli banyak buku.
"Kamu yakin bisa baca itu semua?" Faralyn melangkah menuju kasir diikuti Carel.
"Aku bisa baca satu buku dalam satu hari." Carel meletakkan keranjangnya di meja kasir.
Faralyn tidak protes meski total harga buku yang Carel beli melebihi satu juta.
"Habis ini ke GI ya."
Faralyn mengangguk mengiyakan, ia juga perlu membeli stok skincare dan make-up yang mulai menipis.
"Kamu juga punya daftar barang yang mau dibeli?"
"Nggak, aku cuma mau makan Black Sakura."
"Oke."
Faralyn merapatkan topinya ketika mereka sampai di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta. Beberapa orang mulai menyadari keberadaan Faralyn. Namun untungnya mereka mengerti dan mau menjaga jarak dengan Faralyn.
"Percuma pakai masker, mereka bisa ngenalin kamu." Faralyn merangkul bahu Carel dari samping berharap itu bisa membantu agar mereka tidak dikenali. "Harusnya kamu pakai masker juga."
"Aku juga pengen muncul di akun-akun gosip." Carel nyengir lebar.
"Gemes banget kamu anak siapa sih?" Faralyn mencubit pipi Carel, meski sekarang sang adik sudah memasuki usia remaja tapi ia tetap menganggapnya anak kecil.
"Anak Papa Lana dan Ibu Rere." Carel sengaja melambaikan tangan pada pengunjung lain yang diam-diam mengambil foto mereka, hanya sebentar karena setelahnya Renjani menjitak kepala Carel.
Sebelum membeli makanan yang Carel inginkan, mereka lebih dulu berkeliling ke bagian pakaian. Faralyn membeli beberapa kaos dan hoodie untuk Carel.
"Satu buat Kakak ku yang paling cantik sedunia." Carel menyodorkan satu cone Frozen Yoghurt dengan topping potongan buah di atasnya. "Ini bebas lemak kok."
"Aku tahu." Faralyn mengambil Frozen Yogurt tersebut dan melahapnya. Setelah lelah berkeliling sangat pas menyantap yogurt beku yang segar.
Setelahnya Carel mengajak ke pameran lukisan tak jauh dari sana. Itu akan membuat Faralyn istirahat sejenak dari kesibukannya. Carel juga ingin sang kakak punya waktu untuk dirinya sendiri di luar balet.
Karena Carel tidak menyukai hal-hal semacam ini, ia menunggu di luar dan membiarkan Faralyn melihat-lihat sampai puas.
Semua lukisan yang dipamerkan membuat Faralyn takjub. Pembuatnya adalah anak-anak disabilitas yang memiliki bakat melukis luar biasa.
"Kami merasa terhormat kedatangan Faralyn disini." Suara seorang pria mengejutkan Faralyn, ia tersenyum lebar menghampiri Faralyn yang tengah berdiri di depan salah satu lukisan anak kecil di tengah taman bunga. Ia mengulurkan tangan pada Faralyn.
"Saya menikmati lukisan disini." Balas Faralyn seraya menjabat tangan pria berusia sekitar 40 tahunan itu. "Saya dengar pembuatnya adalah anak-anak disabilitas."
"Benar sekali, mereka memiliki semangat melebihi orang-orang normal itu sebabnya kami berusaha mendukung impian mereka dengan mengadakan pameran ini."
"Saya menyukainya." Faralyn menunjuk lukisan di hadapannya.
"Faralyn boleh membawanya."
"Terimakasih banyak, saya juga ingin mendukung impian mereka, bagaimana cara saya berdonasi?"
"Boleh scan barcode di sebelah sini, seseorang menyumbangkan banyak sekali cat dan kanvas yang kemudian digunakan untuk membuat semua lukisan disini, kami juga mendapat banyak donasi dari pengunjung dan mereka membiarkan lukisan itu tetap disini."
"Sayangnya saya ingin membawa yang ini." Faralyn begitu menginginkan lukisan anak perempuan itu, ia ingin memajangnya di ruang tv.
"Tentu saja boleh, mereka lebih senang jika melihat lukisannya terjual dari pada tetap disini, mereka akan semakin semangat melukis."
Faralyn men-scan barcode yang terdapat di bagian bawah lukisan untuk mengirim donasi.
"Terimakasih banyak Faralyn."
"Sampaikan terimakasih saya juga pada anak-anak."
"Tentu, akan saya sampaikan."
"Jika boleh saya juga ingin mengunjungi mereka jika ada kesempatan"
"Mereka dari Yayasan Permata Bangsa, kapanpun ada waktu Faralyn boleh datang."
Faralyn kembali berterimakasih, ia senang mendapat kesempatan bertemu mereka.
Faralyn juga berterimakasih pada Carel yang sudah menunjukkan tempat ini padanya. Jika bukan Carel, Faralyn pasti tidak punya kesempatan untuk melihat karya lukisan mereka.
"Aku juga pengen coba melukis." Carel sempat melihat lukisan-lukisan di dalam dan ia telah dibuat kagum dengan karya anak-anak itu. "Tapi lukis di dinding, Kakak tahu nggak itu lagi nge-trend lho sekarang."
"Maksud kamu mural?"
"Iya, aku juga pengen bikin mural, Kakak ada kenalan seniman mural nggak?"
Faralyn jadi teringat pada Glomerulus tapi ia belum mengenalnya. Glomerulus juga belum tentu mau mengajari Carel melukis.
"Kenapa tiba-tiba pengen bikin mural, kamu udah coba banyak hal, main piano, violin, nyanyi, dancing, apa semua itu belum cukup?"
"Selagi dikasih kesempatan hidup, kita harus coba banyak hal yang ada di dunia."
"Kita memang sangat berbeda walaupun berasal dari rahim yang sama." Faralyn mengacak-acak rambut adiknya, mereka masuk ke mobil yang terparkir tak jauh dari situ.
Faralyn menekuni satu bidang sejak kecil yakni balet. Walaupun ia menerima beberapa pekerjaan lain seperti bintang iklan tapi fokusnya tetap balet. Sedangkan Carel suka mencoba banyak hal, ia mahir bermain piano, violin, menari, menyanyi hingga olahraga seperti futsal, berenang, bulu tangkis dan ice skating.
"Nanti Kakak akan cari seniman mural paling top di Jakarta." Ucap Faralyn walaupun ia tidak yakin apakah dirinya bisa bertemu lagi dengan Glomerulus seperti tadi malam.
Tempat terakhir yang mereka kunjungi hari itu adalah pantai Ancol untuk melihat matahari terbenam di Le Bridge. Setiap detik yang mereka lalui hari itu terasa begitu berharga. Kebersamaan yang tidak bisa setiap hari mereka dapatkan.
"Kamu seneng nggak?" Faralyn menoleh pada Carel menatap wajah sang adik yang terkena cahaya jingga matahari.
"Seneng banget, Kak Fara selalu memberikan lebih dari yang aku minta." Carel menyodorkan kotak berwarna biru tua pada Faralyn.
"Apa ini, kamu yang ulang tahun tapi aku yang dapat hadiah."
"Itu bukan sesuatu yang spesial, lagian ulang tahun ku udah berlalu, Kak Fara harus janji bakal hadir di ulang tahun ku lain kali."
"Itu masih lama."
"Harus booking waktu Kakak dari sekarang." Carel tahu betapa sibuknya Faralyn.
"Kenapa aku harus datang, kamu punya banyak teman." Faralyn membuka kotak pemberian Carel.
"Karena itu ulang tahun ke 17, banyak yang bilang itu spesial."
"Itu sama saja seperti usia 16, 15, nggak ada yang berubah." Ia tersenyum melihat plester pembalut luka dengan berbagai corak. Walaupun Faralyn lebih suka membalut luka dengan plester polos tapi karena itu pemberian Carel, maka ia akan selalu memakainya. Itu karena Faralyn selalu memiliki luka di tubuhnya.
"Pokoknya Kak Fara harus janji."
"Nggak mau ah!"
"Harus!" Carel memeluk Faralyn erat, ia harus membuat kakak nya berjanji.
"Oke-oke iya, tapi kenapa kamu ngasih ini?"
"Karena kaki Kakak selalu luka, Kak Fara harus merawat tubuh Kakak yang berharga ini."
Faralyn tersenyum mendengar kalimat Carel. Senyum yang tidak pernah ia tunjukkan dimana pun termasuk di depan kamera atau di hadapan penggemarnya. Ia memang dikenal jarang sekali tersenyum.
Semalam Faralyn merasa amat hancur, tak hanya tubuhnya—hatinya juga tidak kalah sakit. Ia merasakan sakit di seluruh tubuhnya tapi setelah bertemu Carel, semuanya terasa membaik.
Saat langit mulai gelap, Faralyn mengantar Carel ke rumah, ia mampir sebentar untuk bertemu papa dan ibunya tapi ternyata mereka sedang keluar. Jangankan kencan dengan Devara, bertemu orangtuanya saja Faralyn jarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments