Alunan konserto Summer oleh Antonio Vivaldi dari Four Season terdengar dari balkon samping apartemen. Faralyn memilih musik yang tepat untuk memberinya aura positif.
Matahari bersinar cerah menyambut Faralyn pagi ini, ia bersemangat untuk memulai hari dengan berolahraga. Musik yang terdengar juga berpadu sempurna dengan cuaca saat ini.
Ia memejamkan mata, sosok papa nya yang tengah memainkan violin di atas panggung seketika muncul. Papa nya pernah memainkan musik yang terkenal sulit itu dan berhasil membuat penonton terkagum-kagum. Faralyn banyak termotivasi dari sosok papa nya yang selalu tampil sempurna.
Bel apartemen berdenting beberapa kali di tengah tempo cepat Summer yang Faralyn putar. Faralyn terpaksa turun dari treadmill untuk membuka pintu. Kira-kira siapa yang datang sepagi ini. Tidak banyak yang bisa datang ke apartemen Faralyn karena gedung tersebut dijaga ketat, hanya penghuni dan orang-orang yang memiliki kartu akses yang bisa keluar masuk apartemen.
Faralyn hanya memberikan kartu akses pada orangtuanya dan Carel. Sedangkan untuk Devara, Faralyn sudah mengatakan pada staf keamanan disini untuk selalu memberi izin masuk.
"Biar aku yang buka." Winda memutar badan Faralyn agar melanjutkan olahraganya.
Winda melangkah ke depan, sebelum membuka pintu ia melihat monitor untuk mengetahui seseorang di luar sana. Tampak Devara sedang merapikan rambut, Winda geleng-geleng melihat tingkah Devara.
"Dimana Faralyn?" Devara langsung menanyakan keberadaan Faralyn ketika Winda membuka pintu.
"Di balkon samping."
"Dia nggak balas pesan ku, telepon ku juga nggak diangkat dari semalam, apa dia marah?"
"Bukannya Faralyn memang selalu begitu, kenapa kamu heran, apa kamu berbuat salah?"
"Bukan gitu, aku masuk ya."
Devara melangkah melewati ruang tamu lalu ruang tengah menuju balkon. Ia berhenti sejenak memperhatikan Faralyn yang sedang berlari di treadmill. Faralyn mengenakan crop top dan celana sepaha yang memperlihatkan kaki putih mulusnya. Devara mengerjapkan mata ketika Faralyn menyadari kehadirannya.
"Lyn," Devara melangkah mendekat. "Sorry kemarin aku ada kerjaan mendadak jadi nggak bisa nemenin kamu."
Melihat kedatangan Devara, Faralyn mematikan lagu yang mengalun dari headphone nya.
Faralyn tidak menjawab dan tetap berlari, ia sudah menduga jika Devara akan mengatakan itu. Lagi pula ini bukan pertama kalinya mereka batal bertemu.
"Kamu marah?" Devara menatap Faralyn lekat, sebenarnya bukan kemarahan Faralyn yang ia takutkan melainkan sesuatu yang lebih penting.
"Nggak."
"Tapi kamu mengabaikan pesanku Babe." Devara memasang wajah memelas andalannya.
"Aku sibuk."
"Kamu online semalam tapi pesan ku diabaikan."
"Jadi kenapa kamu kesini?" Faralyn membalas tatapan Devara. Jika hanya karena Faralyn mengabaikan pesan, biasanya Devara tak akan repot-repot kesini.
"Apalagi, aku mau minta maaf."
"Kamu nggak salah jadi nggak perlu minta maaf."
"Tetap saja aku harus minta maaf, jangan marah ya." Rayu Devara.
Faralyn menghentikan treadmill dan turun dari sana.
Devara menyeka keringat di kening Faralyn dengan handuk kecil yang tergantung di samping pintu penghubung antara ruang tengah dan balkon.
"Aku nggak marah." Tegas Faralyn sekali lagi. Ia hanya membalas pesan Carel semalam lalu tidur sesampainya di apartemen.
"Tapi muka mu cemberut."
"Muka ku emang begini."
"Aku antar kamu ke kampus ya, aku kosongkan jadwal hari ini biar bisa nemenin kamu seharian."
"Kamu nggak perlu ngelakuin itu Dev." Faralyn tidak enak jika Devara harus menunda pekerjaan hanya untuk menemaninya hari ini.
"Aku harus meluangkan waktu demi kamu sayang."
Faralyn melempar handuk bekas keringatnya ke wajah Devara, sebenarnya ia merasa tersentuh tapi tidak mau menampakkannya. Devara tertawa menyusul Faralyn.
"Kamu mau aku bikinin sarapan nggak?"
"Boleh."
Faralyn mengeluarkan daging sapi, telur dan buah-buahan. Faralyn membuat sarapannya sendiri karena Winda harus keluar membeli bahan makanan.
"Aku pergi ya." Pamit Winda pada Faralyn.
"Iya."
"Kamu mau titip sesuatu nggak?"
"Enggak."
"Titip Faralyn ya."
Devara mengacungkan jempol pada Winda.
Faralyn membumbui daging dengan garam, lada hitam lalu menambahkan parsley dan thyme sebelum dipanggang. Ia juga memanggang buncis sebagai pelengkap.
Devara menghampiri Faralyn, ia melingkarkan tangannya pada perut Faralyn dari samping.
"Awas ih!" Faralyn menepuk tangan Devara agar menyingkir dari perutnya. "Kamu potong buahnya nih." Ia memberikan keranjang buah dan pisau pada Devara.
"Ini yang aku suka dari ballerina." Devara mencuci apel dan stroberi lalu memotongnya.
"Apa?"
"Mereka selalu menjaga tubuhnya agar tetap langsing."
"Jadi kamu suka ballerina atau aku?"
"Kamu tentu saja, aku nggak punya waktu buat lirik cewek lain, kamu sendiri sudah memenuhi ruang di hatiku."
Faralyn melirik Devara sekilas, ini masih pagi tapi ia sudah mendapatkan kalimat-kalimat manis yang memenuhi hatinya. Faralyn sudah kenyang sebelum makan.
Sepiring steak dan buncis panggang sudah siap untuk Devara sedangkan Faralyn memilih sarapan roti dan telur mata sapi ditambah buah.
"Kamu akrab sama Eizlan?" Tanya Devara, sebenarnya tujuannya kesini adalah untuk menanyakan hal itu pada Faralyn. Ia takut jika Eizlan menceritakan tentang dirinya. Namun melihat respon Faralyn saat melihat Devara datang, sepertinya ia tidak tahu apa-apa.
"Ya seperti teman pada umumnya." Faralyn melahap roti dengan telur mata sapi buatannya tanpa tambahan penyedap apapun.
"Saling curhat?"
"Nggak, kenapa tiba-tiba kamu tanya soal Eizlan, dia bukan orang yang harus kamu khawatirkan." Faralyn sudah berkali-kali menjelaskan pada Devara bahwa Eizlan hanya lah seorang teman tidak lebih.
"Itu karena kalian terlihat sangat dekat di foto." Devara gelagapan mencari alasan.
"Kamu cemburu sama Eizlan?"
"Nggak kok, ngomong-ngomong steak nya enak." Devara segera mengalihkan pembicaraan, ia lega jika Eizlan tidak memberitahu Faralyn soal dirinya. Lain kali ia harus lebih hati-hati agar tidak ketahuan siapapun.
"Aku mandi dulu."
"Oke, biar aku yang cuci piringnya."
"Makasih ya." Faralyn beranjak menuju kamar untuk mandi dan siap-siap pergi ke kampus.
*******
Faralyn sudah siap mengenakan celana panjang hitam dan kaos putih untuk pergi ke kampus. Sedangkan rambutnya dibiarkan tergerai. Ia tidak mau terlihat menonjol di antara mahasiswi lain.
"Aku udah lihat foto-foto mu kemarin." Devara membukakan pintu mobil untuk Faralyn, sesuai janjinya ia akan mengantar Faralyn ke kampus.
"Kamu suka nggak sama hasilnya?"
"Suka banget, baju itu jadi kelihatan jauh lebih bagus setelah dipakai kamu." Devara lebih dari suka dengan hasil pemotretan Faralyn kemarin. Faralyn memang sempurna untuk menjadi model pakaian Wearesia. Dipasangkan dengan siapapun akan terlihat cocok. Devara harus mempertahankan Faralyn bagaimanapun caranya.
Faralyn menggeleng, baju itu memang sudah bagus dari desain dan bahannya jadi siapapun yang memakainya akan terlihat bagus.
Mobil Devara mulai meninggalkan area tempat parkir apartemen.
"Kamu nggak pakai cincinnya?" Devara baru menyadari jika Faralyn tidak memakai cincin pemberiannya.
Faralyn melihat jarinya yang kosong tanpa aksesoris apapun. Ia memang tidak suka memakai perhiasan jika bukan karena tuntutan pekerjaan.
"Aku tahu kamu nggak suka pakai perhiasan tapi tolong hargai pemberianku, Lyn."
"Aku simpan di rumah karena sayang mau pakai, takut hilang."
"Kamu bukan anak kecil."
"Ya udah besok aku pakai, tapi serius aku takut cincin itu hilang." Faralyn tidak mau menghilangkan benda berharga dari Devara.
"Kalau hilang aku belikan yang baru."
Faralyn menggeleng mendelik ke arah Devara yang artinya ia tidak setuju jika Devara membelikannya cincin seperti itu lagi.
"Aku pergi ya, kamu nggak perlu tungguin aku nanti aku bisa minta jemput supir atau naik taksi." Faralyn melepas seat belt, mereka sudah sampai di area kampusnya.
"Aku ada kerjaan di sekitar sini, setelah selesai kamu harus telepon aku, nanti aku jemput kamu, aku akan menemani Faralyn pemotretan hari ini dan juga latihan."
"Dev, serius nggak usah." Faralyn memiliki aktivitas padat hari ini, sepulang kuliah ia harus langsung menuju lokasi pemotretan. Kali ini Faralyn menjadi model iklan make-up kemudian pergi ke studio untuk latihan.
"Aku cuma mau ketemu lebih lama sama kamu." Devara menarik tangan Faralyn agar lebih dekat. "Kamu berarti banget buat aku, Lyn." Ia mengecup kening Faralyn lama.
"Kamu juga, jangan coba-coba pergi dari aku." Faralyn menunjuk wajah Devara menyipitkan matanya seolah tengah mengancam pacarnya tersebut.
Devara menggeleng mengusap rambut Faralyn.
Faralyn melambaikan tangan pada Devara lalu masuk ke area kampusnya.
Devara mengeluarkan ponselnya dari saku celana, sejak tadi ponsel itu bergetar tiada henti tapi ia mengabaikannya. Devara sudah tahu siapa yang meneleponnya berkali-kali.
"Halo sayang." Devara menjawab telepon.
"Kok lama sih ngangkat teleponnya?" Suara imut Aca terdengar di seberang sana. Suara yang selalu membuat Devara tersenyum lebar saat mendengarnya.
"Kan aku udah bilang mau antar Faralyn ke kampusnya."
"Kita mau pergi kemana hari ini?"
"Aku nggak bisa Ca, hari ini aku janji nemenin Faralyn, kemarin kan kita udah pergi lagian kamu harus latihan kan."
Aca terdengar menghela napas keras.
"Kamu udah sarapan belum, ayo makan bareng, aku dengar ada menu baru di Shihlin."
"Aku udah makan, aku tutup dulu ya." Devara segera memutus sambungan dan menjalankan mobil meninggalkan area kampus Faralyn. Devara ada janji bertemu dengan klien tidak jauh dari sana, itu sebabnya ia tidak bisa memenuhi kemauan Aca untuk pergi.
*******
Eizlan urung turun dari mobil ketika melihat Devara keluar dari mobil di depannya disusul Faralyn. Tangan Eizlan terkepal, ia masih ingat betapa Devara dan Aca amat dekat, mereka berselingkuh di depan Faralyn. Dan sekarang Devara bersikap seolah tidak terjadi apa-apa di depan Faralyn.
Manusia tidak pernah merasa cukup, Devara sudah mendapatkan kekasih sempurna seperti Faralyn. Mandiri, cantik, populer dan dewasa mengimbangi Devara meski usia mereka sebenarnya terpaut 5 tahun.
"Makasih udah temenin aku seharian ini." Ujar Faralyn pada Devara.
"Sama-sama Baby." Devara mengusap rambut Faralyn, "aku seneng bisa temenin kamu."
"Aku latihan dulu, hati-hati di jalan."
"Oke, aku nggak perlu kasih kamu semangat karena kamu sudah terlalu bersemangat untuk latihan."
Faralyn tertawa melambaikan tangan pada Devara lalu masuk ke dalam studio.
Setelah itu barulah Eizlan turun dari mobilnya, ia menatap Devara tajam. Pandangan mereka bertemu untuk beberapa saat. Tatapan marah Eizlan dibalas tak kalah tajam oleh Devara.
"Tunggu." Tegur Eizlan ketika Devara hendak kembali masuk ke mobil. Devara berbalik dan mendekat pada Eizlan.
"Hentikan perselingkuhan mu sekarang juga sebelum Faralyn tahu." Eizlan berkata dengan penuh penekanan.
"Sorry, kamu siapa?" Devara pura-pura tidak tahu.
"Jangan pura-pura bodoh, aku tahu kamu main belakang sama Aca, mereka teman dan kamu akan menghancurkan Faralyn, kamu tahu itu." Eizlan tidak peduli dengan Aca atau siapapun, ia hanya tidak mau Faralyn tersakiti.
"Kamu nggak berhak bilang kayak gitu, kamu siapanya Faralyn?"
"Dia menghabiskan lebih banyak waktunya bersamaku, entah kenapa dia bisa bertahan sama cowok brengsek kayak kamu."
Devara tersenyum miring dengan pongah.
"Putuskan Aca atau aku akan memberitahu soal ini pada Faralyn."
"Coba aja, dia nggak akan percaya sama kamu."
"Kita nggak akan tahu sebelum mencobanya."
"Kamu suka kan sama Faralyn makanya kamu bersikeras untuk mendapatkannya, sayangnya Faralyn terlalu cinta sama aku."
Eizlan tertegun untuk beberapa saat, jika Devara menyadari hal itu mengapa Faralyn tidak mengetahuinya. Eizlan jelas sudah menampakkan sikap jika ia menyukai Faralyn. Namun semua itu sudah tidak berguna lagi, saat ini Eizlan hanya berusaha melindungi Faralyn.
"Kurang ajar kamu!" Eizlan mendorong dada Devara.
"Eizlan, ayo!" Robin—salah satu danseur memanggil Eizlan.
Eizlan menoleh mendengar namanya dipanggil, ia sempat menatap Devara tajam sebelum masuk studio.
"Kamu kenal sama pacarnya Faralyn?" Robin merangkul bahu Eizlan ketika mereka melangkah masuk.
"Nggak." Jawab Eizlan singkat.
Semua ballerina dan danseur berganti baju lalu memulai peregangan. Mereka tengah melakukan persiapan untuk tampil di ajang bergengsi Jakarta Music Festival. Ini waktu yang tepat untuk menunjukkan diri dan mempromosikan Wonderful Academy.
"Muka kamu kenapa merah gitu?" Faralyn melihat wajah Eizlan merah padam, "kamu demam?" Ia meletakkan punggung tangan di kening Eizlan untuk memeriksa suhu tubuhnya.
"Nggak." Eizlan menyingkirkan tangan Faralyn dari keningnya meskipun ia menyukainya.
"Dari kemarin kamu aneh, yakin nggak apa-apa?"
Eizlan menggeleng, ia segera memutar lagu Tchaikovsky berjudul Swan Lake untuk memulai latihan.
"Tunggu." Faralyn menunduk memasang plester di jari-jari kakinya, "sorry, aku nggak sempet pasang tadi." Setelah selesai membalut jarinya dengan plester, barulah ia memasang kembali sepatu balet nya.
"Kamu suka plester bercorak sekarang?"
"Ini hadiah dari Carel, oh iya makasih udah temenin Carel kemarin, dia seneng banget ketemu kamu."
"Itu bukan apa-apa, kami nggak sengaja ketemu."
Faralyn kembali berdiri, mereka memulai gerakan pertama.
"Dia sangat ceria, kalau nggak pernah ketemu sebelumnya pasti aku nggak akan percaya kalau dia adikmu."
"Carel memang sangat berbeda denganku."
"Tapi kalian memiliki kesamaan, kamu dan Carel sama-sama menulis to do list."
"Itu hasil didikan Papa."
Eizlan meraih pinggang Faralyn dari belakang lalu mereka bergerak ke kanan dan kiri dengan cepat. Eizlan rasa tidak masalah jika ia tak mendapat cinta Faralyn yang penting mereka masih bisa menghabiskan banyak waktu bersama setiap hari.
Namun Eizlan tetap berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu melindungi Faralyn. Ia tidak akan membiarkan Devara menyakiti Faralyn.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
muna aprilia
lnjut kakak
2023-07-09
2