1

Dua orang staf menghampiri Faralyn untuk membantunya mengganti pakaian dan menghapus riasan. Mereka melakukannya dengan cepat. Bersama itu juga Winda—asisten Faralyn membacakan jadwal Faralyn untuk seminggu ke depan. Selain latihan rutin, Faralyn juga harus melakukan pemotretan iklan beberapa produk pakaian, make-up hingga makanan khusus diet.

"Dimana makanan ku?" Faralyn duduk di salah satu kursi di ruang ganti setelah ia selesai mengganti baju baletnya dengan kaos dan celana longgar. Ia melewatkan makan siang agar bisa tampil maksimal sore ini, itu sebabnya sekarang perutnya mulai keroncongan.

Winda yang belum selesai membaca jadwal Faralyn segera meletakkan tablet di tangannya dan mengambil makanan yang sudah ia siapkan sesaat sebelum Faralyn turun dari panggung.

"Ini dia." Winda meletakkan semangkuk kacang almond dan yogurt di hadapan Faralyn.

"Cuma ini?" Faralyn menatap tajam pada asistennya tersebut, ia lapar tapi Winda hanya memberinya almond dan yogurt.

"Ini demi kebaikanmu." Winda menatap Faralyn dengan eskpresi datar.

"Seenggaknya beri aku roti." Faralyn melahap kacang almond dan yogurt bersamaan.

"Nanti malam Faralyn yang cantik boleh makan roti." Winda melebarkan senyum dibuat-buat, jika Faralyn galak maka ia bisa lebih galak.

Faralyn mendengus kesal tapi ia tidak punya pilihan selain menghabiskan makanan yang Winda siapkan untuknya.

"Lyn,"

Faralyn mengangkat wajah mendengar seseorang memanggil namanya, siapa yang berani mengganggunya menikmati makannya yang tidak enak ini.

"Eizlan memanggilmu." Winda melirik ke arah pintu dimana Eizlan berdiri disana menunggu Faralyn.

Faralyn mengangkat dagunya, ada apa Eizlan kemari saat Faralyn ingin istirahat sebentar sebelum kembali ke apartemen.

"Keluar sebentar yuk." Ajak Eizlan.

"Kemana?" Faralyn tampak enggan menuruti ajakan Eizlan.

"Ke belakang gedung, aku mau tunjukin sesuatu." Eizlan melangkah menarik tangan Faralyn. Ia juga sudah selesai ganti baju dan menghapus riasan. Jika bukan sekarang maka ia tak akan punya kesempatan lagi untuk mengajak Faralyn melihat sesuatu yang menakjubkan di taman belakang Gandamana Hall.

"Aku pergi dulu ya." Faralyn tak kuasa menolak, akhirnya ia beranjak dari duduknya, tidak lupa menggenggam sisa kacang almond untuk dimakan sambil jalan.

"Jangan lama-lama Lyn." Pesan Winda.

"Ya!" Teriak Faralyn tanpa menoleh lagi pada Winda.

Eizlan dan Faralyn melangkah beriringan keluar dari ruang ganti menuju belakang gedung.

"Kamu ingat nggak aku pernah cerita soal taman belakang gedung ini?" Beberapa waktu lalu Eizlan pernah menceritakan soal betapa indahnya taman belakang gedung-tempat mereka biasa tampil.

Faralyn berhenti mengunyah mengingat-ingat kembali cerita Eizlan soal taman itu. Namun Faralyn tidak bisa mengingatnya, ia hanya menyimpan hal-hal penting di otaknya.

"Nggak apa-apa kalau kamu lupa karena taman itu ada di depan kita sekarang."

Faralyn terperangah melihat pemandangan di hadapannya saat ini, bukan tanaman hias yang membuatnya terpesona atau air mancur di tengah taman apalagi pohon dengan ayunan yang menggantung tapi mural di sekeliling pagar membuatnya tak bisa berkata-kata. Alih-alih membiarkan pagar dinding polos, mereka menghiasnya dengan mural bunga matahari. Di antara kelopak bunga terdapat gambar seorang wanita tengah berdiri dengan satu kaki sedangkan kaki lainnya menjuntai ke belakang.

"Indah sekali." Puji Faralyn, "kenapa mereka menggambar ballerina?"

"Mungkin karena sering ada pementasan balet di gedung ini." Eizlan senang melihat ekspresi takjub Faralyn, sebelum menunjukkannya ia sudah yakin jika Faralyn akan menyukainya. Itu karena Eizlan melihat banyak lukisan di apartemen Faralyn.

Faralyn melangkah mendekat melewati jalan bebatuan yang sengaja ditata agar sampai ke seberang. Di kanan kiri jalan membentang itu terdapat kolam dan air mancur.

"Tapi pementasan musik lebih sering dibandingkan balet."

Eizlan mengedikkan bahu, "mungkin pembuatnya menyukai balet."

Jemari Faralyn menyentuh gambar ballerina di dinding tersebut, salah satu alasannya menyukai balet adalah mereka amat indah dilihat. Namun gambar ini lebih dari sekedar indah.

"Glomerulus?" Faralyn membaca tulisan kecil di sudut dinding yang hampir tidak terlihat di antara gambar-gambar menakjubkan itu. Namun Faralyn bisa melihatnya, ia cenderung melihat sesuatu dengan teliti.

"Itu nama seniman yang membuat mural ini, tentu bukan nama asli." Jelas Eizlan.

"Kenapa mereka memilih nama glomerulus?"

"Aneh ya? aku juga merasa ini aneh."

Faralyn menggeleng, itu sama sekali tidak aneh justru sangat unik. Glomerulus adalah organ yang menyaring air zat air dari aliran darah di dalam tubuh. Tak terasa Faralyn tersenyum karena dua hal, ia senang menatap mural itu dan ia sangat menyukai nama senimannya.

"Kamu menyebut mereka, mural ini dibuat oleh satu orang."

"Oh ya?" Kini Faralyn kembali membelalak, bagaimana mungkin mural sebagus ini dibuat hanya oleh satu orang.

"Ya." Eizlan mengangguk, "katanya dia amat sangat tersembunyi, nggak ada yang pernah bertemu dengannya."

"Terus gimana dia bertemu klien?"

"Ada orang yang menghubungkan antara klien dan glomerulus, dia melukis sepanjang malam dan paginya dia udah nggak ada."

Faralyn manggut-manggut mengerti, memang tidak jarang seniman yang sengaja menyembunyikan identitasnya.

"Kamu tahu banyak."

Eizlan mencaritahu banyak hal sebelum menunjukkan mural ini pada Faralyn. Rupanya ia berhasil karena Faralyn tampak menyukainya.

"Bukankah perempuan ini terlihat seperti kamu?" Eizlan ikut menyentuh gambar ballerina pada dinding, perempuan itu mengenakan pakaian balet berwarna biru muda yang jika dilihat lama semakin mirip dengan Faralyn atau mungkin hanya perasannya saja.

"Ini terlihat seperti ballerina pada umumnya."

"Anehnya ballerina ini nggak pakai sepatu."

"Apalah arti ballerina tanpa sepatu."

Ckrek!

Faralyn menoleh ketika mendengar suara jepretan kamera, ia melihat Eizlan tersenyum lebar sembari mengarahkan ponsel ke wajahnya.

"Kamu cantik sekali tanpa make-up."

"Tapi aku lebih suka pakai make-up." Faralyn mengambil alih ponsel Eizlan untuk melihat hasil fotonya. Ternyata Eizlan mengambil banyak foto sejak mereka sampai di taman ini.

"Boleh aku upload di Instagram?"

"Kamu nggak takut ada rumor macam-macam tentang kita?" Faralyn mengembalikan ponsel Eizlan.

"Aku nggak peduli soal itu, aku cuma butuh izin dari kamu."

"Terserah kamu."

Eizlan nyengir lebar mendapat izin dari Faralyn untuk mengunggah foto tersebut di Instagram pribadinya. Eizlan juga menandai akun Instagram Faralyn pada postingan tersebut.

Sebenarnya Faralyn ingin berada disini lebih lama tapi ia harus segera kembali ke apartemen. Jalanan juga pasti macet di sore hari.

Saat kembali Winda sudah selesai membereskan barang-barang Faralyn. Mereka siap kembali ke apartemen.

Para penggemar dan wartawan menunggu di luar gedung, mereka langsung berkerumun begitu melihat Faralyn keluar.

"Lyn, tolong tanda tangan." Mereka berebut untuk mendapat tandatangan Faralyn.

"Siapa namamu?" Tanya Faralyn pada penggemar yang menyodorkan softcase padanya. Faralyn memberi tanda tangan bergantian.

"Lyn, apa kamu akan hadir di JMF?" Tanya mereka dengan suara nyaring agar Faralyn bisa mendengarnya.

"Tunggu aja ya." Balas Faralyn.

"Lyn kamu cantik sekali."

"Penampilan mu luar biasa."

"Kalian melihatnya?" Faralyn menandatangi buku, softcase, topi dan photocard milik penggemar. Tak jarang juga yang meminta Faralyn berfoto bersama.

"Kami melihatnya melalui layar."

"Terimakasih sudah melihatnya." Ucap Faralyn.

"Nggak Lyn, kami yang harus berterimakasih atas kerja keras kamu."

"Apa kamu makan dengan baik di Moskow?" Tanya mereka.

"Tentu saja, kalian juga harus jaga kesehatan ya."

"Lyn, kamu ada kuliah 30 menit lagi." Bisik Winda.

"Terimakasih teman-teman, sampai ketemu lagi di JMF!" Faralyn melambaikan tangan pada mereka sebelum masuk mobil.

Suara teriakan penggemar perlahan semakin kecil lalu tidak terdengar ketika mobil bergerak meninggalkan halaman gedung.

"Tolong siapkan laptop ku." Pinta Faralyn.

Winda meletakkan laptop di atas meja tepat di hadapan Faralyn. Faralyn akan mengikuti kuliah daring selama perjalanan dari sini hingga apartemen.

"Dia sudah menelepon mu sebanyak 21 kali." Winda menyodorkan ponsel Faralyn.

"Apalagi kali ini?" Faralyn melihat nama Devara dengan tanda hati berwarna hitam di layar ponselnya. Itu Devara sendiri yang memberi nama di ponsel Faralyn. Devara bukanlah nama gabungan antara Dev dan Fara tapi namanya memang Devara.

"Dia pasti sangat mencintaimu, Lyn." Winda mencoba mengendalikan emosi Faralyn.

"Bukannya dia terlalu sering merengek?"

"Itu tanda cinta."

"Aku nggak punya kesempatan untuk merengek dia sudah melakukannya lebih dulu." Faralyn mengetuk ikon webcam di samping kanan nama Dev. Tidak perlu menunggu lama wajah Dev langsung muncul di layar ponsel Faralyn.

"Kamu melihat penampilan ku?"

"Aku nggak mungkin melewatkannya, kamu luar biasa seperti biasa Faralyn."

Faralyn berterimakasih atas pujian Devara.

"Istirahatlah lebih awal malam ini, besok pagi aku jemput kamu."

"Besok aku udah janji jalan-jalan sama Carel, kamu tahu aku nggak bisa datang di hari ulang tahunnya waktu itu."

"Tapi kita udah lama nggak keluar, Lyn."

"Aku janji akan atur jadwal supaya kita bisa menghabiskan waktu berdua."

"Seminggu yang lalu kamu juga bilang begitu."

"Tolong Dev, masa kamu nggak mau ngalah sama Carel."

Devara menghembuskan napas berat lalu mengangguk, ia tidak punya pilihan jika sudah berhubungan dengan adik Faralyn tersebut.

"Lyn, mari umumkan hubungan kita."

"Tiba-tiba?" Alis Faralyn terangkat, ia belum siap mengumumkan hubungan mereka sekarang. Sebenarnya ia tak akan pernah siap karena mengkhawatirkan Devara. Ia takut jika hatters nya akan mengomentari Devara dengan hal-hal buruk.

"Apa ini tiba-tiba? kita sudah hampir satu tahun pacaran." Devara tidak terima jika Faralyn mengatakan itu tiba-tiba.

"Tapi kamu sudah setuju untuk menyembunyikan ini."

"Aku nggak tahan lagi, baru saja aku lihat Eizlan mengupload foto kalian berdua dan banyak yang menyangka kalau kalian pacaran."

"Dev ini bukan pertama kalinya orang-orang menganggap kami pacaran, aku juga sudah menegaskan kalau Eizlan hanya partner ku di atas panggung."

"Apa kamu malu kalau pacar mu bukan ballerina?"

"Dev, ini sudah berlebihan, kamu tahu aku nggak seperti itu."

"Maka umumkan hubungan kita."

"Oke kalau itu mau kamu." Faralyn segera memutus sambungan. Apa Dev menghubunginya hanya karena ini.

"Sabar Lyn, jangan emosi nanti wajahmu keriput." Winda mengusap bahu Faralyn.

"Ck, nggak mungkin lah." Faralyn tampak tidak peduli tapi ia tetap membuka kamera di ponsel untuk memeriksa wajahnya.

Ponsel Faralyn berdenting tiada henti, ratusan notifikasi masuk setiap menitnya. Faralyn memeriksa postingan terbaru Eizlan. Ia menggulir puluhan komentar pada postingan tersebut.

Eizlan numpang tenar sama Faralyn nih

Faralyn mengetik balasan pada komentar yang mengatakan jika Eizlan numpang ketenarannya. Itu sama sekali tidak benar karena Eizlan sendiri merupakan danseur andal.

Eizlan sudah tenar tanpa aku.

Udahlah Lyn, kamu tenar juga karena orangtua mu kan, privilege itu benar adanya.

Apa cuma aku yang merasa tarian Faralyn itu biasa aja

Dia terkenal karena orangtuanya.

Tanpa orangtuanya, Faralyn bukan apa-apa.

Dari sekian banyak ballerina kenapa cuma Faralyn yang terkenal, itu karena orangtuanya. Padahal ada banyak yang lebih jago dari dia.

Faralyn melempar ponselnya ke sembarang arah, membaca komentar hatters tak akan ada habisnya. Setelahnya ia tenggelam dengan materi kuliah pada laptop di hadapannya.

Eizlan Farhreza

Devara Alranza

Hai, ini sekuel Married by Accident dan kamu bisa baca terpisah tapi alangkah baiknya jika membaca novel Married by Accident lebih dulu. Terimakasih!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!