3

Sinar rembulan berwarna keperakan di tengah taburan bintang tampak indah menghiasi langit malam. Langit ciptaan Tuhan selalu mengagumkan, Raksa enggan melewatkan malam terang dengan bulan bulat sempurna itu tanpa memandangnya lama-lama. Ia sudah menghabiskan waktu lebih dari 10 menit untuk memperhatikan langit.

Sorot mata Raksa selalu ceria dan lembut, alis tebalnya membingkai sempurna berpadu dengan tulang hidungnya yang tinggi. Bibirnya yang tipis selalu mengulas senyum kepada siapapun.

Pandangan Raksa turun ketika lehernya mulai terasa pegal, kini pandangannya teralih pada papan iklan super besar di seberang jalan. Tampak foto seorang gadis mengenakan dress merah yang sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Rambutnya digulung rapi ke belakang memperlihatkan leher jenjangnya. Papan iklan itu terpasang tepat di depan Gandamana Hall.

Denting ponsel mengalihkan perhatian Raksa, ia merogoh saku celananya dan membaca pesan dari seseorang bernama Akas.

Mereka akan selesai latihan jam 8.

Raksa melihat jam pada ponsel yang menunjukkan pukul 8. Ia memasukkan peralatan melukis ke dalam bagasi lalu melangkah menuju cafe di seberang jalan.

"Ah!" Raksa reflek merendahkan tubuhnya ketika kepalanya tidak sengaja membentur batas pintu hingga beberapa orang yang berada di dalam cafe melihat ke arahnya. Raksa tersenyum canggung mengusap kepalanya yang terasa berdenyut. Ia memiliki tinggi di atas rata-rata cowok Indonesia sehingga membentur pintu sudah menjadi makanan sehari-hari. Raksa harus memakai topi tebal untuk melindungi kepalanya.

Karena belum makan malam, Raksa memesan salah satu hidangan roti di cafe tersebut dan kopi setelah menemukan meja kosong, ia siap begadang untuk menyelesaikan pekerjaannya dalam satu malam.

"Mas, kepalanya nggak apa-apa?" Tanya salah seorang waitress seraya mencatat pesanan Raksa. Ia salah satu orang yang melihat saat kepala Raksa terbentur pintu.

Raksa memegangi kepalanya, "nggak apa-apa, masih utuh." Selorohnya membuat waitress tersebut tertawa kecil. Tawa yang disertai kerlingan mata bermaksud menggoda Raksa.

"Kalau begitu tolong tunggu sebentar sementara pesanan anda dibuat." Ucap waitress tersebut sebelum meninggalkan meja Raksa.

Raksa mengangguk dan mengulas senyum tipis yang anehnya terlihat amat manis. Waitress itu sebenarnya enggan meninggalkan meja Raksa, kapan lagi ia akan bertemu dengan cowok berwajah tampan nan manis tersebut.

Layar televisi di atas dinding menayangkan berita tentang salah satu ballerina asal Indonesia yang tampil sukses di Moskow beberapa waktu lalu.

Ballerina Faralyn sukses menghipnotis penonton berkat tarian Swan Lake di State Kremlin Palace. Putri sulung violinis senior Kelana Radiaksa dan pemilik perusahaan penerbit Asmara Renjani tersebut berhasil menyelesaikan tarian bersama 6 ballerina terkemuka lainnya.

"Silakan." Seorang waiter mengantarkan pesanan Raksa.

Raksa kembali mengucapkan terimakasih, ia mulai melahap bagel dengan taburan gula halus dan bubuk kayu manis, sangat pas disantap bersama kopi panas yang pahit.

Setelah makan Raksa bergegas menuju alamat yang sudah Akas kirimkan padanya. Tempatnya tidak jauh dari sana, Raksa akan sampai dalam waktu 10 menit.

Tempat itu tampak sepi ketika Raksa sampai, ia turun dan mengeluarkan semua peralatan melukisnya dari mobil. Ia sengaja datang agak malam berjaga-jaga jika masih ada orang disitu. Namun sepertinya semua orang yang biasa latihan di tempat tersebut sudah pulang.

Malam ini Raksa mendapat pekerjaan membuat mural di Wonderful Academy. Langkahnya terhenti ketika melihat gambar ballerina di dinding dekat pintu masuk. Belum satu jam Raksa sudah melihat sosok gadis yang sama di tempat yang berbeda. Pertama papan iklan, televisi dan sekarang di dinding studio. Tidak heran karena hampir semua studio balet memang memajang foto tersebut.

"Dia benar-benar populer." Gumam Raksa.

Di dunia ini, ada orang yang begitu dicintai oleh banyak orang. Entah karena wajahnya yang rupawan, suara indah, karyanya yang luar biasa atau kepribadiannya yang menyenangkan. Ia begitu dipuja oleh banyak orang di berbagai penjuru dunia.

Raksa tidak tahu apakah orang seperti itu disebut beruntung atau sebaliknya karena di balik popularitas tersebut ia harus menanggung beban berat di pundaknya yang kecil. Ia disukai sekaligus dibenci oleh banyak orang.

Banyak orang berpikir menjadi populer itu menyenangkan. Setiap pergerakannya diperhatikan oleh banyak orang. Bagi Raksa lebih baik jika ia menjadi orang yang tidak dikenal. Ia ingin orang-orang menikmati karyanya meskipun tidak mengenal si pembuatnya.

Raksa mendorong pintu yang ternyata tidak terkunci padahal ia sudah bersiap mengeluarkan kunci yang Akas berikan padanya kemarin. Raksa mempekerjakan sepupunya Akas untuk mengurus pertemuan dengan klien hingga pembayaran. Sejauh ini Raksa menghandle pembuatan mural sendirian, ia biasanya menyelesaikan satu mural dalam satu hingga dua hari tergantung luas media dan tingkat kesulitannya.

Raksa menyalakan satu lampu dan meletakkan peralatannya, ia terkesiap mendengar suara isak tangis perempuan di ruangan itu. Ia tak mau berpikir macam-macam, di zaman modern hantu sudah kehilangan eksistensi nya.

Raksa melepas alas kaki melangkah mendekat pada sumber suara. Ia melihat seorang gadis meringkuk di lantai. Ketika gadis itu mengangkat wajah, pandangan mereka bertemu. Reflek Raksa mengembangkan senyumnya pada gadis yang mengenakan baju balet tersebut. Itu adalah gadis yang fotonya terpajang di papan iklan, ditayangkan di televisi dan di depan studio ini.

Raksa menyembunyikan keterkejutannya tak menyangka jika ia akan berada sedekat ini dengan Faralyn. Raksa bahkan bisa mencium aroma vanilla dan cedar patchouli yang membuatnya ingin terus menghirup napas dalam-dalam. Semakin lama Raksa juga bisa mencium aroma buah pir yang menyegarkan. Raksa bisa melihat jejak air mata di wajah Faralyn. Tidak seperti di atas panggung, Faralyn yang ini terlihat kacau dan menyedihkan. Namun percayalah Faralyn lebih cantik berkali-kali lipat dibandingkan jika Raksa melihatnya dari jauh atau di televisi, papan iklan maupun layar ponsel.

Akhirya Raksa mengulurkan tangan untuk membantu Faralyn bangkit tapi tangannya dibiarkan nganggur, gadis itu berdiri dengan sendirinya dan berlalu dari sana tanpa mengucapkan apapun.

"Kaki mu berdarah." Raksa terkejut melihat jejak darah dari kaki Faralyn. Lagi-lagi ia diabaikan, gadis itu tetap berjalan masuk ke ruangan lain seolah tidak mendengar perkataan Raksa. "Dia memang dingin." Gumamnya.

Dinding studio berwarna putih gading polos, keputusan Raksa untuk menerima pekerjaan ini adalah hal yang tepat. Studio ini terlalu monoton. Pemiliknya memberi kebebasan pada Raksa untuk mengkreasikan sesuai kemauannya.

Raksa menyalakan seluruh lampu agar dinding yang akan ia gambar terlihat dengan jelas. Sebelum mulai menggambar, Raksa menggelar alas ke seluruh permukaan lantai.

Faralyn mencuci wajahnya berkali-kali agar tidak ada yang bisa melihat jejak air mata di sana. Ia masih terkejut ketika seseorang tiba-tiba masuk ke studio itu.

"Siapa dia?" Faralyn bertanya pada dirinya sendiri karena tidak ada orang lain disana.

Faralyn menghela napas lega setelah melepas pita yang mengikat ketat rambutnya sejak tadi. Ia mengecek ponselnya, terdapat pesan dari Devara serta belasan group chat.

Segera tidur sampai di apartemen, kamu butuh banyak energi besok. Sampaikan salam ku pada Carel.

"Apa warna yang disukai ballerina?" Tanya Raksa ketika Faralyn kembali ke ruangan itu. Kini Faralyn sudah berganti pakaian dengan celana panjang dan crop top.

Faralyn bergeming tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Ia lebih memilih membersihkan jejak darah di lantai dengan tisu basah karena jika sudah mengering akan sulit untuk membersihkannya.

"Tidak heran kalau kamu yang paling populer di antara ballerina lain, kamu berlatih hingga larut malam bahkan melukai kaki mu sendiri."

Gerakan Faralyn terhenti, kalimat itu terdengar asing karena ia biasa mendengar orang-orang mengatakan kepopulerannya itu didapat dari orangtuanya.

"Kamu tahu siapa aku?" Faralyn menegakkan tubuh menatap cowok yang kini tengah mengecat dinding dengan warna putih.

"Ya, gambar mu dipajang di depan sana." Raksa menunjuk keluar.

"Bukan itu maksudku."

"Siapa yang tidak tahu kamu, bahkan kucing liar di pasar tahu kalau kamu ballerina paling populer di seluruh Indonesia."

Faralyn mencebik, kalimat itu terdengar berlebihan tapi berhasil menghiburnya. Setidaknya Faralyn bisa mendengar pujian tulus walaupun dari orang asing itu. Cowok itu bahkan tidak terlihat seperti penggemarnya. Jika ia salah satu penggemar Faralyn, pasti tadi ia sudah heboh setelah tahu gadis yang berada di ruangan itu adalah Faralyn.

"Merah muda."

"Hm?" Alis Raksa terangkat.

"Itu jawaban dari pertanyaan mu tadi."

Raksa tersenyum, "itu warna yang disukai hampir semua wanita." Akhirnya ia mendapat jawaban dari pertanyannya. Ia bingung sejenak karena belum mendapat inspirasi untuk menggambar pada dinding studio tersebut. Namun jawaban Faralyn memberi Raksa inspirasi baru.

Faralyn mengangguk mengiyakan karena teman-temannya disini memang menyukai warna merah muda bahkan seragam balet mereka berwarna merah muda.

"Semoga mural yang aku buat bisa menghibur kamu."

Faralyn mengacak-acak rambutnya, ia jadi emosional saat sendirian.

"Pasti nggak mudah jadi kamu Lyn." Suara Raksa terdengar lembut, untuk sesaat Faralyn merasa tersentuh karena kalimat itu.

Faralyn tersenyum miring, "kamu memanggilku begitu seolah-olah kita sudah lama kenal."

"Para penggemar mu memanggil mu begitu."

"Apa kamu salah satunya?" Faralyn memiringkan kepala menatap jutek pada cowok tinggi tersebut.

"Sayangnya bukan, meski begitu aku akan menyelesaikan mural ini dalam satu malam."

Faralyn mengedikkan bahu, ia tidak bertanya soal itu dan bukan urusannya kapanpun lelaki itu akan menyelesaikan mural nya. Faralyn segera keluar dari sana, ia ingin segera sampai rumah dan tidur.

Raksa melihat punggung mungil Faralyn semakin menjauh lalu menghilang di balik pintu. Ia meraba dadanya yang berdegup kencang, mungkin seperti ini rasanya bertemu dengan seorang artis. Atau karena ini pertama kalinya Raksa bertemu seseorang saat dirinya bekerja. Ia sudah seperti maling yang ketangkap basah.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!