Rumah itu tidak berubah sejak Faralyn berkunjung terakhir kali tahun lalu. Rumah bergaya klasik ala Yunani dengan pilar-pilar tinggi yang menyangga atap segitiga di bagian depan. Itu adalah kediaman orangtua Devara.
Kedatangan mereka disambut oleh orangtua Devara Ayden dan Jenar. Mereka senang karena akhirnya Devara tidak datang sendiri melainkan bersama Faralyn.
"Apa kabar Tante, Om." Faralyn menjabat tangan mereka, ia juga memberikan bingkisan yang sempat dibelinya saat perjalanan kesini. Faralyn tidak mungkin datang dengan tangan kosong itu sebabnya ia meminta Devara berhenti di salah satu toko kue tadi.
"Baik, bagaimana dengan mu?" Mama Devara memeluk Faralyn sejenak sebelum mengajaknya masuk.
"Saya baik Tante." Sebenarnya Faralyn tidak baik-baik saja, kakinya perih, dadanya bergemuruh setelah menemukan pita di dashboard mobil Devara.
"Saya melihat penampilan mu kemarin, kamu luar biasa Faralyn."
"Terimakasih Om sudah datang." Faralyn melihat Ayden di deretan kursi belakang papa nya tapi ia tidak sempat menyapanya.
"Kaki mu kenapa Lyn?" Jenar melihat jari kali Faralyn yang dibalut plester.
"Nggak apa-apa Tante, kaki saya memang sering luka." Faralyn tersenyum canggung, harusnya ia pakai sepatu agar lukanya tidak terlihat.
"Kaki kamu luka?" Devara ikut melihat kaki Faralyn, ia baru sadar jika jalan Faralyn sedikit pincang.
"Iya, tapi aku udah ada janji ketemu dokter nanti siang." Jawab Faralyn.
"Jangan lupa antar Faralyn ke dokter." Kata Jenar.
"Iya Ma."
"Mama sudah menyiapkan sarapan, yuk." Jenar mengajak Faralyn dan Devara ke ruang makan. Mendengar Devara akan datang bersama Faralyn, Jenar langsung membeli bahan makanan terbaik dan memasaknya dengan juru masak di rumah.
Zevina adik Devara sudah menunggu di ruang makan, ketika melihat Devara dan Faralyn ia langsung berdiri untuk menyapa.
"Kak Faralyn, aku boleh minta tandatangan nggak?" Bisik Zevina pada Faralyn, bisikan yang terlalu keras hingga Devara bisa mendengarnya.
"Vin, kalau mau tandatangan nya Faralyn kamu harus datang ke fanmeeting nya."
"Apa sih Bang, nggak usah ikut campur." Zevina mengerucutkan mulutnya, gadis berusia 14 tahun itu sangat mirip Devara. Ia adalah Devara versi perempuan.
"Boleh kok, mau tandatangan dimana?" Kata Faralyn dengan senang hati.
"Sudah nanti saja acara tandatangan nya, kita makan dulu saja." Tukas Jenar, ia tidak mau makanan yang sudah disiapkan jadi dingin jika terlalu lama didiamkan.
"Nanti ya Kak." Zevina mengerlingkan mata pada Faralyn.
Faralyn mengangguk mengiyakan, sebenarnya ia cukup terkejut karena Zevina tiba-tiba meminta tandatangan nya padahal sebelumnya mereka sering bertemu. Jangankan hanya tandatangan, apapun yang Zevina mau akan Faralyn berikan.
Di atas meja sudah tersaji, nasi tim ayam dengan berbagai lauk pauk dan sayur. Itu tampak menggiurkan hingga liur memenuhi mulut Faralyn.
"Faralyn nggak bisa makan banyak Ma."
"Mama tahu kok, ini dibuat dengan bahan-bahan organik."
"Tante, saya jadi merepotkan." Faralyn tidak nyaman karena Jenar harus menyiapkan makanan sebanyak ini hanya untuknya.
"Nggak repot kok." Jenar mengambil nasi untuk Faralyn berserta irisan mentimun, selada dan kuah sup yang terpisah. "Kapanpun ada waktu senggang kamu bisa kesini, nggak harus sama Devara, dia juga sok sibuk sekarang makanya jarang kesini."
"Ma, aku nggak sok sibuk, Mama tahu sendiri Wearesia baru aja launching produk baru."
"Papa dengar produk itu laris terjual berkat Faralyn." Ayden menimpali. Ia senang karena hubungan Devara dan Faralyn tak hanya tentang cinta atau perasaan sesaat melainkan juga bisnis.
"Oh enggak kok Om, itu karena produk Wearesia memang bagus."
"Wearesia bukan apa-apa tanpa kamu dan Pak Kelana serta Bu Renjani, kami sudah bekerjasama selama belasan tahun."
"Tapi katanya sebagian besar pembelinya itu penggemar Kak Faralyn lho." Sahut Zevina.
Faralyn tersenyum canggung, ia belum mendengar soal itu. Rupanya mereka memang suka memborong produk yang bekerjasama dengan Faralyn.
"Gimana Lyn, suka nggak sama makanannya? Tanya Jenar, ia sangat berharap Faralyn menyukai hidangan tersebut walaupun itu bukan sepenuhnya masakannya.
"Suka Tante, enak, ini pertama kalinya saya coba nasi tim ayam."
"Kamu harus coba lebih banyak makanan sayang." Timpal Devara, ia ingin Faralyn lebih menikmati hidupnya bukan serba diatur perusahaan seperti sekarang.
"Nggak masalah, dalam pekerjaan kadang kita memang harus mengorbankan banyak hal, seperti kamu Faralyn, kamu harus menjaga berat badan agar tetap tampil prima."
"Benar Tante, saya terbiasa makan menu itu-itu saja jadi saya berterimakasih karena Tante menyiapkan ini untuk kami."
"Sering-seringlah kesini Faralyn."
Bagaimana mungkin Faralyn sering kesini, ia jarang libur kalaupun ada hari libur ia akan menggunakannya untuk istirahat atau keluar dengan Carel. Faralyn kesulitan membagi waktu antara pekerjaan, keluarga dan pacar.
Usai makan Jenar mengajak Faralyn melihat koleksi tas dan baju yang didesain sendiri olehnya. Jenar memberikan satu buah tas dan dress berwarna putih.
"Tante, dress ini terlalu bagus untuk saya." Lagi-lagi Faralyn dibuat merasa tidak enak, dress tersebut terlalu bagus untuknya.
"Kenapa kamu bilang gitu, ini sangat cocok untuk mu, pakailah saat ada acara penting."
"Tetap saja saya tidak enak menerima ini."
"Terimalah Faralyn, Tante ingin melihat mu pakai dress ini." Jenar mengulas senyum membujuk Faralyn agar mau menerima pemberiannya.
Faralyn berterimakasih dan berjanji akan menggunakan dress cantik tersebut saat acara penting.
Sebelum pergi dari sana, Faralyn memberikan tandatangan di salah satu topi Zevina dan berfoto bersama. Zevina benar-benar terlihat seperti penggemar Faralyn yang lain, ia kegirangan karena berhasil berfoto dengan Faralyn. Padahal Zevina bisa saja mengajak Devara pergi mengunjungi apartemen Faralyn kalau hanya ingin berfoto bersama.
Selanjutnya Devara mengajak Faralyn mengunjungi salah satu toko Wearesia yang terletak di tengah pusat perbelanjaan tidak jauh dari sana. Devara ingin melihat pembeli di lapangan dan memastikan jika penjualan tetap stabil.
"Tante Jenar ngasih aku tas langka ini?" Faralyn masih tidak percaya melihat tas di pangkuannya. Itu adalah tas Chanel klasik yang diincar oleh banyak orang tapi Jenar justru memberikannya pada Faralyn. Faralyn tidak akan pernah memakainya, ia hanya akan memajangnya bersama koleksi tasnya yang lain.
"Mama kelihatan sayang banget sama calon menantunya."
Faralyn terbatuk-batuk mendengar Devara menyebutnya calon menantu. Bukannya tidak suka, Faralyn hanya belum memikirkan soal pernikahan. Ia baru 21 tahun.
"Emangnya kamu punya rencana menikah?" Wajah Faralyn berubah serius.
"Saat ini belum, kamu juga belum memikirkan soal pernikahan kan?" Devara melirik Faralyn sekilas.
Faralyn mengangguk, masih ada banyak mimpi yang ingin ia raih sebelum menikah. Sedikitpun ia tak pernah memikirkan soal itu.
"Aku ingin menikah di usia 30." Tambah Devara
"Empat tahun lagi?"
"Ya."
"Apa hubungan kita akan bertahan se-lama itu?" Faralyn memicingkan mata.
"Kenapa kamu tiba-tiba meragukan hubungan kita?"
Itu karena pita di dalam dashboard mu, aku bukan cewek bodoh yang mudah dibohongi Dev.
Manajer toko Wearesia menyambut kedatangan Devara, ia memberi laporan bahwa penjualan satu bulan terakhir meningkat setelah peluncuran produk baru yang menjadikan Faralyn sebagai brand ambassador nya.
"Kamu mau pilih beberapa baju?"
"Nggak." Faralyn menggeleng, lemarinya sudah terlalu penuh dengan pakaian.
"Kami bisa memilih pakaian yang cocok untuk Faralyn."
"Terimakasih, tolong pilih beberapa baju untuknya," Devara meraba saku celana mengeluarkan ponselnya yang bergetar panjang. "sebentar aku terima telepon dulu."
Faralyn melihat Devara melangkah menjauh hingga depan toko. Faralyn tidak tertarik untuk membeli pakaian baru, ia mengikuti karyawan toko yang menawarkan beberapa baju Wearesia dengan malas. Sesekali Faralyn mengecek jam di ponselnya, ia harus datang tepat waktu ke dokter.
"Saya nggak tertarik." Tukas Faralyn ketika salah seorang karyawan menawarkan sebuah dress merah padanya, ia punya dress serupa di apartemen karena saat baru launching ia menjadi model nya.
Faralyn menyusul Devara ke depan, ia berjalan mendekat setelah melihat Devara memasukkan ponselnya kembali ke saku celana.
"Lho kamu nggak beli baju, nggak ada yang kamu suka?" Devara terkejut melihat Faralyn keluar begitu cepat. Jika bersama Aca pasti mereka akan menghabiskan waktu berjam-jam di pusat perbelanjaan walaupun hanya membeli sepotong baju.
"Nggak, aku ada janji sama dokter."
"Atau mau beli kalung, aku dengar Cartier mengeluarkan model baru."
Faralyn menatap Devara tajam, harus berapa kali ia bilang jika dirinya tidak menyukai perhiasan. Faralyn memakai perhiasan hanya ketika sedang mempromosikannya.
"Kalau nggak mau nganter, aku jalan sendiri ke dokter."
"Ya udah ayo, kok ngambek sih kan aku cuma mau beli kalung buat kamu." Devara menggandeng lengan Faralyn.
"Ini yang terakhir, nggak ada yang lain." Faralyn menunjukkan cincin yang tersemat di jari telunjuknya.
"Oke-oke." Devara akhirnya mengalah.
******
Devara menunggu di luar sementara Faralyn berkonsultasi dengan dokter. Ia duduk dengan gelisah karena Aca tidak berhenti menghubunginya. Devara sudah memberitahu jika hari ini ia akan menghabiskan waktunya dengan Faralyn. Namun Aca tetap ingin pergi dengan Devara.
Akhirnya Devara memilih mematikan ponsel agar Aca tidak mengganggunya. Ia tidak suka terus-terusan ditelepon. Namun Devara juga tidak mungkin marah karena saat Faralyn sibuk, Aca lah yang menemaninya. Devara berencana membelikan Aca sesuatu yang mahal sebagai gantinya.
"Ayo." Faralyn keluar dari ruangan dokter.
"Udah?" Devara beranjak melihat Faralyn.
"Udah, tinggal tebus obatnya." Faralyn memegang kertas resep dari dokter.
"Gimana kaki kamu?"
"Seperti yang kamu lihat, jaringan kukunya rusak, dokter menyarankan untuk dicabut." Faralyn menunduk menatap kakinya yang terlihat menyedihkan.
"Harus dicabut?"
"Iya kalau nggak sembuh-sembuh."
"Sayang sekali kalau dicabut, apa ballerina harus bekerja sekeras ini atau kamu yang terlalu banyak latihan dari pada ballerina lain?"
"Ada ballerina yang kamu kenal selain aku?" Faralyn memiringkan kepala melihat Devara.
"Hm? nggak ada lah, cuma kamu Lyn." Devara menghindari kontak mata Faralyn takut jika ia ketahuan berbohong.
Mereka melangkah melewati koridor menuju apotek untuk membeli obat yang sudah diresepkan dokter.
"Kamu duduk dulu gih, biar aku yang tebus obatnya." Devara mengambil alih kertas resep di tangan Faralyn, ia mengantre dan meminta Faralyn menunggu sambil duduk.
"Makasih ya." Faralyn duduk di salah satu kursi kosong. Ia memeriksa ponselnya membaca pesan dari Carel.
Carel mengirimkan beberapa foto hasil belajar mural dengan Raksa hari ini.
Kak Fara, bisa tolong jemput aku di rumah Kak Raksa dan jangan lupa mampir ke toko kue kesukaan aku.
"Jangan langsung pulang ya, Carel minta jemput." Ujar Faralyn pada Raksa setelah mereka membeli obat.
"Carel dimana?"
"Di rumah temannya."
"Harus kita yang jemput?"
"Kalau kamu nggak mau biar aku sendiri naik taksi." Faralyn tidak mau memaksa Devara jika memang tak bisa menjemput Carel. Ia bisa pergi sendiri.
"Bukan gitu Lyn, tapi ini kan kencan kita."
"Aku minta maaf, sebagai gantinya gimana kalau kamu nanti ikut aku ke acara makan malam bareng temen-temen ballerina ku."
"Semua teman mu akan datang?"
"Ya, perusahaan bikin acara makan malam karena kesuksesan kami di acara JMF."
"Kamu mau ajak aku?" Ini pertama kalinya Faralyn mengajaknya pergi ke acara yang akan dihadiri teman-teman sesama ballerina.
"Ya, semua orang udah tahu kalau kamu pacarku."
Devara tampak berpikir, itu artinya ia akan bertemu Aca disana. Mereka bertiga akan berada di ruangan yang sama. Namun jika Devara menolak pasti Faralyn akan curiga.
"Baiklah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments