Gandamana Hall menjadi tempat berlangsungnya acara amal yang dilakukan oleh Wonderful Academy dengan beberapa penyanyi dan musisi tanah air. Mereka akan menyumbangkan seluruh penghasilan acara pada yayasan pendidikan anak kurang mampu dan panti asuhan.
Tempat itu sudah seperti rumah ketiga Faralyn setelah apartemen dan studio balet. Hampir semua penampilan balet dilakukan di Gandamana Hall.
Hari ini walaupun tidak tampil tapi Faralyn menyempatkan diri datang untuk melihat penampilan teman-temannya sekaligus belajar dari mereka.
Alasan lainnya adalah Faralyn ingin pergi ke taman belakang gedung, ia bisa melihat mural Glomerulus dimana-mana, di pinggir jalan, cafe, restoran hingga pusat perbelanjaan tapi di taman itu Faralyn merasa mural buatan Raksa lebih istimewa. Mungkin karena Raksa melukis seorang ballerina di dinding itu.
"Faralyn, kamu datang juga?"
Faralyn memutar badan mendengar suara Eizlan dari belakang, ia memang mampir ke taman itu sebelum masuk.
"Iya, aku mau lihat penampilan kalian."
"Harusnya kamu yang tampil hari pertama tapi Aca mendadak ingin merubahnya." Eizlan berjalan mendekat melewati jembatan menuju dinding penuh mural yang sepertinya telah menjadi favorit Faralyn.
"It's okay, aku nggak peduli kapanpun bisa tampil, menurutku hari ini atau besok sama aja." Faralyn duduk di salah satu kursi di bawah pohon palem yang rindang sembari menatap mural di hadapannya.
"Kamu nggak kesal sama dia?" Eizlan sendiri sudah muak pada kelakukan Aca.
"Percuma kesal sama dia, cuma nguras energi aja." Faralyn mengedikkan bahu, ia tak mau membuat energinya percuma hanya karena Aca ingin menggeser posisinya. Jika Aca hanya ingin tampil bersama Eizlan maka Faralyn dengan senang hati memberikan posisi itu. Sebab mimpi Faralyn lebih dari sekedar
"Kamu ke taman ini lagi?" Eizlan duduk di samping Faralyn.
"Ya, ini taman paling indah yang pernah aku lihat."
"Kamu bawa apa?" Eizlan melihat dua paper bag di samping Faralyn.
"Oh ini buat kamu." Faralyn menyodorkan salah satu paper bag yang ia bawa pada Eizlan. "Hari ini ulang tahun mu kan?"
Eizlan berbinar-binar menerima hadiah dari Faralyn, ia tidak menyangka jika Faralyn ingat ulang tahunnya.
"Makasih ya, boleh aku buka sekarang?"
"Boleh."
Eizlan mengeluarkan kotak dari dalam paper bag tersebut lalu membukanya. Itu adalah sebuah kemeja berwarna peach cerah. Senyum Eizlan memudar ketika membaca tag pada kemeja tersebut. Wearesia. Kenapa harus Wearesia, masih banyak brand pakaian bagus lain.
"Suka nggak?"
"Suka kok, makasih ya, nggak ada yang ingat ulang tahunku, cuma kamu."
Faralyn tidak mungkin lupa karena ulang tahun Eizlan hanya satu hari sebelum dirinya resmi berpacaran dengan Devara. Faralyn juga membeli hadiah untuk Devara, nanti malam ia akan datang ke apartemen Devara untuk memberi kejutan.
"Kalau itu?"
"Oh ini hadiah buat Dev, hari ini tepat satu tahun hubungan ku sama Dev."
Eizlan tersenyum pahit, kenapa Devara yang begitu beruntung memiliki Faralyn masih harus mencari kesenangan dengan perempuan lain. Jika Eizlan cowok beruntung itu, ia akan menjaga Faralyn sepenuh hati.
"Kamu harus siap-siap."
"Iya, aku pergi dulu." Eizlan beranjak dari sana dan mengucapkan terimakasih sekali lagi pada Faralyn.
Faralyn juga masuk ke hall meski sebenarnya masih ingin berlama-lama di taman itu. Namun ia tidak punya banyak waktu, sebentar lagi acara akan dimulai.
Faralyn memilih duduk di kursi paling belakang agar tidak mengganggu penonton lain, keberadaannya bisa mencuri perhatian mereka. Winda juga menemani Faralyn, ia enggan membiarkan Faralyn sendiri.
"Silakan Faralyn di depan, Miss Jemima sudah mengosongkan dua kursi untuk kalian." Seorang staf menghampiri Faralyn yang baru menjatuhkan diri di salah satu kursi kosong.
"Miss Jemima?"
"Benar, mari saya antar."
Faralyn heran mengapa Jemima tahu jika dirinya datang padahal ia sengaja masuk paling terakhir agar tidak diketahui siapapun. Faralyn tidak punya pilihan selain mengikuti staf yang mengarahkannya ke deretan kursi paling depan.
"Selamat sore Pak Rain." Faralyn menyapa CEO Wonderful Academy yang ternyata juga hadir sore itu.
"Sore Lyn, silakan." Rainer mempersilakan Faralyn duduk.
"Terimakasih Bapak." Balas Faralyn sopan.
"Oh iya Lyn, kenalkan, beliau Ryota putra Bapak Dirga CEO Gandamana World."
"Selamat sore, saya Faralyn." Faralyn mengulurkan tangan pada lelaki bernama Ryota itu.
"Ryota, saya banyak mendengar tentang kamu." Ryota membalas uluran tangan Faralyn, sebelumnya ia sudah sering melihat penampilan Faralyn melalui tayangan televisi.
"Terimakasih, ini pertama kalinya saya bertemu langsung dengan salah satu orang luar biasa di balik Gandamana World." Faralyn mengulas senyum formal lalu duduk di kursi kosong disusul Winda.
Mendengar nama Ryota, Faralyn jadi ingat Raksa pernah menyebutkan nama itu saat mereka bertemu di cafe. Mereka bukan Ryota yang sama kan? tentu saja tidak. Bagaimana mungkin si tengil Raksa itu juga putra CEO Gandamana World. Tidak mungkin.
******
Acara berakhir dengan sukses dan mendapat banyak donasi dari orang-orang kalangan atas dan menengah yang hadir hari itu.
Faralyn tidak langsung kembali ke apartemen, ia pergi ke pusat perbelanjaan yang masih satu area dengan Gandamana Hall. Faralyn hendak membeli bahan-bahan kue, ia akan membuat sendiri kue anniversary pertamanya.
"Kenapa kamu repot-repot bikin sih, kan bisa beli." Winda mengekori Faralyn melewati rak bahan-bahan kue. Itu tidak seperti Faralyn yang biasanya lebih memilih sesuatu yang praktis.
"Kamu meremehkan kemampuan ku bikin kue?" Faralyn melirik Winda tajam. Ia sering membuat kue bersama ibunya dulu saat mereka masih tinggal bersama.
"Bukan gitu Lyn, tapi aku nggak mau kamu kecapekan."
"Bikin kue doang nggak bakal capek, kuenya lebih spesial kalau aku yang bikin, Dev pasti suka." Faralyn bersemangat memilih tepung, gula, telur, susu, butter dan bahan-bahan lainnya.
"Bagus deh kalau kamu mulai peduli sama Dev."
"Dari dulu aku peduli kali sama dia."
"Bukannya kamu sering mengabaikan pesan dan telepon Dev."
"Itu karena aku sibuk."
"Apapun itu aku berharap hubungan kalian langgeng dan bahagia terus."
Ketika sampai di apartemen, Faralyn langsung menyiapkan semua bahan untuk membuat kue. Ia juga menyiapkan buah yang akan diletakkan di atas kuenya nanti.
Seharian ini Faralyn sengaja mengabaikan pesan dan telepon Devara karena ia akan membuat kejutan nanti malam.
Kue itu mungkin tidak seberapa untuk pengorbanan Devara selama ini. Ia sudah sabar dengan hubungan yang sembunyi-sembunyi dari media.
"Tentu aja ini nggak seberapa dibandingkan hadiah yang selalu Dev kasih." Faralyn bergumam sendiri, tapi setidaknya ia sudah ekstra effort untuk membuat kue sendiri.
Walaupun terlihat cuek tapi Faralyn amat mencintai Devara selain karena kegigihannya, Faralyn menyukai Devara yang dewasa. Mungkin karena usia Devara yang tiga tahun lebih tua dari Faralyn.
"Win, tolong buka pintu." Faralyn setengah berteriak mendengar bel apartemen berdenting.
Faralyn tengah sibuk mencampurkan adonan menggunakan mixer. Ia akan membuat kue dengan buah-buahan di atasnya.
"Bunga untuk Nona Faralyn." Winda datang membawa buket bunga super besar hingga wajahnya tidak terlihat.
Faralyn membelalak melihat buket mawar berwarna merah muda yang menutupi badan Winda. Jangan tanya buket itu dari siapa karena pastilah Devara pengirimnya.
"Dari Devara." Ucap Winda dengan napas tersengal setelah Faralyn mengambil alih bunga tersebut. "Kurirnya sampai dua orang, gila Lyn pacar kamu emang nggak ada kapoknya kirim bunga."
Faralyn terkekeh mengambil surat pada buket tersebut, tidak lupa menghirup aroma mawar yang kini sudah memenuhi ruangan.
Selamat anniversary 1 tahun sayangku, Faralyn.
Aku harap kita dapat bersama dalam waktu yang sangat lama.
Aku nggak bisa kasih sesuatu yang spesial karena di dunia ini yang spesial cuma kamu.
I love you, Lyn.
Mata Faralyn berkaca-kaca membaca surat tersebut, ia tidak bisa menahan senyumnya ketika membayangkan senyum manis Devara ketika menulis surat tersebut.
Dering ponsel mengalihkan perhatian Faralyn, ia segera meraih benda pipih itu dan menjawab telepon.
"Kamu sudah terima bunganya?"
"Sudah, makasih ya Dev." Faralyn menyentuh kelopak mawar merah muda yang disusun sedemikian rupa membentuk buket.
"Selamat anniversary sayang, aku nggak bisa kasih apa-apa buat kamu."
"Bunga ini sudah lebih dari cukup."
"Aku tahu kamu nggak suka bunga tapi kamu juga tahu kalau aku suka kasih bunga."
"Aku nggak akan protes karena ini hari spesial."
"Tapi aku mau minta maaf karena hari ini kita nggak bisa keluar bareng, aku ada banyak kerjaan yang nggak bisa ditunda mungkin nanti malam baru selesai."
"Nggak apa-apa aku ngerti kok."
"Kalau semuanya udah beres, kita bisa menghabiskan waktu bersama."
"Oke, nggak masalah."
"Aku tutup dulu ya, love you Babe."
"Love you too." Faralyn masih setia mengulas senyum setelah mengakhiri percakapannya dengan Devara.
Winda ikut senyum-senyum melihat kemesraan Faralyn dan Devara.
Bagi Faralyn justru bagus jika Devara sibuk bekerja sekarang karena ia bisa leluasa membuat kue. Ia sengaja menolak pekerjaan hari ini untuk menyiapkan kejutan tersebut.
******
"Udah jadi!" Faralyn berseru senang setelah berhasil membuat satu kue yang dilapisi krim susu berwarna putih dan potongan strawberry, blueberry dan raspberry.
Faralyn mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya, membuat kue tidak semudah yang dibayangkan. Dulu saat membuatnya bersama sang ibu, rasanya tidak sesulit ini. Tiba-tiba langit sudah gelap ketika Faralyn selesai.
Winda muncul dari balik partisi yang memisahkan dapur dan ruang makan. Awalnya Winda ingin memuji kue buatan Faralyn tapi setelah melihat keadaan dapur yang mirip kapal pecah kalimat pujian itu tertelan kembali.
"Cobain deh, aku sisain buat kamu." Faralyn menyuapkan sepotong kue yang bentuknya tidak beraturan pada Winda. "Enak nggak?"
Winda manggut-manggut tidak bisa menjawab karena mulutnya penuh kue. Kue buatan Faralyn memang enak, tidak terlalu manis dan segar dengan potongan buah. Winda bahkan bisa menghabiskan satu kue utuh tapi sayang itu kue untuk Devara.
"Ternyata Faralyn nggak hanya ratu balet tapi juga jago bikin kue."
"Terimakasih pujiannya." Faralyn menyimpan kue itu di dalam kulkas sementara ia bersiap-siap.
Membereskan dapur adalah tugas Winda, ia tidak tahu harus mulai dari mana karena seluruh dapur berantakan.
"Sebenarnya dia bikin kue atau perang sih di dapur?" Winda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Dress selutut dengan aksen pita di bagian dada menjadi pilihan Faralyn untuk ia pakai malam ini. Itu adalah pakaian yang sudah Winda siapkan untuknya. Faralyn mengaplikasikan riasan tipis dan membiarkan rambutnya terurai.
"Kamu cantik banget malam ini, Dev nggak akan biarin kamu pulang cepet."
"Aku cuma mau ngasih kue ini, palingan makan bareng terus pulang." Faralyn mengeluarkan kue dari dalam kulkas.
"Dia cowok dewasa, nggak mungkin cuma makan doang."
"Jangan mikir macem-macem ya!"
"Normal kok Lyn, nggak usah malu-malu."
"Nggak jelas ih!"
Winda membantu Faralyn membawa kue itu menuju mobil. Kali ini Winda membiarkan Faralyn pergi sendiri.
Mobil Faralyn melaju dengan kecepatan sedang di antara kendaraan lain. Jemarinya mengetuk-ngetuk kemudi sembari bersenandung kecil.
Foto-foto Faralyn di papan iklan menjadi pemandangan biasa menjadi teman perjalanannya. Ditambah mural menakjubkan di kanan dan kiri jalan. Faralyn merasa Raksa hadir di setiap perjalannya berkat mural tersebut.
Dengan susah payah Faralyn mengeluarkan kue dari mobil. Kue itu memang tidak terlalu besar tapi Faralyn harus esktra hati-hati membawanya. Ia membawa kue itu dengan satu tangan sedangkan tangannya yang lain membawa paper bag. Faralyn memilih hadiah dompet untuk Devara. Setidaknya dompet berada di urutan paling atas saat Faralyn mencari inspirasi hadiah untuk laki-laki di internet.
Faralyn naik ke lantai 12 menggunakan lift, ia tidak sabar melihat ekspresi terkejut Devara saat dirinya tiba-tiba datang. Satu, dua, tiga, angka pada lift terasa berjalan sangat lambat. Rasanya Faralyn ingin terbang saja agar cepat sampai.
Jantung Faralyn berdegup kencang ketika ia sampai di lantai dimana unit apartemen Devara berada.
Tangan Faralyn terulur untuk menekan bel tapi ia urung melakukannya. Lebih baik ia langsung masuk agar kejutannya lebih seru. Lagi pula Devara juga sudah menambahkan sidik jari Faralyn untuk akses masuk.
Gelap. Faralyn melangkah perlahan takut jika Devara akan mendengarnya. Faralyn yakin Devara sudah pulang karena samar-samar ia melihat sepatu berserakan di depan pintu. Apakah Devara se-lelah itu sampai tidak sempat meletakkan sepatu pada tempatnya.
Langkah Faralyn membawanya menuju ruang tengah tapi itu sama gelapnya dengan ruangan lain. Faralyn hanya bisa melihat cahaya yang berasal dari kamar Devara yang sedikit terbuka.
Satu dua langkah lagi Faralyn sampai di depan pintu kamar Devara, ia mendorong pintu sangat pelan dan bersiap berteriak surprise! Namun belum sempat Faralyn mengeluarkan kalimat apapun, pemandangan di hadapannya lah yang membuatnya terkejut. Faralyn mendapat kejutan yang sama sekali tidak menyenangkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
muna aprilia
apakh dev sama aca lagi?
2023-07-26
1