10

Di antara penonton yang berkerumun hendak keluar dari Ciputra Artpreneur Theater, terdapat satu orang yang menunggu dengan tenang. Tubuhnya yang tinggi tampak menyembul di antara penonton lain.

Ia adalah Raksa yang masih setia bersandar di dinding teater sambil melihat ke arah panggung kosong. Beberapa saat yang lalu ia masih menyaksikan tarian Swan Lake yang mengagumkan. Ia tak bisa menahan senyum selama Faralyn dan Eizlan menari di atas panggung. Tidak ada latihan keras yang sia-sia.

Raksa ingin memberi selamat pada Faralyn atas kesuksesannya malam ini tapi bagaimana mungkin ia bisa menembus wartawan dan penggemar yang saat ini mengerumuni Faralyn. Ia melihat wartawan sedang melakukan wawancara pada Faralyn dan Devara, setelahnya giliran Eizlan dan yang lain. Raksa tidak bisa tiba-tiba memberi ucapan selamat hanya karena mereka pernah bertemu dua kali. Meskipun sempat bertukar nomor telepon tapi sampai saat ini Faralyn tidak menghubungi Raksa.

"Dia memang mengagumkan." Gumam Raksa seraya membalikkan badan keluar dari teater yang telah menyajikan pertunjukan luar biasa selama 3 jam penuh. Teriakan penggemar Faralyn masih terdengar hingga Raksa keluar dari sana.

Karena sedang berada di Ciputra Artpreneur, Raksa sekalian ingin mengunjungi museum nya. Ia mengangkat lengan melihat arloji yang menunjukkan pukul 8 malam. Ia masih punya waktu sebelum pergi mengerjakan proyek mural malam ini.

Harapan Raksa untuk melihat karya-karya maestro Hendra Gunawan pupus ketika ia sampai disana dan ternyata museum tersebut sudah tutup. Ia mendapat informasi dari salah satu karyawan jika museum tutup pukul 6 petang. Itu artinya Raksa harus kesini lain kali.

Raksa duduk di salah satu kursi di sekitar situ dan memeriksa ponselnya. Ia mengeluarkan biskuit dari dalam sakunya sambil membaca pesan dari Akas. Karena belum makan, Raksa mengganjal perutnya dengan biskuit tersebut.

"Raksa!"

Raksa hampir saja tersedak mendengar seseorang tiba-tiba memanggil namanya. Ia mengangkat wajah dan mendapati Faralyn berada tak jauh dari tempatnya duduk. Faralyn tidak lagi berpakaian balet, riasan di wajahnya juga sudah dihapus.

"Kamu disini?" Faralyn tidak menyangka jika ia akan bertemu Raksa disini.

"Iya, kamu ke museum juga?"

"Iya tapi udah tutup." Bibir Faralyn mengerucut, ia tidak pernah punya kesempatan untuk mengunjungi museum tersebut. Ia sudah kabur dari Winda demi pergi ke museum ini tapi ternyata ia belum beruntung.

"Museum ini tutup jam 6."

"Oh, kebetulan ketemu kamu disini gimana kalau kita ketemu adik aku?" Faralyn baru ingat jika Carel juga ada disini.

"Boleh, dimana?"

"Sebentar ya." Faralyn mengirim pesan pada Carel. Sejak Faralyn mengatakan akan mengenalkan Carel pada seniman mural, Carel tidak henti menagih janji Faralyn tersebut. Faralyn ingin segera memenuhi keinginan adiknya tersebut tapi ia sibuk latihan selama seminggu ini. Beruntung ia bertemu Raksa disini. Takdir sedang berpihak pada Faralyn.

"Dia lagi di the Holyribs."

"Ya udah sekalian aku juga belum makan." Raksa beranjak dari kursinya setelah menghabiskan sebungkus biskuit susu.

"Kamu juga suka makan steak disana?"

"Aku makan apapun, bahkan roti dengan saus hijau punya seseorang aku makan juga."

Faralyn memang tidak berniat memakan roti yang waktu itu ia pesan karena itu sudah lewat jam makan malamnya. Sekarang pun sudah lewat tapi ia hanya makan satu buah alpukat dan madu sejak tadi siang.

Raksa memperhatikan kaki Faralyn yang penuh dengan balutan plester. Ternyata seperti itu perjuangan ballerina untuk tampil maksimal di atas panggung.

"Jaringan kuku mu rusak." Raksa berjongkok menyentuh kuku kaki Faralyn yang berwarna kehitaman. "Sakit nggak?"

"Udah terbiasa sampai nggak terasa sakit."

"Kamu harus periksa ke dokter."

Faralyn mengangguk, Winda memang sudah membuat janji dengan dokter kulit besok. Faralyn rutin mengunjungi dokter kulit untuk merawat kakinya yang selalu luka.

"Kamu aneh ya."

"Aneh kenapa?" Raksa kembali berdiri.

"Nggak ada yang lihat kaki ku kecuali kamu."

"Semua orang yang aneh, bukan aku."

"Semua orang lihat wajah ku, bukan kaki ku."

"Wajahmu sudah jelas cantik." Lirih Raksa tanpa Faralyn dengar.

Mereka keluar dari Ciputra Artpreneur berjalan sebentar menuju Lotte Avenue yang terletak di gedung Ciputra World.

Faralyn mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru mencari keberadaan adiknya. Raksa juga membantu mencari walaupun ia belum pernah bertemu adik Faralyn sebelumnya tapi ia pernah melihat fotonya di media sosial Faralyn. Terakhir adalah foto adik Faralyn yang sedang makan es krim.

"Itu dia." Faralyn melangkah menuju sudut restoran setelah melihat Carel disana.

Raksa terkejut, ia pikir hanya adik Faralyn tapi ternyata orangtua Faralyn juga ada disana.

"Lho Ibu pikir kamu sama Devara." Renjani menarik kursi untuk Faralyn.

"Bukan, dia udah pulang duluan, kenalin ini Raksa." Faralyn mengenalkan Raksa pada orangtuanya dan Carel. Devara sudah pamit pergi sejak mereka selesai melakukan wawancara dengan wartawan.

"Halo Bu Renjani, Pak Kelana." Raksa menjabat tangan orangtua Faralyn bergantian seraya mengulas senyum manis andalannya. Senyum yang sempat membuat Faralyn terpesona ketika mereka pertama kali bertemu.

"Hai Kak, aku Carel." Carel dengan senyum tak kalah lebar menyambut uluran tangan Raksa.

"Raksa."

"Raksa siapa?"

"Hm?" Alis Raksa terangkat, apa maksud dari pertanyaan itu?

"Dia nanya nama lengkap kamu." Faralyn menjelaskan.

"Oh, Raksa Kavindra." Raksa kembali tersenyum lebar setelah mengerti maksud dari pertanyaan tersebut.

"Mau makan apa?" Renjani bertanya pada Faralyn dan Raksa.

"Aku makan salad aja." Jawab Faralyn.

"Carel sudah pesan steak untuk kamu." Ujar Kelana, ia ingin Faralyn makan dengan benar bukan hanya makanan diet.

"Ini udah jam 8, aku nggak mau makan makanan berat."

"Nggak apa-apa sekali ini aja, steak nya telanjur dipesan." Renjani mengusap lengan Faralyn.

"Mereka juga nggak punya pilihan menu salad." Tambah Kelana.

"Ya udah." Faralyn tidak punya pilihan selain makan berat malam ini.

Pesanan mereka datang Wagyu Tenderloin dan Soda sedangkan Faralyn memesan air mineral.

Faralyn membagi setengah dagingnya untuk Carel yang sudah mendekatkan piring ke arahnya. Carel kesenangan mendapat daging lebih.

"Waktu itu Carel bilang mau belajar mural jadi aku kenalin Raksa, dia seniman yang hebat." Faralyn melihat Raksa yang duduk tepat di sampingnya. Ia harus mengendalikan diri agar tidak keceplosan mengatakan Raksa adalah Glomerulus.

"Aku bisa lihat aura seniman di wajah Kak Raksa." Carel menyipitkan matanya menatap Raksa.

"Papa dan Ibu setuju nggak Carel belajar mural?" Tanya Faralyn pada papa dan ibunya.

"Papa setuju."

"Ibu juga setuju, selama itu baik maka Carel bisa melakukan apapun yang dia suka, kamu juga Faralyn, kamu boleh melakukan apapun yang kamu suka."

"Penampilan Kak Fara dan Kak Eizlan tadi gila bagus banget!" Carel antusias menceritakan penampilan Faralyn tadi.

Raksa mengangguk setuju dengan Carel jika penampilan Faralyn tadi sangat luar biasa.

"Kenapa ngangguk?" Faralyn melirik Raksa tajam.

"Aku setuju sama Carel." Raksa membalas lirikan tajam Faralyn dengan senyum manis.

Mereka membicarakan penampilan Faralyn dan ballerina lain. Begitu juga dengan obrolan Kelana dan Chloe Chua. Sesekali Raksa ikut menimpali karena ia juga menonton pertunjukan tadi.

Raksa merasa amat beruntung karena bisa makan malam bersama orang-orang luar biasa seperti mereka. Raksa tahu papa Faralyn adalah violinis senior yang sudah menghasilkan banyak karya sedangkan ibunya adalah pemilik perusahaan penerbit. Raksa juga memiliki banyak koleksi buku terbitan Asmara Publishing milik ibu Faralyn.

Usai makan mereka berpisah di lobi Lotte Avenue, orangtua Faralyn pergi lebih dulu sedangkan Carel menggunakan mobil terpisah. Carel ikut Faralyn dan Raksa kembali ke tempat parkir Ciputra Artpreneur Theater karena mobil mereka berada disana.

"Kapan Kak Raksa punya waktu buat ngajarin aku?" Tanya Carel, ia ingin secepatnya belajar membuat mural.

"Besok bisa, kamu bisa datang ke rumah atau mau aku jemput?"

"Eh nggak usah, Kakak kirim alamat rumahnya aja nanti aku datang."

"Kamu ditungguin tuh." Faralyn menunjuk ke arah supir yang sudah menunggu di samping mobil yang biasa membawa Carel.

"Aku pulang dulu ya, sampai ketemu besok Kak Raksa." Carel melambaikan tangan pada Faralyn dan Raksa seraya berlari menghampiri supirnya.

"Hati-hati ya." Faralyn balas melambaikan tangan.

Raksa memperhatikan Faralyn yang tersenyum lebar pada Carel. Ini pertama kalinya Raksa melihat Faralyn tersenyum begitu lebar. Bahkan di depan kamera atau di atas panggung Faralyn hampir tidak pernah tersenyum.

"Ini pertama kalinya aku lihat kamu senyum."

"Oh ya?"

"Kamu pasti sangat menyayangi Carel."

"Tentu aja, dia adik ku." Faralyn memutar bola mata kesal.

"Beberapa orang nggak begitu dekat dengan saudara kandungnya tapi kalian sangat dekat."

"Carel itu hadiah ulang tahun ku yang paling berharga, waktu ulang tahun ke 5, Ibu dan Papa memberi hadiah berisi test pack bertanda dua garis yang dulu aku nggak tahu apa artinya tapi mereka bilang kalau aku akan segera punya adik, aku sudah mencintai Carel sejak dia di dalam perut Ibu."

Raksa berbinar-binar mendengar cerita Faralyn, kini ia tahu jika Carel adalah orang yang berarti untuk Faralyn dan rela melakukan apapun demi kebahagiaan sang adik.

"Mungkin karena kami cuma berdua jadinya aku sayang banget sama dia."

"Dingin nggak?"

"Dingin."

Raksa menyampirkan jaket di punggung Faralyn, ia perhatikan Faralyn dari tadi mengusap-usap lengannya.

"Kalau ada yang foto kita, orang-orang bisa salah paham."

"Kenapa?"

"Itu adegan romantis yang biasa ada di drama dan film." Faralyn melepas jaket Raksa, "aku menolak adegan kayak gini." Ia mengembalikan jaket tersebut pada pemiliknya.

Raksa terkekeh, lihatlah Faralyn mengatakan dirinya anti romantis padahal Raksa tahu jika Faralyn dan Devara sering tertangkap bergandengan tangan atau berpelukan oleh paparazi. Raksa iri pada Devara, ia ingin merasakan seperti apa menjadi Devara sebentar saja. Sepertinya Raksa tak akan pernah punya kesempatan karena Faralyn tipe orang yang setia. Buktinya hubungan mereka bertahan lama.

"Itu mobilku, makasih ya udah mau ngajarin Carel, jaga dia baik-baik, dia agak cerewet dan nakal."

"It's okay, aku seneng bisa berbagi."

Faralyn setengah berlari dengan kakinya yang sedikit pincang menghampiri Winda. Raksa baru pergi dari tempatnya berdiri setelah mobil Faralyn tidak lagi terlihat.

Terpopuler

Comments

Mikochan

Mikochan

entah knp baper ama raksa🤭

2023-08-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!