Chap. 11

Bab. 11

Setelah mendapat pelatihan dan pemahaman dasar dari Tania, Gina memutuskan segera pulang ke tempat tinggalnya yang baru setelah selesai mengajar les untuk anak SMP. Tidak lagi singgah ke cafe tempat biasa dia membunuh rasa bosan dan menunggu malam tiba. Kali ini Gina lebih memilih mencoba melancarkan aksinya.

Sesampainta di apartemen, Gina segera membersihkan tubuhnya dari keringat serta debu karena seharian beraktifitas di luar.

Suasana apartemen masih sepi. Itu artinya tuan sang pemilik belum pulang dan semakin membuat Gina lebih leluasa lagi.

Di apartemen yang dia tinggali sekarang ada tiga kamar. Dirinya tinggal di kamar yang berada paling ujung. Sebab cuma kamar itu yang kosong dan tidak terlalu memindah barang-barang di dalamnya. Berbeda dengan kamar yang berada di tengah. Banyak buku-buku Naka di sana. Karena kamar itu dibuat untuk ruang kerja sekaligus ruang olahraga pria itu.

Selang beberapa menit, Gina keluar dari kamarnya. Masih sepi. Gadis itu pun langsung menuju ke dapur untuk memasak makan malam mereka nanti.

Langkah pertama, Gina mencoba untuk mendapatkan perhatian dari pria balok kayu tersebut. Karena akan percuma saja jika dirinya melakukan touch skin touch pada sang Presdir yang menjadi sumber dananya saat ini, kalau saja sang Presdir tidak memiliki sebuah rasa yang mampu mendorong keinginan di dalam hati. Pikir Gina.

Berbekal pengetahuannya dari Tania dan juga trik dari sahabatnya itu, Gina pun mulai membuka lemari pendingin yang ternyata isinya begitu lengkap.

"Ck! Dingin-dingin perhatian ternyata," gumam Gina. "Kita lihat. Kalau pak Presdir masih menjaga gengsi, berarti memang hidangan serta pandangan yang gue suguhkan tidak menarik di matanya dan itu artinya, mata dan hati dia yang bermasalah. Fix! Musti ke dokter kalau begitu," oceh gadis itu sendiri.

Betapa tidak, jika Gina saat ini dengan sengaja mengenakan gaun laknatnya. Padahal hanya akan memasak untuk makan malam saja. Tetapi gadis itu bersungguh sungguh mendalami perannya di sini.

"Oke ... kita buat yang nggak ribet dan nggak terlalu menyengat baunya. Biar gue nggak perlu mandi lagi. Rugi ntar kalau gue harus mandi dan make up-an lagi," dumel gadis itu sambil mengamati bahan-bahan masakan yang tersimpan rapi di dalam lemari pendingin tersebut. "Ah! Masak ini aja kali ya. Dia pasti suka. Enggak ribet juga. Oke! Tinggal goreng ayam ungkemnya sama nyambal terasi."

Benar apa yang dikatakan oleh Tania jika sahabatnya itu memang agak rada kegeser otaknya. Sudah jelas-jelas barusan bilang mau masak yang tidak berbau, tetapi malah memilih untuk menggoreng ayam sama nyambal terasi. Memang suatu banget manusia yang satu ini. Tidak salah jika digandengkan dengan pria yang juga memiliki kelainan dalam rasa dan juga mata yang sedikit bermasalah.

Sementara itu di lantai dasar, tepatnya di area parkir. Tampak tiga orang pria kuar dari mobil SUV hitam dan melangkah menuju lift. Mereka sama-sama masih mengenakan pakaian kerja. Sepertinya memang sangat niat sekali ingin merecohkan sang tuan rumah malam ini.

Satu orang berjalan lebih dulu, sedangan dua orang lagi terlihat sedang merencanakan sesuatu.

"Lo yakin, dia oke banget?" tanya Irham yang memang belum pernah bertemu secara langsung dengan gadis penari yang sudah dibeli oleh bosnya. Eh, ralat, maksudnya yang sudah disewa untuk beberapa bulan ke depan. Karena memang Irham yang membuat surat kontrak mereka.

Gibran mengangguk yakin. "Lo udah liat profinya kan?" tanya pria itu.

"Sudah."

"Ya sama kayak yang di foto. Malah ini lebih hot body-nya," bisik Gibran tidak mau kalau sampai Naka mendengarnya dan malah berakhir bonyok wajahnya nanti kalau sampai dirinya ketahuan mengusik milik pria itu. Sebab, apa yang sudah menjadi miliknya, tidak ada yang boleh menyentuh maupun mengusik.

"Lo tau kan, kalau dia sudah jadi barangnya si Tuan Muda? So, jangan macem-macem kalau ngomong," ingat Irham yang sangat hafal betul tabiat atasannya itu.

"Beres. Gue cuma pingin godain dikit sambil liat respon Tuan Muda lo nanti," balas Gibran.

Gibran sendiri merupakan anak tunggal dari pemilik channel televisi terbesar di negara ini. Sehingga informasi paling tersembunyi pun bisa dia dapatkan dengan sangat mudah, asal dompet masih tebal. Begitu juga mengenai profil Gina. Oleh sebab itu, Gibran menyarankan Naka untuk memakai gadis itu. Karena ia tahu gadis itu sangat membutuhkan dana dan gadis itu juga bukanlah sembarang gadis seperti yang terlihat sekarang.

"Kalian niat masuk apa nggak?" tanya pria yang sedari tadi mereka gosipkan.

Gibran dan Irham segera mempercepat langkah untuk kemudian masuk ke dalam lift yang kebetulan hanya ada mereka bertiga saja.

Mereka pun saling pandang, lalu Gibran memberanikan diri untuk bertanya.

"Gue boleh nginep malam ini nggak?" sungguh, nyali Gibran memang sangat besar di sini.

"Nggak!" balas Naka cepat. "Lo pasti punya rencana kotor," imbuh Naka yang tahu sifat sahabatnya ini.

"Bener tuh, Bos! Dia mau deket-deket sama penari lo itu!" timpal Irham yang justru menjadi kompor di sini.

Sontak saja Gibran langsung memukul lengan Irham yang begitu lemes sekali mulutnya.

"Ck! Kayak lo aja enggak!" protes Gibran yang tidak mau disalahkan sendiri. Harus ada teman.

Sedangkan Naka tidak menggubris lagi perdebatan yang terjadi pada dua sahabatnya tersebut. Dia mengabaikan mereka dan memilih diam menunggu hingga pintu lift terbuka tepat di lantai dua belas. Di mana unit apartemennya berada. Lantai paling atas di bangunan ini.

Ting!

Pintu lift terbuka. Naka keluar lebih dulu baru diikuti oleh dua sahabatnya di belakang. Naka mengeluarkan sebuah id card dari dalam dompetnya lalu membuka pintu apartemennya.

"Kok sepi, Bro?" tanya Gibran yang tidak bisa diam barang sejenak saja.

"Ya mana Bos tau, Gib. Orang kita masuknya bareng," sahut Irham sersya mendorong kepala Gibran. Sedangkan yang didorong justru cengengesan.

"Biar nggak sepi aja sausananya, Ir. Nggak kayak masuk ke rumah hantu gitu," imbuhnya lagi.

Irham menggelengkan kepala. Pria itu mencium bau sesuatu yang cukup menyengat. Setelah menaruh tas kerja milik Naka, Irham mengikuti arah asalnya bau menyengat ini.

"Lo masak, Bos?"

Plak!

Kali ini giliran Gibran yang memukul kepala Irham.

"Lo lupa? Dia datangnya sama kita!" sergah Gibran.

Sementara itu Naka menanggalkan jas yang dia pakai dan menggulung lengan kemejanya hingga sampai ke siku. Dia melangkah ke arah dapur, karena bau ini pasti berasal dari sana.

Pun begitu dengan dua orang yang selalu mengikuti langkahnya. Bukan karena takut ditinggal sendiri, melainkan mereka juga sangat penasaran.

"Astaga!"

Pekik Irham dan Gibran secara bersamaan ketika melihat bidadari yang tengah tersesat di dapur apartemen milik Naka. Mereka saling menutupi mata temannya, bukan mata mereka sendiri. Kecuali Naka. Pria itu tampak terdiam menatap seorang gadis dengan pakaian kurang bahan tengah sibuk menghadap ke arah kompor.

Terpopuler

Comments

Eni Rohmaeni

Eni Rohmaeni

ngakak sama 2 orang ini 🤣🤣🤣🤣

2023-10-02

0

Ass Yfa

Ass Yfa

Gina bener2,,,bikin geram Naka... nyut2 nggk yak... yg ada mereka beedua tuh Irham ama Gibran yg ngiler

2023-08-23

1

anita

anita

q cekakakn sndr bc novel ini,sumpah asyik bnget

2023-08-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!