Chap. 3

Bab. 3

"Apa alasan Om minta bantuanku?" tanya Gina yang mengubah cara bicaranya sedikit sopan. Karena bisa saja orang di hadapannya ini akan menjadi sumber rekening miliknya kalau saja kerjasama di antara mereka mencapai kesepakatan.

Sekarang ini mereka berada di sebuah restoran, karena request Gina yang mengatakan jika gadis itu lapar. Tentu saja Tania juga bersama dengan dirinya. Buat jaga-jaga saja, setidaknya kalau dirinya sampai dibungkus, masih ada yang menolong. Kalau ternyata tidak, ya lumayan lah, bisa makan gratis di restoran. Kapan lagi coba makan enak seperti yang ada di hadapan mereka saat ini. Pikir Gina yang sangat pintar sekali memanfaatkan sesuatu.

"Habiskan dulu makananmu," perintah pria itu. "Jangan panggil gue om, karena gue belum setua itu untuk dipanggil om." protes pria yang mengenakan kemeja hitam yang di gulung sampai siku juga bawahan hitam.

Gina meringis setelah menyuap satu nasi beserta lauk pauk yang dia sendok tadi. Mengunyahnya sebentar, lalu bertanya lagi.

"Maaf, nama anda siapa? Karena kita belum pernah bertemu sebelumnya. Juga aku lihat anda baru pertama ini datang ke club Naimos. Kenapa menawariku pekerjaan seperti itu? Kenapa bukan penari yang lain? Atau di club yang lebih elit, mungkin?" cecar Gina yang tidak memberi jeda serta ruang sedikit pun untuk pria itu menjawab pertanyaan yang terlontar dari mulut Gina yang penuh akan makanan.

Tania yang melihat itu pun langsung menyenggol lengan Gina.

"Sopan dikit sama calon sumber ATM lo, bego. Jangan ceplas ceplos. Langka ini!" tekan Tania dengan nada yang begitu lirih. Bahkan saat ini mereka terlihat seperti tengah berbisik.

"Lah! Punya sahabat gini amat. Malah dukung banget kalau gue jual diri beneran," protes Gina dengan suara biasa. Membuat pria yang ada bersama mereka berdehem.

"Boleh gue bicara?" tanya pria itu dengan wajah serius.

Gina dan Tania menoleh ke arah pria yang sempat mereka nistakan keberadaannya. Lalu Gina mengangguk samar, sedangkan Tania mempersilahkan dengan isyarat tangannya.

"Naka Kamajaya. Panggil saja Naka. Pekerjaan, berangkat pagi pulang malam. Usia dua puluh delapan tahun. Belum menikah. Jadi nggak usah khawatir kalau nanti lo bakalan dicap pelakor. Palingan cuma ...."

"Nggak usah diperjelas. Gue udah tau gue siapa. Jadi tersinggung gue kalau lo perjelas!" sahur Gina cepat di saat pria yang bernama Naka itu belum selesai mengucapkan kalimatnya. Gaya bicara gadis itu juga kembali ke setelan awal.

Lagi dan lagi Tania langsung memberi cubitan di paha sahabatnya tersebut. Juga mendelikkan matanya sebagai peringatan atas sikap Gina.

"Bukan salah gue, lah. Dia duluan yang mau rendahin gue. Ya walaupun emang bener gue jablay, tapi lo tau sendiri. Selama ini gue nggak pernah di sentuh sama mereka. Cuma goyang sama pamer doang!" protes Gina sedikit ngegas.

Tania mengangguk. "Berarti sebutan lo selama ini?"

Gina menggaruk lengannya seraya meringis ke arah Tania. "Jablay," jawabnya.

"Ya sudah! Nggak usah tersinggung! Dia juga bener kok ngomongnya." teman Tania semakin jelas. Membuat Gina cemberut dan mengalihkan pandangannya.

"Tau gitu nggak gue ajak lo ke sini." gerutu Gina.

Sedangkan Naka yang sedari tadi diam dsn menyimak obrolan para wanita yang ada di hadapannya itu, menghela napas. Jika seperti ini, tidak akan kelar urusannya.

Pria itu pun kemudian berdiri setelah mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dan menaruhnya di atas meja. Membuat Gina dan Tania sedikit heran. Lebih heran serta tak diduga, Naka menarik tangan Gina hingga gadis itu terpaksa berdiri dan mengikuti langkah pria yang memaksa dirinya saat ini.

"Eh, eh! Mau kemana ini, em ...!" Gina bingung sendiri mau memanggilnya bagaimana. Om atau kak. Atau mungkin mas. Karena kalau cuma dengan sebutan nama saja, itu jauh jauh kurang ajar. Sebab usia pria yang saat ini menarik tangannya selisih enam tahun dengannya.

"Diem dan jangan berisik!" sentak Naka menatap tajam ke arah Gina membuat Gina langsung kicep. Karena nada serta tatapan pria ini begitu mengerikan seketika ia rasa.

Sangat berbeda dari sebelumnya. Kali ini Naka bersikap lebih tegas. Karena permasalahan yang akan dia bahas benar-benar sangat penting menurutnya.

Sedangkan Tania ingin mengejar, akan tetapi ada seseorang yang menghalangi di tambah lagi suaminya juga menghubungi dirinya. Sehingga membuat wanita itu mengurungkan niatnya.

***

"Diam dan dengarkan apa yang gue katakan!" tekan Naka.

Perangai nya sangat berbeda dengan sebelumnya yang tampak santai. Kali ini aura otoriternya begitu kental. Sampai-sampai Gina yang biasanya banyak kata pun seolah kehabisan kata. Bukan bukan, maksudnya tidak mampu mengeluarkan sebuah suara dan hanya mengangguk menurut. Seperti anak anjing yang sudah berhasil dijinakkan dalam waktu sekejap aaja.

"Nggak usah bentak-bentak juga kali. Gue nggak budek," gumam Gina dengan suara lirih.

Saat ini mereka berada di dalam mobil milik Naka.

"Alamat lo mana?" tanya pria itu dengan nada dingin sambil menghidupkan mesin mobil.

"Jalan Kenanga," jawab Gina tanpa melayangkan protes. Tubuhnya terlalu lelah, malah diajak main culikan seperti ini. Sungguh menyebalkan. Waktu tidurnya terpangkas beberapa menit.

Naka pun menepikan mobilnya ketika berada di sekitar taman kota. Membuat Gina terkejut.

"Masih jauh, O—Pak!" protesnya yang tidak jadi memanggil Naka dengan sebutan om, tetapi malah memanggilnya dengan sebutan pak. Sial sekali bukan pria yang ada di balik kemudi tersebut.

Naka tidak menggubris lagi dirinya mau dipanggil apa. Terserah. Toh, bukan itu maksudnya di sini dan membawa gadis ini secara paksa.

Setelah mematikan mesin mobil dan memarkirkan mobilnya di tempat aman, Naka membuka kaca jendela untuk memudahkan udara masuk ke dalam mobil. Sehingga nanti mereka tidak terasa sesak karena kehabisan oksigen di dalam.

"Kembali ke tawaran gue sebelumnya," ucap pria itu dengan wajah seriusnya.

Membuat Gina yang semulanya ingin memejamkan mata, karena suasana terasa dingin dan enak untuk dibuat tidur sebentar. Akhir nya gadis itu mengurungkan niatnya. Membenahi posisi duduknya.

"Bentar bentar," cegah Gina. Gadis itu menggelengkan kepala, mencoba mengusir rasa kantuk yang mulai mendera. Mungkin karena tubuhnya juga begitu lelah yang menjadi faktor lainnya. "Tadi kata Kak Naka, aku suruh sembuhin penyakit Kak Nama?" ulang Gina yang mengingat inti dari tawaran Naka. "Jangan kaget gitu. Kurang sopan kalah aku ngomongnya sama kamu makai lo gue. Sedangkan usia Kak Nama aja jauh banget di atasku. Ntar dikiranya aku nggak ngerti attitude sama sekali. Meskipun minim, setidaknya aku paham dasarannya," jelas Gina ketika melihat raut Nama yang heran mengenai bahasa yang Gina pakai.

Cetak!

"Bagus kalau kamu tahu," sahut Naka menyentil kening Gina lalu pria itu menatap serius.

Kemudian Naka pun menceritakan mengenai penyakit yang dia alami dari sebab dan penyebabnya dari mana. Karena dulu tidak seperti itu. Naka juga bukan tanpa alasan tiba-tiba saja mencari seseorang untuk membantu dirinya.

"Kenapa harus aku?" tanya Gina yang juga serius. "Banyak gadis yang lebih seksi dariku."

Pertanyaan itu membuat Naka terdiam.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Nama apa Naka sih namanya??

2024-04-04

0

🍌ᴿᵈ🌜︎Uʅαɳ RҽɱႦυʅαɳ👏

🍌ᴿᵈ🌜︎Uʅαɳ RҽɱႦυʅαɳ👏

nah loh 🤭 jawab Naka 🤣🤣
Naka sama nama jauh ya 🤭

2023-08-24

1

herka ratri

herka ratri

malah dijawab lagi..wkwkwkwk..

2023-07-31

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!