Orang tua normalnya, jika anak baru pulang akan disambut dengan pelukan dan menanyai kabar, tetapi tidak dengan Alaric yang baru saja menginjakkan kaki di depan mensionnya.
Enzo yang saat itu berada didepan rumahnya langsung berjalan cepat mendekayi Alaric, tampa babibu melayangkan kepalan tangannya, untung saja Alaric dengan sigap menghindar.
Beberapa menit mereka melakukan sparing dengan ditonton oleh anak buah Daddynya. Umur Daddynya yang tidak lagi tua tidak menghambat gerakan pria itu, yang terkadang membuat Alaric kualahan menghindar dari setiap serangan mematikannya.
"Mummy!"
Jalan satu-satunya adalah berteriak memanggil Mummynya meminta pertolongan agar wanita itu keluar dan menghentikan kegilaan Daddynya.
Yang bisa menghentikan Daddynya dari segala hal kegilaan pria itu hanya Mummynya, Hana. Perempuan asli indonesia begitu dihargai oleh keluarga dan beberapa anggota Czarom lainnya.
"Can you stop?, I want to hug my son."
Kalimat datar tampa nada itu menghenyikan gerakan Enzo.
Alaric menyengir pada Daddynya sebelum berlari menghampiri Hana yang berdiri tidak jauh darinya.
Buk ...
"Aw .... aduh ..."
Satu pukilan dilengannya dan tarikan kuat di telinganya membuat Alaric meringis seketika.
Meski Hana dan Ara wanita yang terlihat sabar dan pengertian, yang membedakan mereka adalah tangan, Hana tidak akan segan-segan menjewer atau menyetil telinga Alaric dan Emma setiap kali mereka melakukan sesuatu kesalahan sebelum menasehati keduanya, karena bagi Hana lebih baik dia yg menjewer anaknya dari pada Enzo yang turun tangan dan berakhir dengan mereka berdua kelelahan harus emlawan Enzo.
"Apa kamu tidak merindukan Mummy?" Hardir Hana menggunakan bahasa Indonesia.
Alaric menyengir, memeluk Hana dengan menekuk lututnya sehingga dia bisa bersandar pada dada sang Ibu karea tubuhnya lebih tinggi dari Hana.
"Kamu selalu susah dihubungi, maka dari itu Mummy minta Daddy untuk membawamu pulang"
Perlahan Alatic melepaskan pelkkannya dan menatap Hana dengan helaan nafas pasrah sekaligus lega, sepertinya dia dipaksa pulang bukan untuk menyelesaikan hal besar.
Buk ...
Sebelah higheel mengenaik kening Alaric tampa bisa dia hindari, karena terlalu fokus pada Hana sehingga tidak menyadari keberadaan sang adik yang menatap nyalang padanya.
Keluarga mereka memang keluarga tukang pukul, semua kasih sayang dicurahkan dengan pukulan bukan pelukan.
"Kenapa aku pulang dianiayah begini?" Keluh Alaric dengan wajah sedihnya seolah menderama tisir semakin mendekati Hana memeluk Hana erat.
Tepat ternyaman setiap kali pulang adalah pelukan Hana sang Munny, Alaric malah sebisa mungkin selalu menghindar dari Emma dan Enzo yang selalu kompak menganiayanya lahir dan batin.
Plak ....
Enzo menggeplak tengkuk Alaric dan menarik Hana lepas dari pelukan Alaric. "Emma need you"
"Ayolah Dad, aku baru sampai biarkan ..."
"Kalau begitu silahkan istirahat dan bermanja-manjaan dengan Mummymu" tenang namun tatapan mata Enzo menyiratkan sesuatu, "kami tidak keberatan kalau anak kami lama disini, bukan begitu Honey?."
Enzo menatap Hana dnegan tatapan penuh cinta seperti biasanya.
Kata 'lama' memiliki banyak arti didalamnya, membuat Alaric menghela nafas dan pasrah saja berjalan perlahan menghampiri Emma dan memeluknya. "I'm sorry" bisiknya lirih agar tidak terdengar oleh kedua orang tuanya.
"Pulanglah sesekali biarkan aku istirahat" ucap Emma lirih dengan nada meminta.
^-^
Rambutnya dia cepol sembarangan, tangannya sibuk membersihkan peralatan makan dan beberapa alat dapur yang baru saja dia gjnakanz.
Ameera baru saja selesai masak dan sarapan sebelum berangkat kerja, dia sudah berpakaian dan siap bekerja.
Dret ...
Ponselnya bergetar menghentikan gerakan Ameera dan menoleh kesamping tepat dimana ponselnya dia letakkan.
Al
Dalam sehari entah berapa kali nantinua Alaric akan menghubunginya.
Pria satu itu sepertinya tidak mempunyai pekerjaan dinegaranya, padahal baru tiga jam yang lalu menghubungi Ameera, kali ini pria itu malah kembali menghubunginya.
Saat ponselnya bergenti bergetar, Ameera pikir Alaric berhenti untuk menghubunginya, ternyata pria itu malah berali melakukan panggilan video call membuat Ameera menggelengkan kepala tidak habis pikir.
"Kenapa tadi gak d angkat?" Keluh Alaric dengan wajah merengut.
Ameera terkekeh kecil, "lagi cuci piring, emangnya ada perlu apa?."
Wajah Alaric berubah seratus delapan puluh derajat, Alaric bahkan tersenyum lebar. "Gak ada apa-apa banya kangen."
Mata Ameera langsung berotasi mendengarnya.
"Udah mau kerja?"
"Iya ini mau siap-siap"
Ameera membawa ponselnya kekamar dan meletakkannya begitu saja di depan meja rias, sedangkan dia duduk di kasur memasukkan peralatan apa saja kedalam tas yang akan dia bawa kerja.
Tidak ada suara dari Alaric sehingga Ameera melirik ponselnya dan melihat pria itu tersenyum lebar namun layar ponselnya bergerak-gerak menandakan jika pria itu sedang berjalan entah kemana.
"Kamu disana gak ada kerjaan ya, kenapa sering gangguin aku?."
Terdengar kekehan Alaric disebrang, "bentar lagi aku ngurus sesuatu sama Emma maka dari itu aku.gangguin.kamu."
Tiga kata terakhir penuh penekanan dan diakhiri dengan cengiran Alaric membuat Ameera terkekeh kecil dan berjalan duduk di depan meja rias mulaj beraiap-siap bekerja.
"Apa kamu merasa terganggu dengan teleponku?" Suaranya terdengar serius kali ini.
Sejenak Ameera menghentikan gerakannya dan melirik Alaric lalu menghela nafas kecil.
Ameera tidak langsung menjawab pertanyaan Alaric, nyatanya dia memang merasa terganggu, namun juga risih karena Alaric selalu menghubunginya dan memberitahu apa yanga kan dia lakukan atau mau kemana seakan mereka terikat dalam suatau hubungan.
Disisi lain, Ameera merasa sesuatu yang berbeda dalam hidupnya, seakan ada secerca warna dan hidupnya yang begitu gelap yang selama dua tahun terakhir hidupnya hanya diisi kerja dan tidur.
"Merasa terganggu banget sih enggak" lembali Ameera melanjutkan dandannya, "hanya saja aku tidak suka kalau kamu menghubungiku terus menerus."
"Kenapa?, dulu kita memang seperti ini."
Kali ini Ameera menghadap sepenuhnya pada layar ponselnya seakan mereka berdua sedang bersitatap.
Terlihat jika Alaric merengut menatapnya, membuat Ameera lagi-lagi menghela nafas.
"Aku minta maaf kalau kamu merasa terganggu" ucap Alaric lirih.
"Al" panggil Ameera lembut, "dulu dan sekarang berbeda, tolong di gatis bawahi" lanjutnya.
Mereka terduiam beberapa saat.
Ameera pura-pura sibuk tidak lagi menatap kelayar ponselnya.
"Kenapa dulu malah nikah dan tidak menungguku?"
Pertanyaan Alaric menghentikan seluruh gerakan Ameera.
"Kamu merasa hubungan kita yang hanya sekedar pacar online, yang tidak ada masa depan ya?."
Diam-diam Ameer aterlaget mendengar tebakan Alaric, tetapi sebisa mungkin dia tidak memperlihatkannya.
"Padahal hampir lima tahun kita sama-sama nyaman dengan hubungan yang hanya pacar online, kenapa malah memutuskan menikah dan menghilang begitu saja?, apa aku punya salah?."
Sejenak Ameera memejamkan mata sebelum menggeleng pelan, "come on Al ... hububgan kita hanya didunia maya dan aku butuh seseornag yang nyata disampingku dan ..."
"Kalau kamu bilang aku pasti akan menemuimu dan kita menikah selesai" Alaric memotong kalimatnya dan mengatakannya dengan mengatakannya penuh tekanan.
Ameera berdecak mendengarnya, kembali menjauh dari ponselnya malas untuk melanjutkan percakapan mereka.
Malas dan amat sangat malas jika harus mengingat masa lalu, karena kebodohan dan pemikiran pendeknya yang emmbuat dia salah melangkah dan berakhir mengenaskan dengan kesendirian seperti sekarang.
"Kalau kita nikah lima tahun lalu, anak kita mungkin berumur empat tahun dan sudah masuk kindergarten."
Seakan tidak percaya dengan apa yang dia dengar, Ameera menoleh layar ponselnya dan menatap Alaric demgan mata yang berkedip-kedip terperangah.
Lain halnya dengan Alaric yang tersenyum-senyum, "tapi kalu kita nikah sekarang juga tidak ..."
"Ah .... aku mau kerja udah mau telat bye!" Seru Ameera heboh dan memutuskan panggilan mereka.
^-^
Tidak ada lagi wajah cubby dan mata almond yang selalh menarik perhatiannya, perempuan itu memutuskan panggilan video call secara sepihak.
Alaric malah tertawa lepas, tidak marah atau tersinggung dengan kelakuan Ameera, padahal dia yang menghubungi perempuan itu, tapi malah Ameera yang mengakhiri panggilan videp callnya.
Saat sadar alan situasi disekitarnya, Alaric menghentikan tawanya dan menatap kearah sekitar. Beberapa anak buah Enzo menatap kearahnya dengan berbagai ekpresi yang berbeda, bahkan saat menatap kearah pintu dia menemukan Enzo yang menatap tajam padanya dan hanya Alaric balas dengan senyum kecil beberapa detik.
"She is Amor?"
Kepala Alaric berputar menoleh ke sisi lainnya, menatapa Emma dengan tatapan tidka suka. "Ameera, hanya aku yang boleh panggil dia Amore."
"Whatever" ucap Emma cuek dna berjalan menghampiri kerjmunan anak buah Enzo.
"Cepat berangkat" perintah Enzo tegas.
Alaric hanya menghela nafas, dengan patuh berdiri dan mealngkah menghampiri Emma.
Jika berada dinegarnya, maka hidupnya tidak akan kembali tenang seperti di Indonesia.
Meski Alaric tahu betul jika Enzo, Hana dan mereka semua menginginkan ketenangan, namun ketenangan yang mereka inginkan butuh perjuangan untuk sampai ketahap sana, dan itu yang sedang diusahakan sang Daddy.
Halo
^-^
.
If you don't mind please leave a 👍Like and 💬Comment
Because it means a lot to me 😇 Thank you 😉 have a nice day 😄
Love You 😘
Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments