Dret ...
Dret ...
Dret ....
Baru saja Alaric mengaktifkan ponselnya puluhan pesan dan Dm bermunculan, dan sekalipin dia tidak penasaran siapa yang sedang mengubunginya, karena sebagain besar pasti dari Yogi sang PA (Personal Asistennya) yang sedang kelimpungan.
"Gue mau tunggu diluar sekalian mau nelpon Yogi"
Tampa menunggu tanggapan ketiga temannya, Alaric melangkah keluar dari ruang inap ibu Rio menuju lobby rumah sakit.
Dia menghela nafas melihat banyaknya pesan dari Yogi, dan mengerutkan kening kala melihat salah satu pesan yang masuk ada nama Emma (adik kandungnya) yang masih tinggal di negara kelahiran mereka menemani Daady dan Mummy Alaric karena pusat bisnis keluarga berada dinegara itu dan Emma yang menghendelnya.
"Ada apa?"
Alaric langsung mengubungi Emma, dia menggunakan bahasa inggri karena Emma tidak begitu fasih dalam berbahasa Indonesia tidak seperti dirinya, dari pada nanti belibet lebih baik dia berbicara bahasa Inggris dengan sang adik.
"Kapan pulang?" Tanya Emma terdengar sedikit merengek.
Seperti biasa, pertanyaan itu akan menjadi kalimat pertama yang akan Emma lontarkan padanya, bukan bertanya kabarnya atau sekedsr basa basi dulu.
"Aku masih tidak bisa pulang, kalau jadwal sudah longga baru pulang."
Dan jawaban Alaric selalu sama, tidak bisa pulang karena jadwal yang padat.
"Alasanmu selalu saja sama brother ..." Emma mengerang mengeluh kesal.
Alaric tersenyum dibalik masker yang dia kenakan.
Memang apa lagi yang bisa selalu dia andalkan selain jadwalnya yang padat menjadi alasan satu-satunya agar tidak pulang kenegaranya, karena Alaric malas harus bertemu orang-orang disekitar Daddynya, apalagi mengurus bisnis dan permasalahan mereka.
Emma merengek memintanya pulang bukan karena merindukannya, tetapi pasti memintanya menghendel bisnis keluarga mereka sedangkan perempuan itu akan menggunakan waktu emasnya untuk tidur seharian.
"Apa kamu tahu, permasalahan disini semakin pelik" keluh Emma, Alaric tahu apa yang terjadi tetapi dia memilih diam mendengarkan cerita Emma. "Cammon brother ... Aku tidak bisa terus menerus menggantikan peranmu sebagain anak laki-laki dan tertua diklan keluarga kita, aku ...."
Klan ...
Satu kata itu membuat Alaric memijat keningnya yang tiba-tiba berdenyut mengingat beban Emma dalam keluarga seharusnya dia yang memikul, tetapi Alaric tidak suka jika berurusan dengan orang-orang yang susah diatur dan hanya duduk dibelakang meja.
Sambil mendengar Emma yang terus saja bercerita dan sesekali mengomelinya, Alaric mengedarkan pandangannya keseluruh halaman rumah sakit dan terhenti pada satu titik, Ameera Latusha tidak jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Seseorang membuntutinya sejak Ameera turun dari motor, terlihat mereka berdebat dan sesekali Ameera menyentah tangan pria itu membuat Alaric mengerutkan kening saat mendengar kalimat yang dilontarkan Ameera tidak sengaja terdengar olehnya.
"Kita sudah bercerai dan tolong jangan mencariku!"
^-^
Karena hanya memasak sedikit, Ameera membeli makan malam untuk Regan, Belda, Aslan, Alaric dan sekalian untuk Rio dan Gana.
Beberapa kali Ameera kena tegur atasannya karena membiarkan ruang inap Ibu Rio penuh dengan teman-temannya, untung saja kamar Ibu Rio VVIP jadi atasannya segan untuk menegur mereka secra langsung dan malah menegur Ameera.
Baru saja Ameera melangkahkan kaki menjauh dari parkiran khusus karyawan dengan keresek ditangannya, seseorang tiba-tiba menghadang jalannya.
Mata Ameera membola melihat siapa yang berdiri tepat didepannya dengan wajah kusut namun mencoba tersenyum padanya.
"Ameera ini udah lebih dua tahun" terdengar lirih dan memelas, "masih tidak mau mendengar penjelasanku?."
Seakan biasa, Ameera melangkah pergi dari hadapan pria itu.
"Jangan selalu menghindar begini" pria itu kembali menghadang langkah Ameera, "tolong katakan sesuatu, diammu membuat saya selalu dihantui perasaan bersalah Ameera."
Senyum sinis Ameera terbit, "syukurlah" ucapnya sebelum kembali melangkah pergi.
Grap ...
Pria itu mencekal pergelangan tangan Ameera cukup erat sehingga Ameera berbalik badan dan berusaha melepas tangannya.
"A ..."
"Ini tempat saya bekerja" potong Ameera dengan nada emosi sebelum pria itu kembali membuka suara, "jangan membuat keributan. Kita sudah bercerai dan jangan lagi mencariku Pak Andre, apa anada ingin saya kembali diberhentikan dari pekerjaannya saya gara-gara membuat keributan?."
"Saya hanya mau meminta maaf dan menjelaskan semuanya saya ...."
"Saya sudah memaafkan anda!" Bentak Ameera kali ini dengan suara tidak tertahan.
"Tapi kenapa kamu tidak mau lagi berbicara dengan saya"terlihat jika pria begitu memaksa, "setidaknya hubungan kita bisa diperbaiki atau bakan kembali rujuk."
Ameera terdiam lalu tertawa kecil dan beberapa detik kemudian menatap dingin pada Andre. "Maaf Pak, apapun yang terjadi kita tidak akan seperti dulu."
"Kamu masih mencintai saya, begitupun saya" dengan penuh kepercayaan menatap Ameera dalam. "Jadi apa salahnya kalau kita ..."
"Tidak" Ameera menyentak tangannya hingga terlepas dari tangan Andre, "tidak ada perasaan cinta sedikit pun!."
"Kalau begitu kenapa kamu tidak menikah lagi?."
Ameera menatap nyalang pada Andre, "itu urusan saya."
"Masih urusan saya juga, karena kita pernah ada hubungan pernikahan dan saya masih cinta sama kamu."
Beberapa orang mulai kasak kusuk melihat kearah mereka berdua.
Ameera meraup wajahnya jengah dengan kata-kata Andre yang selalu saja dia ulang setiap kali menemui dirinya, padahal sudah beberpaa kali Ameera pindah tempat kerja sampai akhirnya memutuskan kembali ke Madura dan pindak tempat tinggal bukan menempati rumah milik orang tuanya demi menghindari Andre menemuinya lagi, tetapi entah tahu dari mana pria itu kembali menekukan keberadaanya.
Puk puk ...
Ameera menoleh kesamping, seseorang merangkul dan menepuk pundaknya bahkan menarik dirinya mendekat hingga menepel dengan dada pria disampingnya.
Mata pria itu menyipit, Ameera yakin jika Alaric sedang tersenyum dibalik maskernya, ya ... yang merangkul Ameera adalah Alaric Lorenzo Romanov.
"Jangan terlalu percaya diri Pak, itu juga tidak baik" ucap Alaric penuh tekanan.
Tatapan Ameera masih tertuju pada Alaric mencoba menjauh tetapi pria itu malah kembali menarik kepala Ameera mendekat, berbeda dengan tatapan Alaric yang menatap Andre dengan lekat.
"Saya Eric, pacar Ameera" dengan penuh penekanan membuat Ameera mengerjabkan matanya tak percaya.
Bahkan Alaric menjulurkan tangannya pada Andre yang tidak disambut oleh pria itu.
"Tidak mungkin" bantah Andre.
Jagankan Andre yang tidak percaya, Ameera juga tidak percaya dengan pendengarannya, terlebih Amaric memperkenalkan dirinya dengan nama Eric, panggilang Ameera untuknya dulu.
Sebelah tangan Ameera yang tidak memegang keresek makan malam mereka diam-diam mencubit pinggang Alaric mencoba mengingatkan pria itu agar tidak terlalu dalam ikut campur urusannya.
Bukannya mengerti, tangan Alaric yang terulur tadi mengacak-acak rambut Ameera dan menatapnya lembut seakan-akan disana memang ada cinta.
"Amor, apa dia masih selalu menemuimu?" Tanyanya sangat amat lembut.
Siapa yang mendengarnya pasti akan percaya jika Amaric begitu mencintainya, andai saja masker Alaric dilepas itu akan semakin membuat semua orang yang mendengar dan melihat wajahnya percaya.
'Pantas saja dapat penghargaan aktor pendatang terbaik' puji Amerra dalam hatinya.
Dengan sengaja Alaric bahkan memiringkan kepalanya dan menyandarkannya di puncak kepala Ameera. Seandainya tidak ada Andre didepannya, pasti sudah Ameera mengamuk dan menjitak kepala Alaric.
"Bisa anda pergi?" Dingin dan penuh penekanan, "atau mau saya panggilkan security?, karena saya tidak suka jika ada orang yang mengganggu ketenangan hidup pacar saya."
^-^
Tidak ada direncana Alaric akan ikut campur urusan Ameera dan mantan suaminya itu, tetapi melihat pergelangan tangan Ameera yang memerah setelah perempuan itu menyentak tangannya agar lepas dari genggaman tangan mantan suaminya membuat Alaric kecal.
Dia tidak suka melihat kelakuan pria kesar pada seorang perempuan, terutama perempuan yang dikenalnya.
"Aw ..."
Alaric mengadu memegangi pinggangnya yang mendapat cubitan kedua dari Ameera setelah Andre pergi dari hadapan mereka berdua.
Padahal Alaric yakin, jika tubuhnya cukup kekar dan tidak meiliki lemak, tetapi kenapa bisa Ameera masih bisa mencubitnya dan terasa menyengit pula.
"Kenapa ikut campur" hardik Ameera dengan mata melotot.
Alaric terkikik gemas dengan raut wajah Ameera dan matanya yang masih saja membuat Alaric tertarik.
"Maaf" ucapnya lirih, "tapi memang benar bukan kamu pacarku."
"Idih ... enggak."
"Meski kamu nikah sama dia kita masih mempunyai status pacaran, karena tidak ada kata putus."
"Al" desis Ameera.
"Eric, panggil aku Eric, Amor" pinta Alaric dengan suara merajuk.
Tangan Ameera memijat keningnya.
Tangan Alaric terulur juga hendak memijat kepala Ameera yang mungkin terasa pusing karena kedatangan mantan suaminya tetapi Ameera tepis dan malah mendapat pelototan.
Lagi-lagi Alaric terkikik bukannya takut.
Tuing tuing tuing ....
Telinga Alaric yang mendengar suara sirine Ambulan berfrekuensi cepat yang menandakan ambulans sedang membawa pasien dengan kondisi gawat darurat langsung menarik Ameera untuk minggir.
Mereka berada di depan lobbi rumah sakit, dan tepat disamping lobbi ada ruang gawat darurat.
Serapat mungkin Alaric memejamkan mata, agar tidka melihat sesuatu yang bisa membuatnya hilang kendali.
"Kamu bawa kedalam"
Ameera menyodorkan kantong pelastik kedadanya sehingga Amaric terpaksa membuka mata dan tidak sengaja melihat orang yang perlahan diturunkan dari dam Ambulan.
Darah ...
Tubuhnya gemetar seketika, tangannya mencengkram pundak Ameera mencoba berpegangan agar tidak jatuh kelantai.
"Al kenapa?"
Perempuan itu mengetahui sesuatu yang salah.
Tatapan Alaric tidak bisa berpaling dari pasien itu hingga Ameera yang berdiri tepat didepannya dan berjinjit mengalihkan perhatian Alaric.
Tubuh Alaric seketika melemas dan duduk ditanah, nafasnya mulai memburuh.
Sesekali mendengar panghilan dari Ameera yang menepuk pipinya.
^-^
.
Love You 😘
Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments