Trauma

Panik ...

Jangan ditanya, tubuh Alaric tiba-tiba melemas dan terduduk di tanah begitu saja, nafasnya memburuh.

Ameera dengan tenang mencoba untuk tidak menarik perhatian orang lain karena status Alaric, berjongkok dan menepuk-nepuk pinggung Alaric mencoba menenangkan. Sesekali Ameera meneluk pipi Alaric menyadarkannya, namun pria itu malah memejamkan mata.

Merasa tubuh Alaric mulai menggigil, Ameera mengambil ponselnya dan menghubungi Regan sebelum dia memaksa Alaric menghadapnya dan menautkan tatapan mereka.

"Alaric ini kenapa?" Tanya Ameera sambil menatap Alaric lekat, "cepat kedepan disamping ruang UGD sekarang"

Ameera tidak lagi perduli pada ponselnya setelah mengatakan kalimat itu, entah panggilan terus berlanjut atau tidak Ameera tidak perduli setelah tubuh Alaric melemas dan menyandarkan kepalanya kepundak Ameera.

Perlahan Ameera membuka masker Alaric dan mendekap kepala Alaric semakin tenggelam dalam pelukannya agar orang-orang tidak melihat secara jelas wajah Alaric.

Beberapa detik mereka terdiam dengan posisi seperti itu, hingga Ameera tersentak kaget karena salah satu tangannya digengham erat oleh Alaric, dan perlahan terdengar nafas pria itu mulai teratur, membalas dekapan Ameera dan semakin menyenbunyikan wajahnya.

"Bisa bantu pergi dari sini sebelum orang-orang pada kumpul?"

Terdengar lirih dan lemah.

Ameera mengangguk, perlahan membantu Alaric berdiri dan menjauh dari lobby, kearah parkiran kendaraan para karyawan rumah sakit.

Masih panik, Ameera mengambil botol air minum yang tadi lupa dia bawa kedalam rumah sakit didekat stir motornya dan menjulurkannya pada Alaric.

Alaric yang sudah bersandar pada motor Ameera menatapnya dalam diam.

Seakan tersadar Ameera menyengir, melirik botol ditangannya dan Alaric bergantian. "Maaf, aku beliin yang baru kamu ..."

"Thanks"

Baru saja Ameera hendak menarik tangannya, Alaric sudah mengambil botol dari tangan Ameera dan menenguk airnya secara langsung.

^-^

Ruang UGD.

Dua kata itu membuat Regan panik sehingga berlari keluar rumah sakit tampa menghiraukan tatapan para dokter dan orang-orang yang melihatnya.

Bahkan dibelakangnya ada Javir dan Aslan yang ikuti berlari keluar rumah sakit tidak kalah paniknya.

Regan menghentikan langkah kakinya menatap kearah samping kiri lobby didekat ruang UGD, tidak ada Alaric dan Ameera disana, hanya ada ambulance dan cleannig service yang mengepel lantai yang berceceran dengan ...

"Darah" guman Regan.

"Alaric ngeliat darah?"

Javir langsung menyimpulkan yang diucapkan Regan barusan.

Tampa Regan jelaskan apa yang terjadi saat Ameer menelponnya, Asland an Javir langsung tahu bahwa ada yang tidak beres, terlebih mereka sedang dirumah sakit tempat yang membahayakan bagi Alaric.

"Disana" seru Aslan langsung berlari kearah parkiran khusus karyawan.

Semua ikut berlari panik melihat Ameera berdiri didepan Alaric yang duduk cukup dekat dan menatapnya dalam.

Regan yang khawatir terjadi sesuatu dengan kedua sahabatnya itu bahkan berlari cukup cepat melewati Aslan yang lebih dulu berlari diantara mereka bertiga.

Tangan Regan menarik Ameera menjauh dari Alaric, "Mela ok?" Tanyanya pada Ameera dengan nafas memburu.

"Ya" jawah Ameera dengan kening mengerut.

Perhatian Regan beralih pada Alaric setelah mengenbunyikan Ameera dibalik tuhuhnya, "Daf?" Panggilnya dengan nada bertanya seakan mencoba memastikan sesuatu.

"Alaric" panggil Aslan.

"Who are you?" Bahkan Javir langsung mencengkram kerah Alaric.

Terlihat Alaric hanya menatap kearah Regan lalu beralih pada tangan Regan yang menggenggam pergelangan tangan Ameera sebelum Alaric terenyum lemah pada ketiga temannya secara bergantian.

"I'm sill Alaric"

Semua langsung menghela nafas lega mendengarnya, hanya Ameera yang menatap wajah mereka berempat dengan tatapan tak mengerti apa yang terjadi.

"Emangnya dia punya trauma lihat ambulance?"

Setelah tadi mereka menghela nafas lega secara bersamaan kali ini mereka malah tertawa dengan apa yang dipertanyakan oleh Ameera.

Bahkan Alaric yang masih pucat ikut tertawa mendengarnya.

^-^

Karena nasi yang Ameera beli dimakan kucing dan berserakan, akhirnya Ameera memutuskan untuk memasak makan malam untuk mereka semua dirumahnya.

Untung saja empat lelaki itu bisa membantunya memasak, jadi bukan hanya dia dan Belda saja yang berkutat dengan peralatan dapur, sehingga dalam tiga puluh menit semua selesai, mereka bersama-sama makan lesehan di atas tikar yang digelar.

Mata Ameera menatap Regan yang masih saja sama seperti dulu, dia tidak terlihat sebagai seorang pewaris perusahaan Ganendra group, bahkan Alaric dengan santainya duduk menyilangkan kaki dan makan menggunakan tangan seperti Ameera dan Regan.

Ameera menundukkan kepala dalam, diam-diam menghela nafas sebelum tersenyum lebar, bahagia ... setelah beberapa tahun terakhir ini dia hidup sendiri dirumah ini tampa ada canda gurau dan kehangatan kebersamaan seperti sekarang.

Setelah mereka makan Ameera mencuci piring, sedangkan yang lainnya kembali merapikan ruang tamu Ameera kesedia kala setelah di sulap menjadi tempat makan malam mereka barusan, dan menyapu ruangan yang sejak tadi pagi belum sempat Ameera sapu.

"Mau aku bantu?"

Tiba-tiba saja Alaric sudah berada disampingnya mengambil piring bersih dari tangan Ameera dan meletakkannya di tempat tirisan piring yang telah dicuci.

"Jangan sia-siakan tanganmu" ucap Ameera dengan nada sarkasme.

Alaric tertawa kecil mendengarnya, "yang aku jual wajahku bukan tangan."

Mereka tertawa bersama.

Ameera kembali fokus mencuci piring, tidak lagi menatap Amaric yang berdiri disampingnya.

"Terima kasih untuk yang tadi" terdengar tulus ditelinga Ameera, membuat Ameera meliriknya sebentar. "by the way ... aku trauma pada darah, bukan pada ambulance."

"Oh ... aku kira trauma pada Ambulance."

Alaric tertawa kecil. "Sama daran dan goncangan jika didalam mobil lebih tepatnya."

Kepala Ameera mengangguk mengerti.

Mereka kembali terdiam beberapa saat, hingga Ameera bingung mau memulai pembicaraan apa diantara mereka, dan akhirnya Alaric kembali membuka suara memecahakan kesunyian.

"Kurang lebih setelah sebelas tahun, hari ini kali pertama aku menginjakkan kaki di rumah sakit."

"Oh ya?" Ameera menoleh sejenak menatap Alaric dengan mata membola tak percaya, "untuk menghindar dari kemungkinan melihat darah?."

Kepala Alaric mengangguk membenarkan, "kalau darahnya sedikit aku masih bisa kontrol, tapi kalau banyak dan seperti tadi aku biasanya sudah lost control."

"Kalai traumamu kambuh biasanya kamu kenapa? Pingsan?".

Alaric terdiam, bersandar pada kichen set menatap kosong kedepan.

Semua cucian piring kotormya telah selesai, Ameera mencuci tangan dan menatap Alaric lekat, seakan-akan ingin menyelam dalam pikiran pria itu yang tiba-tiba terdiam.

"Al ..."

"Lebih buruk dari pingsan Amore."

Ameera terkesiap mendengarnya, "bisa sesak nafas sampek harus pakai bantuan tabung oxigen gak?."

Alaric tertawa kecil, terdengar pilu sambil menunduk dalam sebelum menatap Ameera lagi dengan tatapan yang sendu.

"Lebih dari itu dan gak akan pernah kamu bayangkan ..." kalimat Alaric menggantung dan menunjuk pelipis Ameera, "dalam otakmu sekalipun."

Tak sengaja tatapan mereka malah bertemu, membuat mereka sama-sama terdiam kembali.

Ini pertama kali Ameera membalas tatapan mata Alric tampa perasaan khawatir atau sejenisnya, bahkan tampa pria itu menggenakan masker seperti sebelumnya sehingga terlihat jelas seberapa tajam tatapan Alaric padanya.

"Mel"

Panggilan dari Regan yang berjalan memasuki dapur memutuskan tautan mata mereka.

Ameera langsung menghudupkan kran pura-pura mencuci tangannya, lain halnya dengan Alaric yang masih menatapnya terang-terangan seakan tidak terganggu dengan kehadiran Regan.

"Bisa minta tolong bawa Belda sebentar gak?" Pinta Regan sambil melirik Alaric, "kemana saja terserah."

"Kenapa?" Ameera berbalik badan, menatap Regan dan Alaric bergantian.

"Kami berempat butuh bicara masalah bisnis kami."

Kening Ameera mengerut, "cie ... bisnis .... emangnya sepenting apa bisnis kalian?."

"Cukup besar" ucap Regan dengan penuh keyakinan, "jadi aku minta tolong."

Regan menepuk pundaknya sebelum kembali melangkah keluar dari dapur, kembali meninggalkan Ameera berdua dengan Alaric.

"Cari aja hotel Raja Throne, dan itu adlah salah satu bisnis kami."

Dan sebelum pergi Alaric mengecak-acak puncak kepalanya membuat Ameera kesal.

"Raja Throne apaan coba?"

Karena penasaran Ameera mengeluarkan ponsel dari sakuna dan mulai mebgetik huruf demi huruf dikolom pencarian, dalam beberapa detik Ameera mengerjabkan mata dan menoleh kearah ruang tamu tempat empat pria itu berkumpul dan Belda juga.

"Mereka masih merasa kurang kaya atau apa sebenarnya?."

^-^

.

Love you 😘

Unik Muaaa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!