Dirumah megah dengan halaman luas berhektar-hektar, satu-satunya rumah yang dimiliki Alaric d Indonesia.
Yogi melangkah dengan langkah kaki lebarnya menyusuri setiap lorong dan ruangan rumah Alaric mencari aktornya itu yang sejak semalam tidak mengaktifkan teleponnya.
Nafasnya memburu, padahal baru sekali dia mengelilingin rumah yang luas milik Alaric, sudah membuat dia ngos-ngosan.
Pada akhirnya karena putus asa dan lelah, dengan lemas Yogi menyerah dan duduk dikursi teras menatap kosong kedepan, menerka-nerka kemana perginya Alaric, bahkan di beberapa apartement yang biasa Alaric gunakan juga tidak menunjukkan adanya keberadaan Alaric disana.
"Au ... Au ..."
Karena tidak mampu lagi bergerak, Yogi hanya melirik kesamping.
Seorang Pria berbadan besar berdiri tidak jauh darinya dengan tangan memegang dua tali hewan peliharaan.
Raut wajah dan tatapan datarnya tidak dapat menyembunyikan ketampanan dan statusnya yang bukan asli orang Indonesia.
"Bidi" panggil Yogi lirih, "Alaric mana?."
Bidi - supir sekaligus bodyguard Alaric yang ditunjuk langsung oleh orang tua Alaric hanya dimengerutkan keningnya menatap bingung pada Yogi.
"Bukannya kekantormu?" Bidi malah balik bertanya, "tadi bos bilang mau menemui Yogi" jelasnya dengan aksen Indonesia belibet masih kebarat-baratan.
Meski sudah empat tahun dia tinggal di Indonesia bersama Alaric tetap saja dia masih kesusahan karena jarang berbicara kecuali dengan Alaric, ketiga teman Alaric - Regan, Aslan dan Javir, PA Alaric - Yogi dan orang-orang tertentu di management Alaric.
Bidi lebih banyak diam dengan wajah dinginnya sepanjang waktu.
Tangan Yogi mengacak-acak rambutnya dan menendang-nendang udara dengan kesal, Alaric pasti menghilang entah kemana seperti biasanya.
"Dia gak kekantor" mata Yogi memerah menahan marah menatap Bidi, "kenapa kamu gak ikut dia?, kamu kan boduguard sekaligus supirnya?, aku sudah kirim jadwal dia kekamu."
Dan tampa dengan santainya Bidi hanya mengangangkat dua tali di tangannya, "bos minta aku nemenin Zabu dan istrinya yang sedang hamil jalan-jalan."
Mata Yogi melotot tajam.
"Agar persalinannya lancar katanya" lanjut Bidi dengan polosnya.
Dia tidak sadar jika Yogi sedang geram dengan setiap kata yang dia lontarkan barusakan dengan santainya.
"YA TUHAN ... APA PERSALINAN SERIGALA BUNTING LEBIH PENTING DARI MAJIKANMU YANG HILANG!"
Tetap dengan eakperesi tampa bersalahnya Bidi hanya mengangkat kedua bahunya dan berjalan pergi meninggalkan Yogi yang murka.
Lebih baik dia mengistirahatkan Zabu dan istrinya dari dikandang sebelum mereka kelelahan dan dia bisa mendapat amukan dari Alaric nantinya.
^-^
"Is she my Amor?"
Alaric tidak lagi bisa menahan diri untuk tidak bertanya pada Regan meski sang sahabat sedang makan disampingnya.
Sebelah alis Regan terangkat menatap Alaric dengan tatapan seolah-olah tidak mengertinya, bahkan tangannya yang sedang memegang sendok dengan nasi diujungnya mengambang diudara.
Melihat tatapan Regan, mata Alaric langsung berotasi dan berdecak kesal. Alaric tidak harus menjelaskan apa maksudnya bukan?, karena Regan pasti sudah mengerti apa yang dia maksud, tapi sahabatnya itu malah sok tidak mengerti dan kembali melanjutkan makannya tampa menjawab pertanyaan Alaric barusan.
"Mela minta tolong ambilkan air" itu suara Aslan.
Tatapan mata Alaric beralih pada Aslan dan menajam menatap tidak suka, bagaimana bisa Aslan meminta tolong sedangkan tangannya yang panjang itu bisa meraih air gelasan yang tidak jauh darinya.
"Mela, Ameera, apakah perempuan itu dia?" Kepala Alacic kembali berputar menatap Regan. "Amoreku?" tanyanya dengan tenang menunggu jawaban pasti dari sahabatnya itu.
Regan meletakkan sendok ditangannya dan balas menatap Alaric dengan sudut sebelah bibirnya terangkat, "What your first impression after meeting her? (apa kesan pertamamu saat bertemu dengannya?)" nada suaranya tidak terdengar sinis meski senyum sarkasme itu masih bertahan dibibir Regan.
"Dia tidak seperti Amore yang gue kenal dia ..."
"Begitupin juga gue?" Potong Regan, kali ini kembali menyendok makanannya yang masih tersisa. "Mungin karena Mela, Ameera atau Amore loe itu udah nikah jadi dia membatasi diri untuk berinteraksi dengan ....."
"What?"
Seruan terkejut dari Alaric bukan hanya menghentikan kalimat Regan, namun juga menarik tatapan perhatian dari semua orang didalam ruang inap ibu Rio.
Untung saja beberapa jam lalu Ibu Rio dipindahkan keruangan VVIP agar meminimalisir orang-orang sadar akan kehadiran Alaric disana, sehingga di dalam ruangan itu hanya ada Rio, Gana dan Ameera teman masa sekolah Regan selain Alaric, Aslan dan Javir.
Kepala Alaric berputar menatap Ameera lekat-lekat, perempuan itu kembali fokus pada ponsel ditangannya tidak membalas tatapan Alaric.
"Kapan dia nikah?" Tanya Alaric pada Regan tampa mengalihkan tatapannya dari Ameera.
"Tiga tahun lalu setelah pendekatan lalu pacaran lalu memutuskan menikah"
Penjelasan Regan sangat lancar, seakan dia tidak memperdulikan Alaric yang semakin melongo mendengar jawaban panjang Regan dan diam-diam menghitung dikepalanya kapan waktu menghilangnya Ameera hingga saat ini.
Raut wajah Alaric datar selama beberapa detik sebelum terkekeh kembali menarik perhatian semua orang kecuali Ameera.
"Ternyata hubungan percintaan gue selalu berakhir teragis" ungkap Alaric menatap Ameera dengan tatapan Sendu, "dulu di tinggal mati, lalu lima tahun lalu di tinggal nikah" lanjutnya lagi dengan nada lirih.
"Kamu udah nikah Mel?"
Yang melontarkan pertanyaan barusan bukan Alaric, tetapi Javir yang duduk tidak jauh dari Alaric, sehingga mendengar apa yang diucapan Alaric dan Regan sejak tadi.
"Ya" jawab Ameera dengan cuek kembali memainkan ponselnya, "kurang lebih tiga setengah tahun lalu, maaf gak ngundang kalian, karena kalian berempat orang sibuk."
"Wahahaaa ..." tawa Aslan pecah seketika.
Rio dan Gana saling pandang tidak mengerti dengan apa yang terjadi disekitar mereka.
Kesal, Alaric melempar sekotak tisu kearah Aslan yang dengan gesit langsung menghindar sebelum tisu mengenaik wajah tampannya.
"Seorang Alaric ditinggal nikah sama Amore-nya" ledek Aslan disele-sela tawanya.
"Amore siapa?" Tanya Rio masih tidak mengerti.
"Mela kita" malah Regan yang menjawab sambil menunjuk Ameera dengan dagunya, "Ameera Latuzha, Amore yang artinya cinta atau sayang dalam bahasa perancis."
Rio dan Gana melongo mendengarnya, menatap Ameera penuh dengan tuntutan. Dia tidak tahu jika Ameera pernah berpacaran dengan Alaric, karena mereka berhubungan kala Ameera kuliah di Malang.
Sedangkan mata Ameera mendelik menatap Regan, mata yang semakin membulat itu kembali menarik bagi Alaric.
"Kamu pacaran sama Alaric?"
"Serius?, kenapa gak pernah cerita?."
"Wah ... kenapa bi ...."
"Masa lalu udah deh" potong Ameera menatap malas pada dua sahabatnya, "lagi pula hanya pacaran secara online, hanya daring not real life."
Kali ini Alaric yang melongo tidak percaya dengan apa yang doa dengar.
Ameera 'meng hanyakan' hubungan mereka, padahal meski hanya hubungan pacar online, hubungan mereka cukup lama dan hampir segala hal selalu mereka ceritakan satu sama lain.
Lagi-lagi Alaric tertawa kecil menertawakan dirinya, hanya?, sial ... Alaric tidak menduga apa yang sudah dilakukan Ameera padanya. Setelah meninggalkannya dia malah menikah dengan orang lain dan menghanyakan hubungan mereka yang dua tahun pendekatan dan kurang lebih tiga tahun menjalin berhubungan, sial ...
"Hei Mela Ameera" panggil Alaric menghentikan langkah Ameera.
Alaric menyusul Ameera yang keluar dari ruang rawat ibu Rio.
Langkah kaki Alaric yang lebar hanya membutuhkan tiga langkah kaki lebarnya sampai didepan Ameera yang diam dengan senyum segaris dibibirnya.
Sampai didepan Ameera, bukannya menyuarakan apa yang ingin dia katakan Alaric malah terdiam menatap mata itu, dengan bulu mata lentik tapi Alaric yakin itu lentik secara alami tampa maskaran ataupun Eyelash extension.
Dulu Alaric hanya tertarik pada iris mata Ameera yang terlihat hitam pekat, tapi nyatanya tidak sepekat itu.
"Aku harus kembali karena jam makan siang udah hampir selesai"
Perkataan lembut Ameera membuyarkan lamunan Alaric.
"Sejak kapan dekat dengan suami kamu?" Akhirnya Alaric dapat menyuarakan, "apa saat kita masih berhubungan intens secara online?."
Ameera diam sebentar mencoba mengingat, "sebelum itu masih pendekatan, setelah merasa nyaman baru aku merasan cukup denganmu dan ..."
"Menghilang begitu saja, bahkan meminta Regan seolah-olah tidak tahu kenapa kamu menghilang" potong Alaric dengan nada datar dan sorot mata tajamnya.
Kepala Ameera menggeleng, "aku sudah bilang 'udah ya Al, samapai kapan gini terus' apa kamu tidak ingat?."
"Itu kata putus?" Tanya Alaric dengan kening mengerut dan menahan diri agar tidak menaikkan volume suaranya.
"Ya" dengan santainya Ameera membenarkan, "apa salah?, apa harus mengucapkan kata ayo kita putus?."
"Ya" Alaric membenarkan dengan penekanan, "karena aku pikir kamu hanya mau menyudahi video call kita."
Terlihat kepala Ameera mengangguk-angguk lalu tersenyum lebar. "Kalau begitu maaf" seakan tampa beban, bahkan Alaric tidak yakin kata maaf itu bukan perasaan tulus merasa bersalah dari lubuk hati Ameera.
Alaric yang jengkel dengan sikap tak bersalah Ameera berbalik badan dan masuk kedalam ruang inap Ibu Rio tampa mengatakan apapun lagi.
Tatapannya tertuju pada Regan yang sedang duduk dengan Belda disebelahnya.
Regan dan Ameera sama-sama si gunung es, bermuka poker face, pantas saja hubungan persahabat mereka tetap terjalin kokoh meski berjauhan, padahal pacaran saja mana mampu mengokohkan hubungan LDR.
"Udah kelar urusan loe sama Amore loe itu?"
Pertanyaan Javir mendapat tatapan tajam penuh intimidasi dari Alaric.
Seakan mengerti dengan tatapannya, Aslan dan Javir secara bersamaan tertawa ngakak kompak meledek Alaric.
"Dia Ameera, Mela!. Bukan gue Amor lagi"
^-^
.
Love You 😘
Unik Muaaa
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments