Seorang Romanov

Sepanjang perjalanan Alaric hanya tidur, berniat mengisi energinya sebelum berperang setelah menginjakkan kaki dinegaranya.

Sesekali Alaric menguap, mengerjab-ngerjabkan mata sambil berjalan pelan dibelakang Bidi yang berjalan terlebih dahulu didepannya mencari orang suruhan Daddynya untuk menjemput mereka.

Akhirnya setalah beberapa tahun dia menginjakkan kaki di negaranya, meski tidak dipungkiri dia merindukan kampung halamannya, nyatanya setiapkali menginjakkan kaki di negaranya itu dadanya masi serasa sesak.

Langkah Alaric terhenti seketika saat ekor matanya menangkap suatu pergerakan tidak jauh darinya.

Si*l ... Baru saja sampai batin Alaric kesal.

Tampa banyak bicara Alaric mempercepat langkahnya, menepuk pundak Bidi dan memberi isyarat dengan lirikan mata.

Bidi terkesiap langsung mengeluarkan ponselnya menghubungi seseorang, lain halnya demgan Alaric yang perlahan langkahnya semakin cepat hingga berlari.

Romanov, nama keluarganya itu bukan hanya malang melintang di dunia bisnis. Beberapa puluh tahun yang lalu kakek buyutnya mendirikan Czarom, perpaduan nama Czar (raja) dan Romanov yang menandakan kepemilikan kelompok yang didirikannya. Bisa dibilang bukan hanya sekedar kelompok, namun mafia yang saat itu menjalani bisnis underground bahkan segala bentuk tawaran pekerjaan diterima asal ada imbalan hang setimpal. Namun sejak kepemimpinan jatuh ketangan kekakeknya, pekerjaan undrground kelempok itu perhalan mulai dikurangi dan beralih melebarkan sayap pada dunia bisnis.

Kali ini kepemimpinan Czarom di kendalikan Enzo - Daddy Alaric, bahkan pria itu berinisiatif untuk membubarkan Czarom sehingga banyak orang yang menentang dan balik melawan orang-orang yang mendukung Enzo, itu salah satu alasan Alaric malas menginjakkan kaki dinegaranya.

Melihat ada taxi yang baru saja menurunkan penumpang, Alaric segera masuk dan menutup pintu taxi. "Jalankan mobilmu nanti aku beri tahu tujuan kita" perintah Alaric disela-sela nafas yang sergenggal-senggal.

Tubuhnya terkulai lemas kala taxi yang ditumpanginya berjalan keluar area bandara, Alaric menyebutkan alamat rumahnya sebelum mengeluarkan ponsel dari saku dan mendeal nomer yang ingin dia hubungi.

"Amore aku sudah sampai"

"Hemmm ..."

Orang yang pertama dihubungi oleh Alaric adalah Ameera, yang merespon dengan gumahan lirih.

Lengan Alaric terangkat melihat jam dipergelangan tangannya, di Indonesia masih jam empat pagi, Alaric lupa untuk mengecek jam sebelum menghubungi Ameera, karena pria yang terlihat mencurigakan tadi.

"Masih tidur?" Tanya Alaric lembut.

"Iya" terdengar lirih, "apa kamu gak lihat ini jam berapa?."

"Lama tidak menghubungimu jadi lupa perbedaan waktu."

Terdengar Ameera berdecak, "Al ...."

"Maaf Amor"

Mendengar rengekan Ameera, perasaan marah dan kesal yang tadi emnguasainya perlahan menghilang terganti dengan sesuatu yang serasa ingin membuncah.

Sejak dulu, entah kenapa sosok Ameera yang ceplas ceplos dan terdemgar ceria mampu membuat Alaric yang saat itu merasa sudah terpelosok dalam kegelapan perlahan kembali kedirinya sendiri.

Teringat jelas bagaimana Regan sebenarnya enggak memperkenalkan Ameera dengannya, mungkin karena Ameera secara tidak langsung menjadi healernya saat itu, sehingga Regan membiarkan apa yang dia lakukan.

Flas back

Saat itu Regan dan Aslan sedang melakukan video call bersama teman-temannya di Madura dan Gea diruang tamu rumah Regan.

Alaric yang baru saja memasuki rumah Regan bersama Emma berdiri tepat dibelakang Regan, behadapan dengan layar leptop yang sedang menampilkan wajah-wajah yang tidak dia kenal.

"Subhanallah ..." itu seruan pertama Ameera saat itu.

"Hai ..." sapa Emma, dan Alaric hanya tersenyum segaris sambil melambaikan tangan kearah layar leptop didepan Regan dan Aslan.

Terdengar keributan diantara mereka yang saling sahut menyahut, kala itu Alaric tidak begitu mengerti apa yang mereka bicarakan, namun tatapan mata Alaric tertuju pada perempuan yang banyak bicara dengan ekpresi wajah yang begitu cepat berubah-rubah membuatnya keheranan.

"Hey handsome"

"Apa" sahut Aslan menanggapi panggilan Ameera.

"Ih ... bukan Kak As" sembur Ameera demgan wajah garangnya, "pede banget sih jadi orang, aku itu manggil Alaric. Jangan sok deh kalau ...."

Merasa sednag membicarakannya, Alaric semakin menfokuskan tatapannya pada layar yang memperlihatkan wajah jutek Ameera yang masih mengomel.

"Alaric, what's your instagram name?" Wajah dan suara Ameera terdengar ceria seketika. "I will follow your instagram and you should follow back if you don't want to sin." (Alaric, apa nama instagram mu? Saya akan mengikuti instagram Anda dan Anda harus mengikuti kembali jika Anda tidak ingin berbuat dosa.)

Kalimat Ameera mengundang seruan dan gerutukan dari teman-temannya, tetapi perempuan itu malah menunjukkan tersenyum yang semakin lebar dan mengerjabkan mata.

Alaric bahkan tertawa dan menyebutkan nama Instanya yang langsung di follow perempuan itu.

Saat itu, setelah sekian lama dia bisa terhibur dan tersenyum. Emma bahkan merangkul lengannya dan menyenderkan kepalanya dipundak Alaric membuat Alaric tersadar jika secara tidak sadar tersenyjm dan tertawa hari itu.

Flash end.

^-^

"Meskipun kelakuan kamu itu tidak terpuji, tapi Bunda mengerti jika kamu khawatir sama Mela."

Ara menghela nafas menatap Regan dengan datar setelah Regan menceritakan apa yang terjadi pada Ameera menurut pengetahuannya, sang Bunda tidak suka dengan profesi seorang hacker yang menurutnya tidak baik, maka dari itu Regan sebisa mungkin tidak pernah mau mendekati dunia perhackeran seperti Javir dan Papa Javir Malvin.

Meski dia sedang binging dengan sikap Belda, tidak bisa dipungkiri sosok Ameera sahabatnya itu juga mempunyai bagian tersendiri di otaknya yang membuatnya gusar dan tidak tenang sehingga dia bercerita semua yang dia tahu pada Ara untuk meminta pendapat wanita itu.

"Terus bagaimana Bunda?" Tanya Regan lirih, "Ibu Mela di Malang dan sekarang dia sendirian di perumahan. Bunda tahu kan bagaimana hiddup dilingkungan dengan status janda?, dan dia sekarang begitu dan bedanya dnegan Bunda dulu dia sendirian Bunda."

"Bunda bukan Janda Ar ...."

Suara geraman terdengar dari pintu masuk ruang kerja Ara, Abra sang Ayah masuk dengan tatapan mata kesal pada Regan.

"Ngapain kesini?" Tanya Regan malas.

Plak ...

Abra menggeplak kepala Regan sebelum duduk disamping Ara dan merangkul pundak sang istri, "Bundamu pergi dengan status masih istri, bukan janda karena Ayah tidak menceraikan Bunda."

Mata Regan berotasi malas.

"Ar!" Tegur Ara, "yang sopan sama Ayah."

Wajah Regan menrengut, "kembali ke masalah Ameera Bun. Terus bagaimana?, kasihan Mela Bun."

"Suruh tinggal saja disini, bekerja ke ..."

"Emangnya Ayah tahu apa yang kita bahas?"

Abra tersenyum culas, "kamu pinjam leptop Javir, Javir masih bawahan Ayah secara tidak langsung, jadi semua harus dilaporkan bukan?."

Selalu saja, seorang Abraham Ganendra pasti mengetahui apapun tampa harus turun tangan sendiri.

"Bunda tidak setuju kalau Ameera disini" tegas Ara.

Kening Regan mengerut menuntut penjelasan dari Ara.

Begitupun dengan Abra yang menatap bingung dengan jawaban Ara, karena saat tinggal di Madura dulu, Ara dan Ameera begitu dekat seperti hububgan Ibu dan Anak.

"Ada Alaric" dengan wajah serius, "apa tidak masalah?."

"Masalah apa?" Abra sudah tidak bisa lagi menahan diri untuk bertanya alasan Ara secara jelas.

"Mereka pernah pacaran secara daring, dan Bunda tidak setuju jika Ameera sampai bersama lagi dengan Alaric dan pacaran seperti orang normal" tutur Ara dengan menggebu-gebu.

"Bunda" tegur Abra.

"Bunda tidak perlu menjelaskan pada Ayah keluarga Romanov itu siapa bukan?" Tekan Ara disetiap katanya, "Ayah yang lebih tahu dan kenal mereka. Ameera meski tomboy dan garang dia tetap perempuan, dia mungkin bisa melawan Alaric atau kegilaan Emma, tapi bagaimana dengan anggota mafia lainnya yang tidak menyukai keluarga Romanov?. Bagaimana ..."

"Bunda!" Potong Regan mengerang, "jangan terlalu berfikir jauh dan menebak-nebak karena belum tentu juga mereka akan kembali berpacaran."

Kebiasaan Ara yang terlalu negatif thingking terkadang membuat Regan jengah. Bukan hanya pekerjaan hacker, bahkan bermain saham dan kata mafia akan membuat Ara marah dan mengomel dengan segala pemikiran negatifnya yang akan dia ungkapkan tampa segan.

Meski kebanyakan apa yang dikatakan Ara benar adanya, tetapi Regan entah kenapa tidak suka jika Ara berfikir negatif.

"Apa yang kamu lihat dari gelagat Alaric saat bersama Ameera di Madura?" Terdengar dingin denhan tatapan tajam pada Regan.

Memori saat berada di Madura kembali berputar, bagaimana Alaric mendekati Ameera dan bagaimana gencarnya Alaric ingin kembali berhubungan dengan Ameera.

Regan menghela nafas, tidak bisa menang melawan Ara sang Bunda.

"Apa kamu mau Ameera terlibat dalam keluarga Romanov?" Ara bertanya karena Rehan terdiam, seakan dapat membaca apa yang ada dalan benak sang Anak. "Mereka tidak lagi diusia main-main dan berpacaran, jika mereka memutuskan untuk kejenjang berikutnya, kamu hanya sekedar sahabat tidak mempunya hak untuk menentang."

"Bunda jangan berfikir terlalu jauh" tegur Abra.

"Semua hal harus diantisipasi Yah, Bunda tahu bagaimana Alaric."

^-^

.

Mohon untuk meninggalkan jejak dengan klik 👍dan 💬 demi mendukung karya Author 😇

Terima kasih 🙏

Love you 😘

Unik Muaaa

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!