Dream 13

Disinilah Jeno berada. Setelah memilih kabur dari kelas penuh dengan orang-orang aneh, ia memilih untuk mengasingkan diri ke rooftop.

Pemuda itu berdiri diujung sambil menatap tempat dimana Mark terjatuh. Ingatannya beralih ke malam tersebut. Dimana ia melihat dengan jelas tubuh Mark yang terjun bebas. Waktu yang Jeno lakukan hanya melihat. Pemuda itu diam mematung saat itu. Berteriak saja ia tak lakukan apalagi menolongnya.

Kepalanya mendadak pening. Tubuhnya ambruk ke bawah dengan nafas yang masih berseru kencang. Jeno adalah satu-satunya orang yang melihat langsung kematian Mark. Ia juga yang memangku kepala itu ketika mata nya perlahan menutup.

"Kak Mark.. kak Mark.. maaf kak....k-kak Mark...."rintihnya pelan.

Tangisnya seketika pecah kala mengingat kembali kejadian tersebut. Andai saja ada seseorang disini yang datang untuk menenangkannya, Jeno pasti akan bersyukur.

Bruk!

Oh Tuhan doanya terkabul sudah. Tiba-tiba seseorang berlari ke arahnya dan langsung mendekap tubuh kecilnya dengan erat. Erat sekali hingga membuat Jeno nyaman.

"Kak Mark... Ini salah gue. Gue nggak bisa nolong lo hiks..." rintih Jeno menyesali kematian tidak terduga itu. "andai gue nggak telat dateng, andai gue bisa nemenin kak Mark lebih lama"

"Nggak! ini bukan salah lo kok. Jangan nyalahin diri lo sendiri. Ini sudah jadi takdirnya " kata orang itu menenangkan.

Tangis Jeno perlahan mereda seiring tubuhnya di elus pelan oleh orang tersebut. Tak lupa ia juga membantu Jeno membersihkan sisa-sisa air matanya.

"Gue langsung ikutin lo setelah lihat mata lo Jen. Tadinya gue khawatir lo bakal lakuin hal macem-macem. Tapi syukurlah nggak terjadi" Jeno menoleh pada sosok yang tengah memeluk nya itu, seketika Jeno tersenyum. "Makasih ya udah dateng kemari dan nenangin gue"

"Iya" Winwin tersenyum ramah. "Win, lo mau tau nggak siapa yang bunuh kak Mark" Jeno menatap Winwin dengan serius. Jujur, ia tidak sanggup menahan lebih lama lagi rahasia kematian Mark ini.

Mendengar perkataan Jeno, Winwin melotot kaget. "H-hah siapa?" tanya Winwin.

Ting!

Tiba-tiba terdengar suara bel yang lumayan keras. Kedua pemuda itu refleks menoleh ke arah yang mereka yakini sebagai sumber datangnya.

Ting! Ting! Ting!

Bel kembali berbunyi.. kali ini terdengar sebanyak tiga kali. Winwin menolehkan kepalanya ke arah berlawanan dari tadi. Tiba-tiba ada sebuah tangan yang membuyarkan fokusnya.

"lo ngapain disini? Dari tadi ngintip gue ya lo?" tanya Jeno sudah berdiri didepan Winwin.

"Eh? Maksud lo? Kan tadi gue bareng lo ke sin-" Winwin mematung. "Lah kok disini?" heran Winwin menyadari ada hal aneh. Bukannya tadi mereka ada di rooftop?

"Kok gue ada disini sih? bukannya tadi kita lagi di rooftop?" tutur Winwin sambil menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal.

Jeno mengerutkan dahinya. "Kenapa jadi nanya gue sih. lo kan dari tadi ngintip gue. Jangan banyak alasan deh!"

"Sumpah Jen, tadi kita di rooftop dan lo nangis!" Winwin menggelengkan kepalanya kuat-kuat agar Jeno percaya padanya. Pergerakannya terhenti kala melihat mata Jeno tak terlihat basah. Biasanya kalo orang habis nangis pasti basah dan keadaannya sedikit bengkak. Tapi mata Jeno tak bengkak sama sekali. Jadi barusan itu apa ?

Winwin tersenyum kikuk. Jeno terdiam memandangnya tak suka. Ia menatap Winwin seakan-akan predator yang ingin memangsa apabila ada kesempatan barang sedikitpun.

Winwin harus hati-hati dalam menjawab. Ia tak mau terjadi kesalahpahaman disini. Ia sama sekali tak mau.

"Nggak jelas banget deh. Gue duluan!" ungkap Jeno berlalu pergi.

"Tunggu Jen, gue belom selesai ngom-"

Lagi-lagi Winwin dicuekin. Jeno sudah berjalan menjauh di koridor. Jeno pergi tanpa mendengar kata-kata penjelasan dari pemuda china tersebut. Padahal tadi Winwin mau jelasin kalo dirinya datang sebab merasa cemas tadi. Tapi belum juga ngomong Jeno udah pergi.

"Sumpah!!! tadi gue di rooftop sama Jeno, kenapa sekarang udah di koridor aja?" Winwin merasa hal janggal di sini. "Gue nggak mungkin halu"

Winwin kembali mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Namun tetap saja ia tidak menemukan jawabannya. Ya sudahlah.

🌱🌱🌱

Sekolah sudah berakhir se-jam yang lalu tapi Jaemin masih belum sampai di rumah. Tadi sepulang sekolah ia diskusi dulu bareng Chenle sebentar. Chenle memberitahu Jaemin perkembangan dari kasus Mark dan Lucas.

Kata paman Chenle yang merupakan seorang detektif, benar sekali kalo kedua kasus itu termasuk kasus pembunuhan dan kemungkinan juga dibunuh oleh orang yang sama. Tapi mereka belum terlalu yakin akan hal itu. Bukti yang ditemukan tak cukup kuat untuk membuktikannya. Oleh karena itu mereka berdua bakal menyelidiki hal itu lebih lanjut.

Tadinya Chenle mengajak Jaemin buat berkunjung ke lapas menjenguk Kun. Tapi sayang mereka keduluan seseorang. Alhasil rencana mereka batal.

"Kira-kira siapa ya yang ngunjungi Kun, mungkin pengacaranya?" tanya Jaemin pada diri sendiri. "Ah bodo amat mau itu pengacara atau bukan. Tapi sayang benget, gue udah capek-capek dateng eh nggak jadi "

Jaemin terus nyerocos pada sembarang. Yang melihat aksi ini pasti keheranan.

BRUK !!

Lagi asik-asiknya jalan tiba-tiba ada seseorang yang menabraknya dengan cepat. Jaemin terdorong beberapa langkah ke belakang sambil memegang bahunya yang lumayan nyeri.

"Aw... lihat-lihat dong kalo lagi jalan, emang jalan ini punya nenek lo?!" maki Jaemin dengan jari telunjuknya.

Orang tersebut terus berjalan dengan tergesa-gesa, mengejar orang berkupluk di depannya. Jaemin sempat mematung beberapa saat ketika melihat sebuah benda yang tak asing di matanya. Ada sebuah cincin berukir huruf 'R' di jari telunjuknya. Sepertinya Jaemin pernah melihat itu. Dia seperti kenal dengan pemiliknya.

Dan juga orang yang menabrak Jaemin itu berjalan sambil memegangi lengan nya dengan erat. Lamunannya segera buyar ketika terdengar bunyi rintihan dari arah datang si penabrak itu. Buru-buru pemuda Lee tersebut mendekati. Ia kembali dibuat terkejut kala melihat pemandangan tak biasa di sana.

"Renjun-a... !"

Ia lihat Renjun yang tengah terjatuh dengan lengan yang sobek akibat sayatan benda tajam. Renjun sendiri tengah berjuang menahan rasa sakitnya. Ia meringis kesakitan dengan tangan satunya mencoba menahan darah yang terus menerus mengucur.

"Jaemin orang itu. Dia teman kita, dia tau segalanya!" ungkap Renjun.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!