Dream 19

Di tengah malam yang tenang, karena bulannya bersinar. Winwin tengah asik duduk di meja belajar sambil memainkan laptopnya. Bukan bermain sih lebih tepatnya dia sedang melihat rekaman cctv sekolahnya yang berhasil ia curi tadi. Ups, keceplosan. Bukan nyuri tapi ngambil tanpa izin.

Tadi, disaat semua siswa sedang heboh sama berita anggota Dream, Winwin secara cepat meminta kunci ruang kendali pada Sungchan selaku ketua OSIS. Tenang, kali ini dia udah izin kok. Bahkan Sungchan ngikut ke ruang kendali, tapi pemuda jangkung itu tak ikut masuk. Katanya lagi sibuk nge-scrol aplikasi tik-tok.

Eksis abis.

Kalo ditanya gimana caranya Winwin bisa dapatkan rekaman cctv, ceritanya panjang. Nggak bisa dijabarin sampai rinci. Yang penting sekarang itu Winwin mau lihat rekaman itu. Siapa tau ada hal penting disana.

Untung saja Winwin sering lihat pamannya kerja jadi dia sedikit tau pasal cctv. Tak butuh waktu lama, pemuda cantik tersebut sudah menemukan rekaman yang ia cari. Itu adalah rekaman saat Mark jatuh.

Ya, Winwin penasaran. Sangat penasaran.

Dia pengen tau apa yang terjadi dimalam itu. Benarkah Mark jatuh karna berniat bunuh diri atau... ada hal lain? Siapa yang tau.

Klik!

Winwin memencet sebuah rekaman dari gerbang depan. Meski keadaan di sana gelap namun cukup jelas bagi Winwin melihat Mark melewati gerbang sekolah pukul 19: 12.

Lima menit kemudian para anggota Dream datang. Ok, kali ini Winwin sangat tau kedatangan mereka itu untuk apa. Tapi yang buat ia bingung, kenapa polisi tak menaruh curiga setelah melihat CCTV ini? Mereka jelas-jelas ada di TKP malam itu. Mereka ada disekolah waktu itu.

"Atau jangan-jangan..." Winwin mendapat sebuah jawaban. "Mereka menyuap" kira Winwin. Secara orang tua mereka kaya-kaya. Harta banyak. Bahkan menggunung. Tanpa mengeluarkan banyak tindakan pasti mereka bisa menghentikan penyelidikan ini. Winwin tau sendiri. Uang bisa berbicara dan bertindak dalam kondisi sesulit apapun.

Ok, Winwin tak mau memusingkan hal itu lebih dalam lagi. Ia mau melihat rekaman itu lagi. Namun hal yang terjadi selanjutnya sungguh buat akalnya mengeriting. Sepuluh menit setelah kedatangan Dream, Winwin dibuat kaget dengan kedatangan Jeno. Buat apa pemuda Lee itu datang?

Winwin tau Jeno juga termasuk anggota Dream, namun saat kejadian itu, Jeno dan Jaemin adalah anggota baru dan tidak ada sangkut paut nya untuk terlibat di sini. Jika memang benar semua anggota Dream hadir? tapi kenapa hanya Jaemin yang tidak?

🌱🌱🌱

Berbeda jauh dari Winwin, di malam yang tenang ini hal tak biasa tengah Haechan lakukan. Bukannya belajar atau sekedar membaca buku, pemuda Lee tersebut malah duduk-duduk santai didepan Chindomaret sambil menyeruput yogurt.

Haechan menghela nafas sekali ketika rasa dingin menusuk tubuhnya yang tak tertutup tebalnya baju. Pemuda itu mengelus lengannya sebentar.

"Huft... napa dingin gini ya? Tau gitu gue bawa jaket aja tadi" keluhnya sambil terus menghangatkan tubuhnya yang hampir membeku.

Tiba-tiba seorang nenek datang dengan sebuah kain. Dia menawari Haechan kain tersebut namun sayang pemuda itu menolak untuk menerimanya.

"Nggak papa nak, ini buat kamu aja! Kamu lagi kedinginan" tawar nenek itu sekali lagi.

Haechan menggelengkan kepalanya pelan. "Beneran nggak usah nek. Itu jualan nenek kan? Lagian aku lagi nggak bawa uang" tolak Haechan halus.

"Malam-malam begini kok malah duduk di sini? Ibu kamu emang nggak nyariin ?"

Raut wajah Haechan mendadak berubah setelah mendengar ucapan nenek tersebut. Wajahnya jadi sedih. Dia seperti sedang menahan tangis saja. Tapi sayangnya nenek itu tak melihat perubahan itu sebab dirinya tengah sibuk mengemasi barang dagangannya.

"Nenek kok udah malem masih jualan? Istirahat aja nek. Emang nggak cape apa kerja dari pagi sampe malam?" tanya Haechan.

"Kalo nenek nggak kerja nanti cucu nenek mau makan apa ?"

Untuk sesaat Haechan merasa sedikit tertampar pada kenyataan. Kehidupan memanglah keras. Siapa yang mau bertahan harus terus berjuang tanpa kenal lelah. Siapa yang mau hidup berkecukupan harus bekerja keras.

"Setidaknya nenek punya seseorang yang bisa dijadiin alasan buat berjuang. Nggak kayak gue yang nggak punya siapa-siapa" Keluh Haechan lirih. Pandangannya kebawah.

"Memangnya kenapa?"

"Saya nggak punya ibu nek" ucap Haechan detik berikutnya. Suaranya terdengar parau.

Secara tiba-tiba sebuah kain melingkar di lehernya. Haechan refleks melirik ke kanan tepat si nenek tadi berdiri. Dilihat lah si nenek tengah berdiri lemah sambil menyangga dagangannya yang siap dijual.

"Nenek turut bersedih. Semangat ya cu, jangan anggap kamu cuma sendiran disini. Kainnya gratis buat kamu katanya lalu pergi dari tempat itu.

Haechan tersenyum senang mendengar ucapan itu. Tapi setelah kepergian nenek, wajahnya berubah jadi datar. Dia tak menunjukkan ekspresi apapun.

Haechan mengambil kain yang tadi nenek berikan. Ia taruh kain itu di meja setelah memandanginya beberapa saat. Pemuda itu kemudian pergi dari tempat itu.

"Lagian siapa juga yang butuh kain tipis kayak gitu" ucap Haechan sinis. Pemuda itu pada akhirnya pergi tanpa membawa kain yang nenek itu beri.

🌱🌱🌱

Jisung mengucek kedua matanya yang kelihatan lelah sekali setelah dipakai belajar dua jam penuh. Tak seperti anak lainnya yang bisa istirahat, pemuda itu harus belajar meski malam sudah larut.

Memang sih nggak ada les privat tapi sebagai gantinya Jisung diwajibkan belajar. Semua les yang ia ikuti hari ini diliburkan. Sebenarnya bukan diliburkan tapi Jisung yang memilih buat libur karna artikel tadi pagi.

Suasana dirumahnya bisa dibilang tak kondusif. Dering telfon terus saja berdering seiring artikel itu yang semakin tersebar luas. Jisung jengah. Ia tak tahan dengan suara-suara itu. Masih baik bukan dirinya yang menerima semua panggilan itu. Jika itu dirinya, ah... Jisung tak yakin kalau ia bakal kuat buat hadapi nya.

Jam menunjukkan pukul 00:09, seharusnya setelah belajar ia harus segera tidur. Tapi rasa haus merangsang tubuhnya. Pemuda itu kemudian menggiring tubuhnya menuju dapur sambil membawa cangkir kosong.

Ternyata rumah sudah gelap. Tak banyak lampu yang menyala. Tapi tenang saja inikan rumah Jisung sendiri, dia pasti ingat dengan letak rumahnya meski dalam keadaan gelap gulita.

Langkahnya terlihat pelan menyusuri setiap anak tangga. Ia tak mau membangunkan siapapun, termasuk pembantu sekalipun.

Jisung terus menuruni tangga hingga sisa beberapa anak tangga, langkahnya kemudian terhenti ketika terdengar suara ayahnya yang masih terbangun. Itu seperti suara ayah Jisung bersama pengacara kepercayaan keluarganya.

Samar-samar namun masih terdengar ditelinga, Jisung memilih untuk menghentikan langkahnya sebentar guna menguping apa yang sedang ayahnya diskusikan hingga berbisik-bisik. Pemuda itu lalu mendekatkan telinganya sedikit ke bawah.

"Limpahkan saja kesalahan itu pada Haechan, lagipula itu id-nya kan?" suruh pa Park.

"Baik pak, laksanakan!"

Tunggu Jisung nggak salah dengar kan? Ayahnya mau menuduh Haechan atas semua keributan ini.

Nggak. Ini nggak bisa dibiarin. Jisung harus bertindak. Dia tak menyangka kalau ayahnya bakal bertindak sejauh ini. Kenapa juga dia mau mengkambinghitamkan Haechan untuk kesalahan yang tidak ia buat? Kenapa ayahnya mau mengorbankan nama baik Haechan? Kenapa ayahnya mau mencemarkan teman baiknya?

Baru saja Jisung mau melabrak, pikirannya seketika terbayang-bayang dengan malam disaat Mark jatuh. Ia jadi ingat sesuatu. Sesuatu yang ia bicarakan bersama anggota anggota Dream lainnya.

Flashback

Anggota Dream sedang berkumpul ruangan NCT. Wajah mereka tampak begitu tegang.

Disaat yang lainnya masih terdiam, Renjun tiba-tiba berjalan kearah lemari. Tangannya segera mengambil sebuah kotak yang tersimpan rapi didalamnya. Pemuda itu berniat membuang kotak tersebut namun dicegah oleh Chenle**.

"Minggir, jangan halangin. Ini udah jadi kesepakatan kita!" ucap Renjun mencoba melepaskan tangan Chenle tapi si empunya masih nggak rela jika kotak itu dibuang.

Chenle terus-terusan mencegah Renjun untuk membuang kotak yang kita yakini milik Taeyong. Sedangkan anggota Dream lainnya masih tertegun.

"Njun gue mohon, bisa enggak kita simpen kotak itu!" pintanya memelas. " Gue nggak mau kehilangan Taeyong"

"Sadar Le, Taeyong itu udah out dari NCT setahun yang lalu. Kita mesti ikhlasin dia" jelas Jisung akhirnya buka suara.

"Dan udah kesepakatan" lanjut Renjun.

Chenle masih nggak mau ngelepasin pegangan tangannya hingga Renjun terpaksa mencopotnya. Dari wajahnya, terlihat sekali jika ia masih belum rela semua barang-barang Taeyong dibuang.

Haechan yang dari tadi diam angkat bicara. "Ada yang nggak beres di sini, kematian Mark itu nggak wajar"

"Gue berharapnya, kasus ini nggak bisa ditutup begitu aja. Pelakunya pasti masih hidup dan berkeliaran dengan bebas. Dan kita..." kata Jisung dengan nada sinis.

"Apa jangan-jangan ini ada hubungannya dengan JX-Man?" sambar Chenle. "Kalian ingatkan sama anjing peliharaan kak Taeyong yang dibunuh secara misterius dan juga beberapa peliharaan murid disini? Mungkin itu ada sangkut pautnya?Apa mungkin itu orang yang sama?" duga Chenle.

"Eh... Nggak mungkin"

"Tapi ada kertas emoticon didekat TKP. Ucapan Chenle bisa aja bener!" timpal Renjun.

"Aish sial!" umpat Haechan kemudian. Namun hal itu hanya bisa terdengar oleh Jisung saja karna ia berdiri disampingnya.

Flashback end

"JX-Man, gue harus temuin siapa dia" ucap Jisung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!