Dream 11

"Hah maksudnya gimana, Le? gue nggak paham deh sumpah "seru Jaemin.

Chenle menghela nafas kesal. "mesti gue jelasin berapa kali lagi? Seratus? Seribu kali?" Coba tebak sudah berapa kali Chenle bicara?

Empat kali.

"Ya gimana nggak pusing tiba-tiba lo dateng dan ngajak gue buat kerja sama nggak boleh nolak dan nggak boleh protes. lo maksa gue ya!" sungut Jaemin.

Chenle tersenyum kikuk. Dia mengelus rambutnya pelan. "Intinya mau kan. Kalo nggak mau ya udah, gue bakal kerja sendiri "

Jaemin jadi ketakutan setelah melihat ekspresi Chenle yang berubah jadi serius. Dia sebenarnya ogah ngurusi hal berbau kematian. Tapi ya karna jiwa penasarannya bergejolak plus paksaan seorang murid terpintar dihadapannya ini, akhirnya ia setuju buat kerja sama.

"Eh tapi Le, ini beneran cuma kita berdua, nggak ngajak yang lain gitu ?" tanya Jaemin.

"Kenapa? Nggak percaya ?" ucap Chenle dengan ekspresi wajah serius. Kedua matanya membulat tajam.

Tuh kan Chenle udah pasang mode monsternya lagi. Kalo udah gini Jaemin nggak berani nolak. Mending cari aman aja.

"G-gak, maksud gue kenapa dari sekian banyak orang lo ngajak gue. Kenapa nggak yang lain? Bisa aja Haechan, Jisung, atau Winwin. Kenapa mesti gue ?"

"Karna gue yakin bukan lo Jaem pelakunya. Jisung dan Winwin lagi banyak masalah sementara Haechan... "

"Why?"

"Dia kayak lagi nyembunyiin sesuatu dari kita. Ntah lah gue juga nggak terlalu yakin"

Jaemin mengangguk pelan. Chenle lalu merangkul bahu Jaemin dan mengajaknya ke kelas karna sebentar lagi pasti bel bakal berbunyi.

🌱🌱🌱

Seorang pemuda tengah berlari ditengah taman yang cukup sunyi. Dia berhenti saat melihat ada Jeno tengah berdiri dibawah lampu taman. Perlahan pemuda itu mendekati Jeno dan segera menyerahkan sebuah flashdisk.

"Gue udah salin semuanya disini jadi lo nggak perlu khawatir" ungkapnya lalu menutup kepalanya dengan tudung hoodie setelah sadar kalau di sana ada kamera cctv.

"Kenapa lo berdiri disini sih!? ada cctv tau. Kalo gue ketahuan bisa gawat nanti. Udah ya gue cabut!" pamit pemuda itu lalu pergi meninggalkan Jeno sendiri.

Jeno memandangi punggung pemuda itu yang perlahan mulai menghilang dalam gelap. Pandangannya lalu beralih pada flashdisk pemberian pemuda tadi. Jeno tersenyum kecil.

"Akhirnya ketemu" ucap Jeno.

🌱🌱🌱

Kita beralih ke Renjun. Pemuda bertubuh tinggi itu sekarang sedang ada di sebuah acara makan malam keluarganya dengan seorang kolega yang berasal dari luar negeri.

Mereka sedang asik makan di salah satu hotel bintang lima milik ayah Renjun, yaitu pak Huang. Terlihat sekali jika kedua orang tua Renjun senang bisa makan bersama koleganya itu. Apalagi sang koleganya ini bisa dibilang sulit jika diajak kerja sama. Tidak terhitung sudah berapa kali mereka mengajaknya kerja sama dan baru sekarang terlaksana.

Namun halnya dengan pemuda Huang itu. Baginya ini sebuah acara membosankan. Sebuah acara yang paling ia benci. Tadinya Renjun mau menolak untuk datang kesini namun lagi-lagi nasibnya sama kayak Jisung, ia dipaksa untuk hadiri acara ini. Sebelas-dua belas lah.

Sama-sama mengenaskan ya padahal dua-duanya anak orang kaya.

"Oh benarkah?" saut nyonya Huang menanggapi ucapan koleganya. Setelahnya terdengar tawa dari tuan dan nyonya Huang.

Sungguh itu sangat menganggu. Benar-benar menusuk telinga Renjun sampe batas terdalam. Ok dia bakal tahan untuk kali ini tapi mungkin tidak untuk kedua kalinya.

Renjun melirik ke jendela saking bosannya. Sudah ia duga acara dinner benar-benar membosankan. Dari tempatnya berdiri ia bisa melihat sosok yang sangat ia kenali. Sosok itu adalah Winwin dan ayahnya yang tengah duduk di luar sambil makan.

"Jangan bilang mereka makan dilantai dari tadi ?" itulah dugaan Renjun.

"HaHaHa....." tawa nyonya Huang kembali pecah disusul sang ayah setelahnya. Dengan cepat Renjun segera menutup kedua telinganya.

Pemuda itu kembali melirik kesamping untuk mengurangi rasa kebosanan. Ternyata Winwin dan ayahnya masih di sana. Makan sambil duduk dilantai.

Cukup lama Renjun memandang keduanya tanpa berkedip. Dia bisa lihat dengan jelas kalau kedua orang itu tengah asik makan sambil bercanda bersama seperti sebuah keluarga yang harmonis. Ya keluarga harmonis.

Pada akhirnya perhatian Renjun terus terarah pada keluarga kecil itu. Sebuah keluarga sederhana nan bahagia. Sebuah keluarga kecil yang tak bergelimang harta namun bahagia. Saat melihat betapa manisnya kehidupan Winwin dan ayahnya bolehkah Renjun merasa iri. Bisakah ia berharap kalau dirinya ada diposisi Winwin saat ini?

Apa hal seperti itu diperbolehkan ?

Renjun ingin sekali mengambil semua kebahagiaan itu. Ia ingin mempunyai sebuah keluarga yang harmonis.

"Winwin posisi lo itu, gue mau posisi itu. Gue mau ada diposisi lo sekarang"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!