Dream 18

Zhong Chenle, Ayahnya melakukan bisnis ilegal dan meracuni 100 pengunjung dalam sebulan terakhir.

Park Jisung, Ayahnya melakukan suap ke dinas pendidikan agar mendapat nilai bagus dalam penilaian bulanan serta menyuap beberapa guru supaya Jisung mendapat nilai tinggi.

Renjun, Anak broken home yang mengidap penyakit Hemofilia.

Haechan, Mama nya adalah seorang dokter bedah yang melakukan eksperimen ilegal terhadap mayat.

Mark, Ayahnya hanya seorang karyawan di perusahaan kecil.

Begitulah isi dari pengumuman yang tertulis di akun sosial media Dream. Tidak hanya pengumuman, bahkan bukti foto juga ikut disertakan. Atas kejadian ini, suasana di sekolah ikut meramai.

Semua siswa tak menyangka kalau fakta tersebut benar adanya. Banyak yang tak menyangka kalau beberapa member Dream beserta keluarganya itu berbuat curang begitu. Namun ada juga yang langsung percaya akan fakta itu.

"Gila ya orang kaya zaman sekarang mainnya uang mulu. Semua nggak ada yang jujur"

"Gue kira Jisung baik dan pintar, eh nyatanya menang uang doang. Aslinya sih pengecut"

"Tadinya gue nge-fans sama mereka terutama Chenle yang kelihatannya baik banget. Setelah tau semuanya, boro-boro nge-fans gue malah enek!"

"Kasihan ya Mark, udah meninggal tapi masih aja jadi omongan orang"

Dan masih banyak lagi cacian yang mereka lontarkan. Entah itu tentang anggota inti NCT yang di sebut Dream itu ataupun keluarga mereka.

"Akhir-akhir ini sekolah udah nggak tenang ya. Ada aja masalah yang timbul. Gue jadi ngerasa nggak aman" tutur Jaemin. Pemuda itu kini tengah duduk di kelas sambil bertopang dagu. Ia kemudian celingukan ke kanan mencari dimana saudara kembarnya yang ternyata tengah duduk sembari menulis sesuatu. Entah apalah itu Jaemin tak tahu.

"lo lagi bicara sama siapa? Teman goib baru lo?" saut Jeno tanpa membalikkan wajahnya.

Mendengar ejekan dari kembarannya itu membuat emosi Jaemin memanas. "Kenapa!? emang nggak boleh apa? Peduli ара lo?" balasnya dengan nada sedikit ditekan.

"Gue kan nanya, biasanya lo sama siapa tuh yang katanya punya paman polisi. Sekarang ditinggalin ya, kabur mungkin dia karna nggak kuat sama kelakuan lo"

Jaemin berdiri dari duduknya. Kelamaan dikelas membuatnya sesak napas saja. Apalagi cuma berdua sama Jeno. Duh rasanya dunia kayak nggak punya oksigen.

"Cabut ah, lama-lama sama orang bego takut ketularan" ucapnya lalu keluar dari kelas.

Jeno terdiam, dia tak menanggapinya lagi. Dia malah celingukan mengawasi sekitarnya yang kelihatannya sepi tak ada orang. Setelah dirasa keadaan cukup tenang, pemuda itu lalu berjalan menuju lemari yang ada dibelakang kelas.

Jari jemarinya dengan cepat memegang knop dan menariknya. Tampaklah seorang pemuda didalam sana lengkap dengan pakaian serba putihnya.

"Maaf kelamaan, mancing emosi dia emang kadang susah, untung aja dia mau pergi!"

Pemuda berbaju putih itu lantas keluar dari lemari. Dia merapikan rambutnya yang sempat berantakan serta bajunya yang kotor karna debu. Dia lalu duduk ditempat yang tadi Jeno tempati.

"Dia geraknya cepet banget sampe gue nggak bisa kejar" ungkapnya. Jeno ikut duduk di sampingnya.

"Jadi kemarin malam lo jadi datang ke sekolah ini malam-malam?" tanya Jeno.

Pemuda itu menganggukkan kepalanya pelan. "Ya, dan gue ketemu orangnya. Dia datang sendiri. Sebaiknya kita bergerak lebih cepat lagi, gue takut kita bakal keduluan sama dia "

Jeno kembali terdiam. Dia hanya memandang ke arah papan penuh dengan coretan.

🌱🌱🌱

Di markas NCT, para anggota inti NCT yaitu anggota Dream kini tengah duduk disana. Wajah mereka tampak marah mungkin akibat pengumuman tadi pagi. Berita itu menyebar sangat cepat karena melalui media sosial dan di repost oleh banyak orang.

"Sekarang jujur aja, siapa yang nulis artikel itu dan nyebarin di akun!?" tanya Jisung pada keempat temannya.

"Bukan gue" sangkal Renjun cepat.

Jisung menyeringai mendengar jawaban singkat yang keluar dari mulut pemuda Huang tersebut. "Gue juga bisa nyangkal kalo itu bukan gue, tapi masalahnya itu pengumuman ditulis di akun Dream, dimana cuma kita berlima yang bisa masuk ke akun itu. Ditambah lagi akun itu cuma ada di leptop markas ini. Secara logika, dia nulisnya di ruangan ini, kalian tau kan kalo ruangan ini cuma kita yang bisa masuk kesini?"

"Jadi pelakunya salah satu dari kita? Tapi siapa dan kenapa juga dia ngelakuin itu?" saut Chenle.

Jisung bangkit dari duduknya. Dia mendatangi Chenle dengan cepat. "lo kemana kemarin malam? Sama siapa?"

Chenle bungkam. Dia nggak mungkin kan ngaku kalau kemarin dia nyelidiki si peneror itu. Bisa-bisa mereka tau soal aksi peneroran itu. Untuk sekarang Chenle nggak mau teman-temannya tau, cukup Jaemin saja. Dia nggak mau buat teman-temannya khawatir.

"G-gue seperti biasalah, di rumah" jawab Chenle sedikit gugup.

Jisung tersenyum senang mendengar jawaban yang keluar dari mulut Chenle. "Kenapa jadi gugup? Jadi lo pelakunya, lo ya yang udah nulis pengumuman itu? " tebak Jisung. Mendadak suasana disekitar berubah.

"Nggak-"

"YA TERUS APA??" bentak Jisung keras.

Chenle tersentak. Belum pernah ia melihat Jisung se-marah ini. Chenle terbiasa dengan sisi Jisung yang lain. Sisi dia yang ceria dan manja. Dia sama sekali tak menyangka kalau Jisung bakal marah.

"KALO BUKAN LO TERUS SIAPA? MARK? jujur! lo kan pelakunya?" tanya Jisung sambil memojokkan Chenle.

Renjun bangkit dari duduknya. Dia berjalan menuju Jisung yang sudah naik pitam. "Kalo cara lo begini pelakunya nggak bakal ketemu"

"Ya Terus Apa?"

Renjun merogoh saku jasnya. Dia mengambil kartu Dream miliknya dan ditaruh ke atas meja. Semua mata segera tertuju padanya. Buat apa juga ngeluarin kartu Dream? Begitulah isi pikiran mereka.

"Keluarin kartu kita, gue mau lihat siapa pelakunya karna tadi pagi gue nemuin kartu ini di bawah meja" ungkap Renjun sambil menenteng sebuah kartu lain dari sakunya.

Semua anggota Dream melongo. Mereka segera mengeluarkan kartu mereka masing-masing. Dimulai dari Chenle, Jisung, dan selanjutnya Haechan.

"Chan, punya lo mana?" tanya Jisung sadar kalau Haechan belum mengeluarkan kartu miliknya.

"Em...."

"Jangan bilang kalo-"

KRING!

Suara bel berbunyi. Semua anggota Dream mau tak mau harus menghentikan diskusi mereka untuk lain waktu.

"Gue mau penjelasan lo nanti malam!" tuntut Jisung lalu beranjak pergi disusul dengan Chenle dibelakangnya. Kini hanya tinggal Renjun dan Haechan saja.

Saat Haechan mau pergi, dengan cepat Renjun mencekal tangannya yang membuat langkah pemuda Lee itu terhenti. Renjun kemudian mensejajarkan tubuhnya dengan Haechan. Dia menatap Haechan dengan tajam.

"Kenapa lo nggak bilang sama mereka soal kartu lo?" tanya Renjun dengan nada serius.

Haechan tak bergeming. Ia tak mau membuka mulutnya. Hanya terdiam. Senyum manisnya terukir yang Renjun muak dan memalingkan wajahnya. membuat

"Ada hal yang sebaiknya gak di jelasin," ucap Haechan halus. Haechan lalu melepaskan cekalan tangan Renjun yang masih melingkar dengan kuat. "Sebaiknya kita pergi, mereka bakal curiga kalo kita lama-lama disini"

Haechan berniat pergi dari ruangan itu. Tapi untuk kedua kalinya langkahnya dihentikan oleh Renjun. Kali ini bukan tangan Renjun yang bergerak namun ucapan Renjun lah yang membuat Haechan terdiam.

"Kartu lo ilang kan dimalam itu" kata Renjun singkat. Pemuda Huang itu kembali mensejajarkan tubuhnya dengan Haechan yang tengah terpaku untuk kesekian kalinya.

"Kartu lo ilang waktu malam kak Mark jatuh. Kartu lo pasti jatuh saat mau nolong gue kan?" sambung Renjun kemudian. "Gue bener, kan Chan?"

🌱🌱🌱

Ditempat lain, tepatnya di penjara, Kun sekarang tengah terduduk sendirian di dekat jendela lapas yang tingginya minta ampun. Pemuda itu termenung sendirian disaat teman-teman selapasnya dengan asik bercanda.

Kun terdiam memandang sebuah plester yang kini menghiasi tangannya yang tidak terluka sama sekali. Pikirannya lalu melayang ke saat ia bertemu dengan temannya kemarin. Temannya yang sudah memberikan plester ini.

Kun menengok ke arah teman satu lapasnya. Dia kemudian menatap kembali plester itu. Perlahan tangannya meraih plester tersebut dan mencabutnya. Terlihatlah sudah kalau dibalik plester ada sebuah obat yang selama ini mengisi pikiran pemuda tersebut.

Sempat terdiam beberapa detik, namun pada akhirnya Kun memilih tuk meminum obat pemberian teman sekelasnya.

Tak ada reaksi apapun. Tapi dalam hitungan detik, napas Kun mendadak sesak. Kepalanya sakit dan badannya lemas. Obat itu rupanya bereaksi dengan cepat. Syukurlah Kun tak harus menunggu lama-lama. Karna tak lama dari itu tubuhnya mulai kejang-kejang, mulutnya mulai mengeluarkan busa.

Teman satu lapasnya segera menyadari itu. Mereka dengan cepat menolong Kun yang tengah kesakitan. Ada yang memanggil polisi, ada juga yang mencoba menolong ditempat sebisanya.

Tak butuh waktu lama para polisi datang dan segera membawa tubuh Kun pergi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!