Dream 9

"Gue anterin lo ya ke ruang inap biar lo diinfus!" ajak Haechan memapah Ten buat pergi. Saat dalam perjalanan Ten mengucapkan sesuatu ke Haechan.

"Lo lihat kan, sebenarnya lo lihat sedari tau, tapi nggak bilang ke kita" ucap Ten sambil terus dipapah Haechan.

Haechan terkekeh. "lo lagi ngomongin apa sih Ten? Nggak ngerti gue" sangkalnya.

Ten ikut tersenyum meski itu cuma sedikit. "Chan jangan lupa ya kalo paman gue itu seorang polisi. Sekedar mengingatkan, nggak baik loh nyembunyiin banyak hal dari kita. Apalagi kita udah temenan lama"

"Hmm," Haechan bergumam. Ia berhenti sejenak saat keduanya sudah sampai didepan kamar yang bakal Ten tempati. Sementara itu, Ten memasuki kamar itu.

"Gue tahu kok itu nggak baik tapi mau gimana lagi. Kalo gue spil semua nanti yang ada kalian bakalan takut" katanya sambil menatap Ten yang tengah terpaku di tempatnya. "Mereka bakal takut persis kayak lo saat ini "

"Maksudnya?"

Hening. Setelah itu tak ada suara Haechan menyambar. Pemuda itu terdiam sambil menatap Ten secara intens. Sumpah kalo Chenle yang ada disini pasti dia sudah lari terbirit-birit menjauh dari sosok dihadapannya itu. Untung saja ini Ten.

"HaHaHa....." akhirnya setelah keheningan yang melanda cukup lama, suasana membaik setelah tawa Haechan pecah. Dia terdengar begitu puas layaknya tak ada beban sekalipun.

"Dah buru masuk udah malem nih, jangan lo kira gue bakal nemenin lo semalam suntuk!" suruhnya lalu tangannya dengan cepat meraih knop pintu dihadapannya itu. Haechan bermaksud menyudahi percakapan antara dia dan Ten namun sepertinya Ten belum puas akan hal itu.

Buktinya saja saat Haechan hendak menutup pintu dengan cepat Ten mencekal. Pemuda itu lalu menjulurkan kepalanya ke sela-sela pintu yang masih terbuka walau hanya sedikit.

"Ngomong-ngomong Chan, gue mau ngasih tau sesuatu loh. Sebenarnya gue denger sesuatu dari dia. Mau tau nggak?" tantang Ten dengan mata berbinar.

Haechan membeku. Terlalu lemas untuk membuka mulut. Ucapan Ten itu sangat tak terduga. Tadi kan ia cuma bercanda saja untuk menakuti-nakuti tapi sepertinya Ten tak menganggapnya sebagai candaan. Ten nggak bercanda dengan ucapannya saat itu.

Ten mengeluarkan smirk nya. Kini giliran Ten yang menatap Haechan secara intens. Tatapannya sukses buat nyali pemuda Lee itu menciut. Samar-samar ia mendengar ucapan Ten yang setengah berbisik.

"Katanya Haechan....Haechan....Dia tau sesuatu. Haechan tau siapa orangnya!" tutur Ten lalu menutup pintu dengan cepat meninggalkan Haechan yang tengah melotot tak percaya.

Benarkah yang ia katakan tadi. Apa benar Lucas ngomong itu sebelum mati? Kenapa juga Ten nggak bilang sedari tadi sama yang lain? Atau jangan-jangan ada yang ia sembunyikan?

Ten menghembuskan nafasnya secara kasar. Dia kemudian berjalan ke ranjangnya dengan pelan. Disekitar sana sudah ada suster yang menunggu untuk menyuntik.

"Maaf suster kalo telat, tadi habis ke kantin dulu " dusta Ten lalu berbaring di ranjang.

Tak menunggu lama sang suster segera menyuntikkan sebuah cairan yang Ten yakini sebagai obat. Setelah itu tangannya dipasang infus.

"Makasih sus, ini bisa dicopot nanti pagi kan?" tanya Ten sambil melihat si suster berkemas. Si suster hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu pergi.

"Tunggu dulu!" cegat Ten. "Kok gue baru lihat ya ada suster laki-laki di rumah sakit ini. Perasaan nggak ada suster laki-laki yang bertugas di gedung ini "

Perlu kalian tau kalo kakek Ten ini seorang dokter yang pernah bekerja disini dan sekarang pun masih. Jadi wajarlah kalau ia tau siapa saja yang bekerja di gedung ini. Setau Ten gedung ini nggak pernah ada suster laki-laki yang bertugas karna disini dekat dengan pusat ruang rawat anak-anak. Jadi wajarkan kalo dia mempertanyakan hal ini.

"Saya baru bekerja disini beberapa hari yang lalu" jawab sang suster dengan suara bergetar. "Saya izin pamit, masih ada yang harus dikontrol "

Suster itu kembali melangkahkan kakinya untuk pergi. Tapi untuk kedua kalinya pemuda bermarga Bang itu menyuruh untuk berhenti.

"Tunggu, obat apa yang kau beri padaku ? Kenapa kepalaku jadi pusing?" tanya Ten sambil memegangi kepalanya yang sakit. Dilain sisi suster itu akhirnya berbalik badan dan membuka masker yang sedari tadi menutupi wajahnya.

Dalam kesadaran yang semakin menipis, samar-samar Ten melihat si suster yang tengah tersenyum ke arahnya. Dia lalu mengeluarkan ponsel dan segera menelpon seseorang.

"Beres. lo bisa masuk sekarang!" ucapnya lalu sambungan terputus. Bersamaan dengan itu, kesadaran Ten pun hilang. Pemuda itu pingsan dihadapan suster yang tengah berjalan kearahnya bersama seseorang.

BRAK!!!

Jaemin berjalan kedalam dengan lemas. Langkah kakinya tampak begitu berat. Pemuda itu segera menjatuhkan badannya ke sofa dengan kasar.

"Lihat aja nanti kalo ketemu. Berani banget ya ninggalin gue sendiri. Awas aja lo Kim Jeno !!!" teriak Jaemin sambil berlari menuju kamar Jeno.

"Jeno sini nggak loh, tega bener lo ninggalin gue di tempat itu!" maki Jaemin sambil menggedor-gedor pintu kamar Jeno.

"Woy Kim Jeno!"

Tak lama kemudian pintu kamar Jeno terbuka, namun yang keluar tidak seperti ekspetasi Jaemin. Bukannya si empu kamar yang muncul eh malah bibi yang malah ada.

"Lah kok bibi yang ada muncul?"

"Emangnya kenapa? Nyariin Nono?" tanya balik bibi.

Jaemin mengerutkan keningnya tajam. "Emang dia kemana bi'?". Jaemin melihat kedalam kamar kembarannya itu. Tidak ada tanda-tanda ada aktivitas. Kosong.

"Lah kok malah nanya sama bibi, kan tadi perginya sama Nana" jawab bibi ikutan keheranan. "Emang pulangnya nggak barengan?"

"Dia udah pulang duluan jadi gue mau ngasih pelajaran sekarang. Udah deh bibi nggak usah nyembunyiin dia, mana dia?"

Bibi malah menutup pintu kamar Jeno. "Bibi beneran nggak tau. Dari tadi nggak ada yang pulang selain Nana. Udah ah bibi mau beres-beres lagi" jawab bibi lalu pergi.

Sepeninggal bibi, Jaemin segera merangsang masuk ke kamar Jeno yang rupanya tak dikunci. Begitu masuk, pandangannya langsung tertuju pada sebuah mading di dekat meja belajar. Disana tertempel foto semua teman sekelas dengan coretan silang pada foto Lucas dan Mark. Cuma dua foto itu yang disilang seperti sebuah pertanda.

"Ini maksudnya apa sih?" heran Jaemin memperhatikan foto temannya satu persatu. Selain dua foto yang berbeda ada juga yang berbeda. Yakni foto Chenle dan Jisung yang dilingkari serta foto Haechan, Kun dan Renjun yang dilingkari.

Sumpah otak Jaemin nggak bisa buat mencerna maksud dari semua ini. Kenapa juga Jeno lingkarin foto temannya dekat mereka itu? Kenapa dia silangin foto Lucas dan Mark yang sudah mati ?

Tapi pertanyaan terbesar Jaemin sekarang yaitu kenapa Jeno majang semua foto itu?

Dimohon bagi siapa saja yang tahu silakan kasih tau Jaemin disini. Dia udah pusing mikirin semua masalah. Tolong jangan ditambah lagi dengan masalah ini.

Deg...

Napas Jaemin sesak. satu yang ia pikirkan. Jaemin berusaha berpikir positif. Kembarannya bukan lah orang yang bisa berbuat kejam seperti dugaan nya.

"Gue harus lebih perhatiin Jeno mulai sekarang" gumam Jaemin.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!