Dream 14

Jaemin kembali memeriksa lengan Renjun yang baru saja di perban beberapa saat yang lalu. Pemuda Huang itu menatap gemas pada pemuda kecil di sampingnya. Ini sudah keberapa kalinya Jaemin menanyakan hal yang sama.

"Njun lo nggak luka parah, kan? Orang itu nggak nyakitin lo, kan?" tanya Jaemin bertubi-tubi. Pemuda itu memeriksa lengan Renjun dengan cemas.

Renjun menyunggingkan senyumnya sebelum membalas pertanyaan Jaemin. Dia tau betul kalau temannya itu lagi cemas sekarang. Ah bukan, Jaemin bukan lagi teman, melainkan sahabatnya. Iya Renjun sudah anggap Jaemin sebagai sahabat meski mereka baru bertemu beberapa bulan. Sedekat itu mereka.

"Gue nggak apa-apa kok Jaem. Ini kan udah diobati. Jangan terlalu khawatir deh. Lagian ini cuma luka kecil"

Saat ini keduanya tengah duduk didepan Chindomaret. Begitu melihat Renjun terluka, Jaemin langsung membawanya kesini karna tempat ini yang paling dekat dengan tempat kejadian.

Tadinya Jaemin mau ajak Renjun masuk ke rumah dia, tapi Renjun menolak. Pemuda itu tak mau membuat ayahnya khawatir. Anak berbakti sekali dia.

"Lagian ngapain sih lo malam-malam berdiri disitu. Untung dia cuma bawa pisau kecil, kalo gergaji mesin gimana. Bisa putus lengan lo"canda Jaemin sambil menyeruput susu kotak.

Renjun kembali tersenyum. Menurutnya Jaemin itu sungguh menggemaskan. "Lo juga kenapa ada ditempat itu malam-malam. Sekolah udah bubar tiga jam yang lalu. Apa Jeno nggak nyariin lo?"

Jaemin gelagapan. Dia tak menyangka kalau Renjun bakal nanyai dia balik. "jawab dulu napa!"

"Iya-iya"

Renjun berdiri sebentar guna membetulkan posisi duduknya. "Akhir-akhir ini gue dapet teror Jaem. Setiap malam pasti ada orang yang ngerusak toko bokap gue. Entah itu nyopot brosur, nyemprot-nyemprot tembok, coret-coret spanduk muka bokap gue, atau ngotori toko. Yang paling parah sih pernah mecahin kaca" tutur Renjun.

"Sejak kapan Njun!? kenapa lo nggak ngomong ke kita?"

"Nggak perlu! kalian pasti banyak masalah. Gue nggak mau ngebebanin kalian dengan masalah gue " ungkap Renjun sedih.

"Sejak kapan?"

"!ggak usah. Biar gue aja yang selesain ini. Paling itu saingan bokap. Udah deh!" pinta Renjun.

"Sejak kapan!?" Jaemin kembali bertanya yang membuat Renjun menelan ludahnya kasar. Tak pernah ia lihat Jaemin seserius ini. Biasanya ia tipe orang yang periang. Mood booster banget.

Tapi sekarang yang ia lihat berbeda dari biasanya. Jaemin yang biasanya bertingkah lucu. Jaemin yang biasanya tertawa riang. Jaemin yang biasanya jadi si pencair suasana kini berubah jadi serius.

"Renjun ini nggak bisa dianggap remeh. Ingat udah dua teman kita yang jadi korban. Katakan sejak kapan lo diteror ?"

"Dua? lo salah Jaem. Ten juga udah meninggal. Lo nggak tau?" tanya Renjun menoleh kaget pada Jaemin.

Tubuh Jaemin membeku. Ia tidak tau kabar Ten setelah mereka dari rumah sakit untuk melihat jasad Lucas.

"Jaem?" Renjun mencoba menyadarkan Jaemin.

"Kenapa gue nggak tau Njun? kenapa kalian nggak bilang apapun sama gue?" tanya Jaemin sedih. Jujur, ia tidak tau apapun permasalahan teror pembunuhan ini.

Renjun merutuki dirinya karena memberi info di saat yang tidak tepat. "Maaf, tapi kita semua nggak bermaksud buat nyembunyiin masalah ini dari lo, lagi pula Ten meninggal karena overdosis obat dan sekarang perawat nya sudah di tahan"

Jaemin terdiam. Renjun pun sama diam nya. Keheningan melanda kedua anak adam itu. Renjun masih diam. Dia masih terlalu enggan tuk membicarakan hal sesensitif ini. Sedangkan oknum bernama Jaemin masih terus mmenatapnya

🌱🌱🌱

Jaemin berjalan lemas. Matanya sembab karna menangis semalaman. Langkahnya gontai, semangatnya pudar. Sementara pikirannya menerawang jauh kesana.

Ia kacau. Ia merasa tak becus menjadi manusia. Bagaimana bisa ia biarkan hal ini terjadi? Bagaimana bisa seseorang pergi lagi?

Ia tak rela. Sungguh tak mampu tuk melepaskan kepergian satu teman nya lagi. Pemuda itu selalu menyalahkan dirinya sendiri.

Sekarang ia berdiri sendiri menatap temannya yang tengah terbaring nyaman di sana. Menatap nisan bertuliskan nama temannya yang begitu ia sayangi.

"Maaf gue pergi malam itu. Maaf karna gue nggak nanya lo malam itu apa lo baik-baik saja. Maaf...." tangis Jaemin menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Renjun terdiam membiarkan Jaemin menangisi makam Ten. Setelah cukup lama duduk di depan Chindomaret, Jaemin mengatakan pada Renjun bahwa ia ingin mengunjungi makam Ten. Dan di sini lah mereka akhirnya.

"_Maaf karena ngebiarin dia bunuh kalian satu-persatu. Gue janji, gue bakal nemuin teror pembunuh berantai ini atas nama kalian! Kak Mark, Lucas, Ten... Tunggu..."

🌱🌱🌱

Jisung keluar dari gedung tempatnya mengambil les. Ini sudah dua tempat yang ia kunjungi malam ini. Wajah pemuda itu tampak begitu lelah. Tak dapat dipungkiri lagi jika Jisung sudah tak bertenaga lagi.

Jisung menyambar pintu mobil yang sudah stay didepannya. Ia lalu melempar tasnya ke sembarang arah. Masuk ke dalam dan memainkan ponselnya.

"Jalan pak!" printah Jisung sambil memainkan jari jemarinya di atas layar ponsel.

"Baik, tuan muda. Kita bakal ke tempat ketiga, bukan?" tanya sang sopir dengan nada sedikit ragu.

"Hah, bukannya papa nggak jadi daftarin gue ke tempat les. Kenapa dia maksain gue dateng?"kata Jisung mengacuhkan ponselnya sebentar.

"Tuan besar sudah daftarin tuan muda les privat tuan, dan juga tuan dilarang menolak, ini perintahnya!"

"Tapikan ini udah malam. Bapak lihat sendiri kan kalau ini sudah jam sebelas lebih. Kalo gue tetep berangkat kesana pulangnya pasti setengah satu. Gue udah capek les di dua dan ini malah ditambah satu lagi. Dasar tua bangka tidak tau diri !!" umpatnya kasar.

"Kita pulang aja pak nggak boleh bantah !" perintah Jisung tanpa ba-bi-bu.

"Tapikan, nanti tuan besar marah. Bapak nggak berani mengabaikan perinta tuan besar"

Jisung menghela nafas kesal. "Urusan papa biar gue yang urus. Kita pulang aja pak!" printah Jisung untuk kedua kalinya.

Sampai beberapa menit ke depan mobil belum juga di nyalakan. Jisung yang tadinya sibuk dengan ponselnya mendadak menatap pak sopirnya yang tengah gemetar ketakutan sambil memandangi kontak nomer ayahnya.

Pemuda itu tau betul kalau pak sopirnya pasti takut bakal dimarahi oleh pak Park. Ia tau betul tabiat ayahnya kalau sedang marah. Siapapun pasti kena marah. Entah itu bersalah atau tidak bersalah sama sekali. Jika orang itu ada hubungannya pasti dia bakal kena marah. Dan Jisung yakin kalau masalah ini sampai ke telinga ayahnya pasti pak sopir inilah yang bakal kena pertama. Jisung yakin seratus persen kalo ayahnya bakal mecat sopirnya karna tak becus dalam bekerja.

Jisung menghela nafasnya kembali dengan pelan." Kita pergi aja pak ke tempat ketiga" ucapnya mengalah.

Sebuah senyuman langsung mengembang di bibir sang sopir. "Benarkah tuan ??" tanyanya tak percaya.

Jisung menganggukkan kepalanya pelan. " Karna mood gue mendadak jadi enak, kita pergi aja kesana. Lagian ini cuma satu jam, nanti gue mau nawar aja jamnya dikurangi biar cepet. Ayo pak jalan!" ajak Jisung.

"Iya baik tuan muda " manut sang sopir. Mobil ia nyalakan dan perlahan pergi dari tempat tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!