Nero Tahu

Nero sudah pulih. Ia kembali sibuk dengan rutinitasnya. Widi juga belum kembali dari pekerjaannya. Rumah hanya dihuni dua orang, Nero dan Widi.

Pagi itu sesuai permintaan Nero, mereka sarapan dengan menu nasi goreng lauk telor mata sapi. Pria itu suka dengan makanan buatan Fay.

"Hari ini saya pulang lebih awal, kita makan malam di luar. Anggap saja ucapan terima kasih sudah merawat saya," ujar Nero mengawali percakapan.

"Iya, Mas." Fay mengangguk senang. Sejak sembuh dari sakit, sikap Nero memang lebih halus dari sebelumnya.

"Saya duluan." Nero bangkit berdiri. Fay cekatan langsung memberikan bekal makan siang. Pria itu tersenyum mengucapkan terima kasih lalu pergi.

*****

Nero menepati janjinya. Malam ini keduanya tengah duduk menikmati makan malam di restoran mewah di kota.

"Kerjaan kamu gimana?"

Pertanyaan yang dilontarkan Nero barusan jelas membuat Fay terkejut heran. "Tumben," batin Fay heran sekaligus senang karena merasa diperhatikan.

"Fay," panggil Nero sebab Fay bukannya menjawab malah bengong.

"Eh ... baik, Mas. Maksud aku semua lancar," jawab Fay tersipu malu, ketahuan melamun.

Usai makan malam Nero mengajak Fay bersantai sejenak di pantai. Mereka berdua asyik menikmati debur ombak dari atas kap mobil, duduk bersandingan.

"Udaranya sejuk ya, Mas," pancing Fay membuka percakapan.

Nero mengangguk setuju. Ia keluarkan sebungkus rokok dari saku celana, tak lupa korek api. Diambilnya sebatang, sisanya ia letakkan di atas kap mobil. Korek api ia gunakan untuk membakar sebatang rokok yang sudah berpindah di tangannya.

"Rokok, Fay." Nero menawarkan rokok itu dengan santai. Fay hanya menggeleng, menolak secara halus.

"Aku nggak merokok," tolak Fay tersenyum tenang.

Nero memasukkan kembali rokok dan korek api di saku celana. Asap berhembus pelan dari hidung dan mulutnya.

"Saya penasaran, apa motivasi kamu menerima perjodohan kita?" Nero menatap jauh ke depan sembari terus menikmati rokoknya.

"Tumben penasaran, ada apa?" Fay balik bertanya. Ia enggan menjawab pertanyaan semacam itu sebab akan membuatnya terlihat rapuh.

Nero diam menatap minumannya. Ekspresinya dingin, tapi sedikit beda. Seolah ia kini sedang memendam kesedihan.

"Saya tidak suka pertanyaan saya dijawab dengan pertanyaan." Tatapan Nero beralih ke mata Fay, tajam dan menusuk.

Fay menelan salivanya, gugup. Sedetik kemudian, diambilnya nafas panjang agar bisa lebih tenang.

"Pertanyaan kamu aneh, Mas. Kita pernah membahas ini saat bulan madu. Harusnya tidak perlu dibahas lagi," protes Fay dengan suara lebih santai.

"Saya yakin, kamu memang sudah terobsesi dengan saya," komentar Nero percaya diri.

"Ha?" Fay melongo. Ia akui, perasaannya memang sudah muncul sejak pertama jumpa. Tapi tidak untuk kata obsesi. Logikanya masih waras.

"Saya yakin kamu terobsesi ingin memiliki saya," lanjut Nero masih dengan kepercayaan dirinya yang tinggi.

Fay menatap wajah suaminya itu dengan tatapan heran. "Efek demam kemarin berdampak sekali, ya?"

"Nyatanya, kamu memiliki kecemburuan yang begitu besar dengan Widi, sampai kamu cari tahu soal dia ... diam-diam di belakang saya."

Fay menelan salivanya tegang. Nero mengeluarkan selembar foto yang harusnya ada di dalam tasnya.

"Kamu dapat dari mana foto itu?" tanya Fay tegang.

"Saya yang harusnya tanya. Kamu dapat dari mana foto ini?" tandas Nero.

Fay menghela nafas, mencoba menenangkan diri sebelum akhirnya ia jelaskan tentang pertemuannya dengan Widi hingga ia tidak sengaja menemukan foto itu.

"Kapan kalian bertemu?"

"Sehari sebelum dia berangkat."

Nero menghela nafas berat. Diteguknya perlahan minuman miliknya. "Selain foto ini ... apalagi yang kamu tahu?"

Fay bingung harus cerita atau pura-pura tidak tahu. Ia memilih bungkam, mengikuti pepatah diam adalah emas.

"Saya benci saat kamu merahasiakan sesuatu, Fay." Nero diam sejenak. "Apa Galen tahu?"

"Ya ...ups!" Fay spontan membungkam mulutnya sendiri yang keceplosan membenarkan pertanyaan suaminya.

Drrt... Drrt... Drrt... Telpon masuk berdering. Mata keduanya langsung tertuju pada HP milik Fay. Tertera nama Ance di layar.

"Mampus!" teriak Fay dalam hati.

"Ance?" Nero memandang tajam wajah Fay. "Darimana kamu kenal dia?"

Fay buru-buru membalik layar HP miliknya. Tersenyum ditatapnya Nero, berusaha tidak gugup.

"Jangan Mas!" Terlambat Fay membaca pikiran Nero, secepat kilat diraihnya HP itu.

📞 "Halo, Mbak! Ance ada kabar terbaru soal Mbak Widi. Bisa ketemu nggak?"

"Bicara sama saya saja!" jawab Nero begitu ia tekan tombol hijau pada layar HP.

📞 "Mas ...."

Tut. Ance langsung mematikan telpon begitu menyadari yang mengangkat telpon adalah Nero.

"Saya harap kamu berhenti mencari tahu soal Widi dari sumber yang tidak bisa dipercaya." Nero mengembalikan HP milik Fay.

"Buktinya valid, Mas," tandas Fay geram.

"Bukti apa?"

Fay mengeluarkan beberapa lembar foto lainnya. Semua gambar Widi sedang duduk bersandingan dengan pria asing yang berbeda. Latar belakangnya ada yang di kantor Widi, di pantai, dan juga di kamar entah hotel atau apartemen.

"Dia selingkuh, Mas!"

"Foto biasa di edit, Fay!"

Fay belum menyerah. Surat berobat milik Widi ia keluarkan dan letakkan di atas meja. "Widi pernah aborsi."

Nero diam, diteguknya lagi minuman miliknya. Nafasnya terdengar berat.

"Apa ini wanita yang pantas diperjuangkan, Mas?" tanya Fay.

"Lancang kamu, Fay! Bukti seperti ini bisa saja palsu!"

Drrt... Drrt... Drrt... Nama Ance kembali muncul di layar HP milik Fay.

"Halo," jawab Fay begitu menekan tombol terima telpon.

Ance minta Fay untuk menekan loudspeaker sebab ingin suaranya juga didengar langsung oleh Nero. Fay mau menuruti sebab keduanya memang dinner di ruang VVIP, hanya ada mereka berdua di tempat itu.

📞 "Mas Nero udah tahu kalau Mbak Widi hobi selingkuh. Waktu Mas Nero minta putus, wanita iblis itu ngancam bakal nyebarin video hubungan intim mereka di medsos."

"Dia bohong!" bentak Nero panik.

📞 "Sumpah!"

"Mas, Saya tahu kamu benci kebohongan," tantang Fay menuntut kejujuran Nero.

"Kita bicara lagi nanti," tutup Fay sebelum mematikan telpon. Tatapannya fokus menatap Nero yang semakin salah tingkah.

"Iya. Dia benar," ungkap Nero jujur, kepalanya hanya menunduk. "Saya hanya mengikuti permainan Widi saja."

"Kita harus ambil video itu, Mas!"

Nero mendongak menatap wajah Fay. Ia mengaku frustasi mencari keberadaan video itu. Widi terlalu pintar menyembunyikannya.

"Aku akan bantu kamu, Mas," ujar Fay menyentuh pundak suaminya.

"Saya bisa bereskan masalah ini sendiri," tolak Nero.

Fay mengancam akan beritahu keluarga kalau dia tidak diperbolehkan membantu. Nero menggeram kesal.

"Ayolah, Mas. Kasih aku kesempatan buat bantu kamu keluar dari masalah ini," pinta Fay penuh harap.

Nero menggelengkan kepala, kukuh pada keputusannya. Menyelesaikan permasalahannya sendiri.

"Saya tidak ingin kamu dalam bahaya, Fay. Widi bukan perempuan sembarangan. Dia itu nekat."

"Aku nggak takut."

"Memangnya rencana kamu apa?"

Fay tersenyum menanggapi pertanyaan Nero. Baginya, pertanyaan itu adalah lampu hijau untuk membantu.

"Nanti aku kasih tahu. Tunggu aja hasilnya," jawab Fay.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!