Tok tok tok! Pintu terbuka, Ance langsung mempersilakan Fay masuk. Kali ini ia datang sendiri.
"Mas Galen sama Mas Nero nggak ikut, Mbak?" Ance meletakkan empat gelas minuman di atas meja.
"Mereka on the way ke sini. Galen dari studio, Mas Nero dari kantor. Bentar lagi pasti dateng."
Tok tok tok! Dugaan Fay benar, orang yang mengetok pintu tak lain adalah Galen dan Nero. Mereka datang bersamaan.
Nero dan Galen langsung bergabung dengan Fay dan Ance. Mereka berempat memutuskan pindah di ruang tengah setelah Ance menutup pintu depan.
Keempatnya duduk melingkari meja bundar di depan TV. Nero langsung meminta Ance menunjukkan bukti yang ia bilang kemarin di telpon.
Sebelumnya Ance menceritakan bagaimana video itu bisa di tangannya. Rekaman itu sebenarnya tidak sengaja direkam.
Sehari sebelum Nero meminta putus yang berakhir pada kata ancaman dari Widi, Ance tidak sengaja meninggalkan handycam miliknya di atas meja rias.
Saat Ance mengambil handycam itu, dia baru sadar kalau kamera sempat ia tinggal dalam keadaan menyala sampai mati karena kehabisan baterai.
Hal itu ia ketahui setelah mengisi daya baterai, ada satu rekaman asing yang tersimpan di memori. Penasaran, ia tekan tombol putar.
Ance kaget sebab rekaman itu ternyata berisi seluruh percakapan Widi dan Nero soal video m*sum mereka.
"Widi tahu soal kamera ini?" tanya Nero. Ance menggeleng.
"Kita harus bisa ambil video itu," ucap Fay tegas. Satu-satunya cara hanya itu.
"Masalahnya Ance juga nggak tahu dimana letak video itu," gumam Ance dengan logat gemulainya.
"Kalau bukan abang gue, udah gue habisin loe Mas!" Galen tampak memendam emosi pada Nero, tapi berusaha tetap tenang.
"Kamu pikir saya mau di posisi ini?" sahut Nero tersulut emosi. Memikirkan penghianatan Widi sudah cukup menyakitkan baginya. Sekarang adeknya malah memusuhinya.
"Setelah urusan Widi kelar, kita perlu bicara," bisik Galen sepelan mungkin di dekat Nero. Matanya terus tertuju pada Fay dan Ance. Memastikan mereka tidak menyadari ucapannya.
Nero hanya diam tidak menanggapi. Sebelum berangkat keduanya sempat bertemu di tempat lain. Galen memakinya dan keduanya nyaris baku hantam.
Galen benar-benar tidak terima sebab sahabat yang ia cintai hanya jadi objek permainannya.
Nero meraih handycam berisi rekaman percakapan soal ancaman Widi padanya. Tanpa pikir panjang, ia tekan tombol delete.
"Kok dihapus, Mas?" Ance terperangah kaget. Tak terkecuali Fay dan Galen.
"Nggak penting. Saya hanya ingin permasalahan ini selesai tanpa mengungkit satu sama lain. Cukup ambil video itu dan hapus. Setelah itu, saya bisa akhiri semuanya." Nero mengembalikan handycam itu pada Ance.
Fay langsung menahan lengan Galen ketika tangannya hendak dilayangkan untuk memukul kakaknya sendiri. Baginya kekerasan bukan solusi tapi menambah perkara.
"Galen tenang. Kita butuh solusi," bisik Fay berusaha menahan sahabatnya.
"Rencana loe apa?" tanya Galen mengurungkan niatnya memukul Nero. Baginya, sosok kakak di sebelahnya itu seolah tampil tanpa dosa. Itu yang membuatnya emosi.
"Di antara kita berempat hanya Ance yang tahu dan paham kondisi di apartemen dan kantor Widi. Kamu pasti hapal kebiasaan dia," ujar Fay menatap Ance serius.
"Semoga masih sama ya, Mbak. Seingat Ance, Mbak Widi suka menyimpan hal-hal pribadi di kantor. Soalnya dia pasti bawa pandangan ke apartemen," ungkap Ance dengan logat gemulainya.
"Bisa juga ... berubah disimpan di kamar rahasia yang ada di balik lukisan besar di kamar Mbak Widi," lanjut Ance.
"Lukisan Paris?" tanya Nero. Seingatnya hanya ada satu lukisan besar di dalam kamar Widi.
Ance mengangguk. "Saya pernah nggak sengaja ngintip Mbak Widi masuk ke ruangan itu."
"Loe pernah nyoba masuk, nggak?" tanya Galen ikut penasaran.
"Pernah, Mas. Cuma ... gagal. Pintunya pake sandi."
"Kita jangan cuma geledah di satu tempat, Mas," saran Fay.
"Maksudnya?" tanya Nero.
"Kita bagi tugas. Geledah di apartemen juga kantor Widi. Ance, kamu kenal pegawai cafe di sana, kan?"
"Ada, Mbak. Dia loyal banget sama Saya."
Fay mulai menjabarkan secara detail rencananya. Pertama, minta bantuan salah saat pegawai cafe untuk geledah kantor Widi.
Kedua, sewa orang yang bisa bobol sandi pintu. Ance juga harus ikut untuk geledah apartemen Widi.
"Tapi, Mbak. Apartemen Mbak Widi ada CCTV di beberapa tempat. Kamera itu langsung terpantau sama HP dia. Kita pasti langsung ketahuan," potong Ance khawatir.
"Urusan CCTV biar gue yang urus," sahut Galen, "loe kasih tahu gue dimana aja titik CCTV itu."
"Iya, Mas."
Rundingan demi rundingan terus bergulir hingga tanya terasa cari sudah malam. Kesepakatan telah dibuat. Semua juga sudah mendapatkan bagiannya masing-masing.
Fay, Galen, dan Nero pulang dengan membawa catatan tugas masing-masing.
"Mobil biar sopir yang mobil. Kamu pulang bareng Saya," perintah Nero saat Fay hendak masuk ke mobilnya sendiri.
"Cabut, Fay," pamit Galen sebelum masuk mobil. Sekilas ia sempat melayangkan tatapan tajamnya pada Galen, ingin membuat perhitungan. Keberadaan Fay mengurungkan niatnya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Fay diam menatap jendela samping. Menikmati pemandangan sepanjang jalan, lebih tepatnya berusaha menikmati.
Nero fokus memandang jalan di depan. "Saya janji akan bayar semua kebaikan kamu," cakap Nero dengan ekspresi datar.
"Nggak usah, Mas," sahut Fay tenang. Ia masih asyik memandang jendela samping.
"Sebenarnya tanpa kamu bantu, masalah ini pasti bisa Saya selesaikan sen-" ucapan Nero dipotong langsung oleh Fay.
"Aku tahu, Mas. Kalau masalah diselesaikan rame-rame, akan lebih cepat selesai, bukan"?
Fay menoleh ke arah Nero. "Aku penasaran. Soal Widi ... Mas tahu dari kapan?"
"Sebulan sebelum perjodohan kita."
"Kenapa Mas nggak berusaha tuntasin dari awal? Mas masih bisa terima Widi?" Fay terkejut, ia tidak mengerti cara berpikir suaminya.
"Butuh waktu untuk menerima itu semua, Fay. Lagipula, dia tidak sepenuhnya salah."
"Maksudnya?"
Nero mendadak menepikan mobilnya. Tatapannya tajam ke arah Fay. "Sekali lagi bertanya, Saya turunkan kamu di jalan!" ancam Nero tegas.
"Iya, Mas," jawab Fay lirih. Wanita itu mengalihkan pandangannya ke jendela samping lagi.
Mobil kembali melaju ke jalan. Fay menghela Nafasnya panjang. Nyalinya sempat ciut saat Nero menatapnya tadi. Tajam dan mengerikan. Kata-katanya juga mengerikan.
Fay nggak mau jalan kaki lantaran sulit dapat taksi. Tapi, hatinya jauh lebih sakit karena Nero belum juga melunak padanya.
"Apapun usaha aku untuk bantu kamu, nggak akan pernah rubah keadaan kita. Setidaknya aku udah coba buktiin kesungguhan aku, Mas," batin Fay sendu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments
Florensia Dita
terima kasih sudah mampir
2023-07-19
1
kak pii
lanjut
2023-07-19
1