Kejutan Menyakitkan

"Nero sudah tidak sabar ingin memberikan kejutan selamat datang untuk Fay di rumah baru kami." Kalimat ramah terakhir Nero berhasil menjemput istrinya pulang.

Sepanjang perjalanan keduanya hanya diam. Sedikit pun Fay tak ingin ngobrol dengan suaminya itu. Pandangannya hanya lurus ke depan.

Teringat soal kejutan, Fay mengira-ngira kejutan apa yang laki-laki itu maksud. Kado emas, gaun, atau mobil? Sikap kejamnya tentu mustahil terjadi. Terlintas memori pergumulan kasar di malam pertama membuatnya bergidik ngeri.

"Nggak mungkin." Fay menggelengkan kepalanya.

"Kamu kenapa?" Nero heran melihat tingkah anehnya.

Fay langsung berlagak baik-baik saja. Lebih baik tidak mengatakan apa pun daripada terkesan memancing jiwa monster suaminya.

Rumah itu sangat luas. Tema serba putih, seluruh cat dan interior hanya berwarna putih. Bunga yang ditanam juga berwarna putih.

"White Land," bisik Fay pelan, spontan terpikirkan satu nama untuk kediaman yang baru saja ia masuki.

Nero melirik sekilas. "Bagus juga nama itu. Welcome to White Land."

"Terima kasih, Mas." Fay tersenyum senang. Dilangkahkannya kaki mengikuti suaminya masuk ke dalam rumah.

"Kamu sudah pulang, Sayank?"

Fay langsung mendengus kesal begitu melihat perempuan yang sangat ingin ia hindari, Widi. Apa mungkin yang dimaksud kejutan adalah Widi? Kejam sekali.

"Selamat datang istri kontrak," sapa Widi penuh cemooh.

Widi tampak nyaman hanya mengenakan kemeja putih kedodoran, panjangnya hanya menutup beberapa senti paha mulusnya. Mengamati lebih detail, Fay ingat betul itu adalah kemeja Nero. Kemeja putih yang dikenakan saat pemberkatan nikah.

"Hai, kekasih," balas Fay ketus. Bukannya tersindir dengan posisi lebih rendah yakni hanya kekasih, perempuan itu justru terlihat senang.

"Bagus kalau kamu paham. Aku memang kekasih sejatinya suami kamu." Widi tersenyum bangga. "Jadi kamu dilarang tidur di kamar utama bersama kekasihku. Taruh barang kamu di tempat lain."

Hendak protes, ia berfikir sejenak. Menghadapi situasi seperti ini tidak boleh dengan emosi. Diputarnya segala logika yang menjadi masuk akal.

"Nggak bisa! Masa kontrak pernikahanku masih berlaku. Meskipun kontrak, istri sah secara hukum dan agama adalah aku. Kamu hanya kekasih. Jelas nggak mungkin menempati kamar utama."

Widi hendak melontarkan protes, secepatnya Fay mengangkat tangan meminta diam sebab belum selesai bicara.

Fay menjelaskan dari awal dia sudah menyetujui kontrak dan juga merahasiakannya. Semua keluarga tahu kalau dirinya dan Nero menjalin hubungan harmonis. Hubungan harmonis mana yang hidup terpisah kamar?

Setiap kali ada kunjungan keluarga, harus menata ulang semua dekor kamar seolah mereka pasangan suami istri yang bahagia dan saling cinta.

"Aku nggak mau kalau harus bolak-balik nata ulang kamar, mindahin barang-barang aku, kehidupan aku nggak cuman jadi istri... kontrakan." Agak kesusahan ia saat menyebutkan kata terakhir sampai sedikit terjeda.

"Oke! Kamu boleh simpan barang-barang yang sekiranya tidak terlalu penting tapi semua orang tahu itu milik kamu di kamar utama. Baju ganti dan sebagainya cukup simpan beberapa saja. Sisanya taruh di kamar sebelah," putus Nero tegas.

"Kalau keluarga kita datang dan nginap di sini gimana? Bukan nggak mungkin mereka lupa wajah dia," Fay mendongak menatap suaminya.

"Aku ungsikan sementara di hotel dekat sini. Kamu bisa tidur di kamar utama. Ingat! Hanya untuk menjaga skenario ini tetap rapi!"

Fay mengangguk setuju. "Besok barang-barang aku akan dikirim ke sini. Capek banget, aku naik ke kamar dulu."

"Tunggu!" cegah Widi. "Berhubung ini hari pertama kamu di rumah ini, aku ada satu kado kejutan."

Diterima kado itu meski terpaksa. Bentuknya kotak dibalut kertas kado warna merah. Penasaran, ia buka. Sebuah apron atau celemek memasak dengan warna putih.

"Itu sesuai banget dengan posisi kamu di sini. Hanya seorang istri kontrakan yang membantu kami mengolah bahan skenario agar bisa menikah."

"Maksudnya?"

"Tukang masak mengolah bahan makanan di dapur, istri kontrakan tugasnya mengolah bahan cerita supaya bisa cerai dan aku bisa menikah dengan kekasihku."

"Jangan berbelit-belit, Sayank. Apron itu sebagai penyemangat untuk tugas utamanya sebagai istri kontrakan," sambung Nero.

Fay memandang Widi dan Nero bergantian. Coba mencerna perkataan keduanya.

"Mulai besok, kamu bertugas menyiapkan sarapan, bekal makan siang, dan juga makan malam. Tiga porsi, untukku, Widi, dan kamu. Biar nggak kotor, pakai apron itu."

"Aku masak, dia ngapain?" Fay menunjuk Widi. "Nyapu? Ngepel?"

Terdengar tawa dari Widi dan Nero. Bagi mereka, pemikiran Fay sangat konyol.

"Sudah ada pegawai yang melakukannya, Widi adalah kekasihku, wajib diperlakukan seperti ratu. Tugasnya hanya mendampingi saya," Nero mengedipkan satu mata mesra ke arah Widi.

"Udahlah, terima aja. Itung-itung balas budi udah dapat makan tidur gratis di sini." Widi kembali nyinyir.

Wajah Fay merah padam menahan amarah. Melihat tatapan Nero yang ikut tersenyum sinis padanya dan bukannya membela istrinya, ia pun kehilangan kesabaran.

"Aku istri sah di mata hukum dan Tuhan. Kamu cuman kekasih di mata suamiku. Kekasih suami orang lain itu sama saja dengan pelakor. Berani banget kamu samakan aku dengan pembantu!"

Tanpa pikir panjang Fay mendekat dan melayangkan dua kali tamparan di kedua pipi Widi. Plak! Plak!

"Aw!" pekik Widi kesakitan. Nero tidak tinggal diam, diseretnya Fay naik ke atas masuk ke kamar utama.

"Kamu pulang dulu, katamu ada janji dengan temanmu. Biar kuurus mulut wanita ****** ini!"

Widi duduk terdiam mengusap pipinya yang panas. Seribu umpatan kotor terlontar dari mulutnya.

"Ampun Mas! Ampun! Sakit!"

Widi tertawa puas mendengar jerit tangis Fay dari atas.

Disusulnya ke atas biar bisa melihat muka babak belur wanita yang sangat ia benci. Tapi, HP miliknya terus berdering. Nama Sofia muncul di layar.

"Iya iya. Aku berangkat," Widi berbalik arah keluar rumah.

Plak! Plak! Plak! Kesekian kalinya Nero melayangkan tamparan ke wajah Fay. Pipinya tampak membiru. Hidungnya mimisan keluar darah. Badannya terkulai lemah di lantai kamar.

"J*la*g kep*r*t! Bertahun-tahun saja jaga agar tidak terluka. Berani kamu tampar dengan tangan kotormu itu!"

"Bi*d*b! Wanita kep*r*t! Pel*c*r!"

Fay hanya terkulai lemah tak mampu lagi bersuara. Mengangkat tangan untuk menutupi wajah pun sudah tak mampu.

Melihat badannya terkulai lemah, Nero belum puas. Ia merasa harus memberinya pelajaran yang lebih menyakitkan.

Diseretnya tubuh lemah Fay ke dekat ranjang, lalu dilemparkannya begitu saja. Badan Fay terasa remuk redam mendarat di atas kasur dengan keras.

Nero mengeluarkan lakban dari dalam laci, diikatnya tangan juga dibekapnya mulut Fay.

"Istri kontrakan yang j*la*g, saatnya kau layani suamimu," tatap Nero tajam. Seringainya mengerikan. Fay hanya menangis tanpa suara saat bajunya ditarik paksa hingga tidak menyisakan sehelai pun di badannya.

Nero melepaskan semua bajunya, tanpa kelembutan, ia mulai menyetubuhi istrinya dengan kejam. Tubuh Fay yang belum siap tentu saja kesakitan.

"Hmmph! Hmmmph!" Fay menggelengkan kepala menahan sakit.

"Rasakan ini j*la*g! Istri kep*r*t!" teriak Nero kejam.

Gambar Ilustrasi

Terpopuler

Comments

hinata~san

hinata~san

Setuju sih istri bodoh kan dia bukan org kampung yg lucu,knp ga ungkap aja semuanya. Kecuali si laki masih bersikap sopan dan kita cinta ya gpp lah bucin dikit

2023-09-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!