Menghindar

Fay menghindari Nero secara harus agar mulutnya tetap terkunci rapat untuk tidak memberitahu kebusukan Di di

"Gea, jangan lupa selesaikan data kurator yang kemarin. Nanti sore harus sudah ada di meja," Fay bangkit berdiri meraih tas miliknya.

"Iya, Mbak." Gea mengangguk patuh. "Mas Galen katanya mau ke sini ya, Mbak?"

"Entahlah." Fay menatap ekspresi asistennya yang memerah malu saat menyebut nama Galen. "Kenapa nggak kamu hubungi aja?"

"Jangan, Mbak! Malu, soalnya nggak deket," jawab Gea malu-malu. Fay semakin yakin kalau ada yang diam-diam menyukai sahabat sekaligus iparnya.

"Galen jago desain pamflet. Itu bisa jadi solusi untuk pengganti tim media yang sakit, kan?"

Gea mengangguk semangat. "Secepatnya aku hubungi, Mbak. Eh, sekarang juga Mas Galen saya konfirmasi." Gadis lugu itu berlari keluar ruangan setelah sebelumnya pamit undur diri.

Fay hanya geleng kepala melihat antusiasme asistennya. "Saatnya cabut," gumamnya melangkah keluar ruangan meninggalkan galeri.

Siang ini Fay pergi menemui Albie di kantornya. Ada beberapa hal yang ingin ia konfirmasi ulang terkait pameran.

📞 "Fay, kamu jadi ke kantor?" tanya Albie lewat telpon.

Fay mengiyakan dan sekarang sudah dalam perjalanan menuju kantor. Albie dengan senang hati mengatakan bahwa ia menunggu kedatangannya.

Beberapa saat kemudian di ruangan kerja Albie ...

"Saya ada beberapa relasi pelukis luar Indonesia. Mereka tertarik untuk bergabung di pameran kita nanti, bagaimana?"

Fay tersenyum senang. "Tentu saja. Kebetulan masih ada beberapa space untuk karya mereka."

"Perfect. Satu hal lagi, saat pameran berlangsung nanti, apa ada performance art?" tanya Albie lagi.

"Tentu. Nanti akan ada pantomim, melukis live, teatrikal, dan musik."

Percakapan terus berlanjut hingga dua jam ke depan. Keduanya begitu menikmati pertemuan itu. Albie pintar menciptakan suasana nyaman untuk Fay.

*****

📞"Kamu di mana, Fay?" Suara ketus Nero terdengar di telpon.

"Aku di tempat Galen, Mas. Kebetulan dia ikut bantuin untuk pameran Galeri Renjana. Kenapa, Mas?"

📞"Cepat pulang!"

"Sorry, Mas. Malam ini layout desain katalog harus udah jadi. Aku pulang besok saja, ya?"

Galen yang duduk di samping Fay melirik heran. Keduanya sedang menghabiskan popcorn sambil nonton film di apartemen Galen.

"Diem," ujar Fay tanpa suara.

📞"Nggak bisa! Pulang sekarang juga atau saya jemput paksa!"

"Sorry, Mas. Aku nggak bisa pulang." Fay mematikan telpon dan langsung menonaktifkan HP miliknya.

Fay langsung sibuk menyembunyikan barang miliknya di almari Galen.

"Loe ngapain?"

"Mas Nero maksa mau jemput kalau gue tetep ngotot nggak pulang malam ini. Nanti kalau Mas Nero datang, gue ngumpet dulu. Pokok loe bantuin gue."

Benar saja, tak lama setelahnya Nero benar-benar datang ke apartemen Galen untuk menjemput Fay pulang.

"Gue ngumpet di kamar loe ya," bisik Fay begitu memastikan tamu yang baru saja memencet bel pintu adalah suaminya.

"Gue alasan apa ke Mas Nero?'

"Apa aja! Pokoknya gue nggak mau balik, titik!"

Galen berjalan membukakan pintu untuk Nero. "Fay baru aja cabut, Mas. Ada yang harus dia selesaikan. Katanya ke rumah asistennya."

"Rumahnya di mana?"

"Sorry, gue nggak tahu."

Panjang kali lebar Galen mendapat omelan dari Nero. Ia hanya memberikan alasan-alasan yang sekiranya masuk akal.

Merasa sia-sia menunggu Fay, akhirnya Nero memutuskan untuk pulang.

"Fay, keluar!" panggil Galen sesudah memastikan Nero benar-benar pergi.

Fay tersenyum lega dan bergegas keluar dari persembunyiannya.

*****

Malam selanjutnya Fay yang memang pulang lebih dulu dari Nero memilih langsung mengunci diri di kamar. Usai memasak makan malam untuk suaminya, ia hanya meninggalkan catatan di meja makan.

Fay menuliskan dalam catatan kalau dia sangat lelah, jadi dia istirahat duluan dan berharap Nero tidak mengganggunya.

Ketukan pintu dan panggilan Nero sama sekali tidak ditanggapi Fay.

Esok paginya Fay bersikap seolah terburu-buru saat menghabiskan sarapannya. Nero sampai tidak memiliki kesempatan untuk mengajaknya bicara.

"Sorry, Mas. Aku buru-buru," pamit Fay saat meninggalkan Nero di meja makan di pagi hari.

"Aku tidur duluan ya, Mas. Capek banget, besok mesti bangun pagi," ujar Fay saat meninggalkan meja makan di malam hari.

Hal ini berlangsung berturut-turut selama dua minggu lebih. Nero akhirnya kehilangan kesabaran.

"Saya tidak peduli seberapa capek kamu. Malam ini temani saya makan, titik!" bentak Nero cukup keras saat Fay hendak meninggalkan meja makan untuk kesekian kalinya.

"Sorry, Mas." Fay tetapi berjalan meninggalkan meja makan menuju kamar tidur.

"Saya merasa sepertinya kamu sengaja menjauhi saya. Kenapa Fay?" Nero menatap tajam kedua mata Fay.

"Nggak, Mas. Aku beneran lelah." Fay berusaha tenang.

"Bohong!"

"Aku benar-benar lelah, Mas. Tolong," ucap Fay memelas. Ekspresi lelahnya membuat suaminya pun mau tidak mau percaya dan membiarkan Fay tidur duluan.

"Jangan lupa kita sedang menjalani program kehamilan, Fay," ujar Nero sebelum Fay meninggalkan meja makan.

Nero menyerahkan botol vitamin pada Fay. "Jangan lupa minum vitamin dari dokter."

"Kita mulai setelah pameran berakhir saja ya, Mas. Dua minggu lagi," pinta Fay.

"Oke. Tapi minum obat itu rutin mulai besok."

"Makasih, Mas," ujar Fay.

Di kamar Fay langsung meletakkan botol vitamin itu atas meja rias. "Ngapain juga minum obat penyubur kandungan, aku nggak mau anak-anakku lahir di keluarga palsu."

Direbahkannya badan di atas ranjang tidur. Matanya menatap wajah Nero di foto pernikahan yang menempel di dinding kamar.

"Sorry, Mas. Sementara waktu aku masih ingin menghindar dari kamu. Aku takut nantinya keceplosan bicara soal Widi," gumam Fay lirih.

Tak lama kemudian, matanya pun terpejam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!