Pesta Ulang Tahun

"Jangan pernah sedikitpun memperlihatkan air mata, harus ceria, buat mereka percaya kalau bulan madu kita berjalan lancar."

Fay mengangguk bosan dengan ucapan Nero. Sudah berkali-kali Nero mengatakan hal yang sama. Entah kenapa baru kali ini ada manusia yang memperlakukannya seolah jadi manusia dungu dan bodoh.

Keduanya tengah menuju villa kediaman keluarga Adhitama yang ada di Bogor. Sehari sebelum pulang dari bulan madu, Danu meminta mereka langsung ke villa untuk ikut merayakan acara ulang tahun Galen.

Galen, sahabat Fay sejak di kampus yang sekarang bergelar adek iparnya akan merayakan ulang tahun. Keduanya wajib hadir dan ikut menginap sebab acaranya berlangsung lama.

Galen berencana merayakan selama dua hari satu malam. Niatnya sekalian reuni dan juga menciptakan momen kumpul keluarga.

Fay bernafas lega. Di benaknya terlintas banyak celah untuk bisa sedikit menjauh dari suaminya. Banyak alibi yang bisa ia lakukan.

*****

🎵 Selamat ulang tahun, kami ucapkan ...

Selamat panjang umur, kita kan doakan ...

Selamat sejahtera, sehat sentosa ...

Selamat ulang tahun dan bahagia ... 🎵

Ilustrasi

Tepuk tangan membahana penuhi seluruh taman kecil yang ada di halaman belakang villa. Semua bersorak untuk hari spesial Galen. Fay jadi salah satu yang terheboh.

Fay dan Galen memang menjalin persahabatan sangat dekat. Wajar kalau Fay paling antusias di antara semua teman yang hadir.

"Make a wish, dong!" pinta Fay semangat. Galen tersenyum menutup mata sejenak, ditiupnya lilin. Semua bertepuk tangan saat semua lilin mati.

"Potongan pertama untuk my special one, Papah." Galen menyerahkan sepotong kue ke Pak Danu.

"Potongan kedua untuk Mas Nero, my best brother." Tiba-tiba Galen menahan kuenya saat tangan Nero terulur hendak menerima. "Eits! Ada syaratnya. Suapan pertama harus diberikan ke my best partner yang udah loe rebut jadi istri."

Semua tertawa semangat. Nero hanya tertawa menanggapi permintaan konyol adeknya. Dalam hati ia merutuk kesal. Tidak ingin mengecewakan semua orang, terutama menghindari rasa curiga, ia pun menuruti kemauan Galen.

Setengah terpaksa Nero memberikan suapan pertama itu kepada Fay. Semua bersorak heboh dengan kemesraan palsu yang ditunjukkan keduanya.

"Jangan GR, ini hanya terpaksa," bisik Nero sepelan mungkin di telinga istrinya.

Fay tersenyum santai mengucapkan terima kasih dengan intonasi lembut dan mesra layaknya pasangan harmonis.

"Udah tahu," gumam Fay juga pelan tapi masih bisa didengar suaminya.

Acara terus berlanjut sampai tengah malam. Berkali-kali keduanya dipaksa menunjukkan pose mesra di depan kamera. Galen sangat bahagia melihat sahabatnya menjadi ipar di keluarganya.

"Gue bahagia banget loe jadi ipar gue," ungkap Galen jujur dari hati.

Fay juga senang bisa menjadi keluarga dengan sahabatnya. Melihat kenyataan yang sesungguhnya, pasti juga merasa sedih. Menyesalkan kenapa ada perjodohan ini. Mimpinya memiliki rumah tangga bahagia telah hancur oleh sikap Nero.

"Gue juga seneng." Fay tersenyum tulus untuk persahabatannya tapi bukan untuk kebahagiaannya bersama Nero.

*****

Dua hari berlalu dengan cepat. Semua teman-teman Galen dan Fay sudah e ulang lebih dulu. Beberapa saudara juga sudah undur diri sebab kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan lama-lama.

Nero bergegas mengajaknya pulang. Kalau untuk kerjaan, Fay masih bisa toleransi. Ikhlas-ikhlas saja dia ikut pulang. Blak-blakan sekali suaminya mengatakan alasan bertemu Widi yang membuatnya ingin bergegas pulang.

"Ada janji dinner sama Widi malam ini. Saga tunggu di depan. Kita pulang sekarang juga," perintah Nero di kamar saat hanya berdua saja.

"Kamu pulang sendiri saja ya, Mas." Fay duduk santai di depan meja rias. "Malam ini Papah mau ke sini. Sekalian pengen lepas kangen."

"Lebay, baru juga nggak ketemu semingguan, sudah ketemu di Jakarta aja!" omel Nero yang masih sibuk memasukkan baju ke koper.

"Anak kangen ayahnya wajar ajalah. Lagian aku nggak pernah pergi jauh sehari pun tanpa papah," lontar Fay dengan nada ketus, "yang lebay tu kamu, Mas! Baru dua hari sudah kangen!"

"Namanya juga kekasih. Ini beda!"

"Dia yang belum sah aja disebut kekasih. Aku yang jadi istrimu kamu sebut apa Mas?"

"Pelakor!"

"Dia yang pelakor!" bentak Fay lebih tinggi.

Nero menghentikan aktifitasnya, matanya tajam menatap Fay. Emosinya seakan hendak meledak. Langkahnya panjang mendekatinya, diraihnya pundak Fay agar berdiri sejajar dengannya.

"Wanita brengsek! Sekali lagi kamu sebut Widi seorang pelakor." Nero mengangkat tangan kanan seperti hendak menampar. "Aku gampar mulut busukmu itu!"

"Ingat wanita ******! Pelakor di sini itu kamu! Kamu pelakor murahan itu! Ngaca! Widi itu kekasih sejatiku! Camkan itu!"

Fay menutup matanya rapat-rapat saat melihat tangan suaminya diangkat sejajar dengan pipinya. Mendapatkan perlakuan kasar membuatnya takut.

Sesaat terdengar langkah kaki menjauh dan suara pintu dibuka dan ditutup dengan kasar. Ia pun terduduk lemas.

Perlahan air mata merembes, kata-kata kasar sangat menghina. Hatinya terasa ditusuk pedang tajam.

"Jahat banget kamu, Mas."

Nasib baik Ayahnya datang sesaat sebelum Nero berhasil membawanya pulang ke Jakarta. Terpaksa rencananya dibatalkan.

Melihat gelagat kecewa itu, Fay berbesar hati mencarikan alasan untuk Nero. Alibi yang ia gunakan adalah kerjaan.

"Mas Nero biar pulang duluan aja, jadi asprinya sudah nelpon terus. Besok pagi ada meeting. Fay pulang bareng Papah aja, ya. Masih kangen, boleh kan, Mas?"

Nero mendelik tidak setuju dengan rencananya. Memahami gelagat itu, dibisikkannya kalimat bujukan.

"Pulang aja, kamu bisa leluasa ketemu kekasihmu, aku masih kangen sama papah," bisik Fay pelan. Jujur hatinya ngilu saat membisikkan kata kekasihmu.

Istri gila mana yang mengizinkan suaminya selingkuh? Akhirnya Nero setuju setelah ia mewanti-wanti untuk tidak bicara aneh-aneh tentang rumah tangga mereka.

"Jaga rahasia kita atau kamu habis di tanganku!" ancam Nero lewat bisikan di telinga saat keduanya berpelukan.

Kali ini Fay hanya diam tak menanggapi. Mobil akhirnya melaju pergi. Bayangan pergumulan tanpa henti, suara ******* erotis kembali melintas di benaknya. Tak ingin terus sakit memikirkan itu, diajaknya ayahnya jalan ke taman.

"Jalan ke taman bentar, yuk!" Dikalungkannya tangan ke lengan pria paruh baya yang menjadi ayahnya. Arya menyambut ajakan putri tunggalnya dengan bahagia. Tanpa ia sadari, ada sisa air mata yang tertutup make up.

Sementara di jalan raya Nero tampak bahagia menelpon seseorang sembari mengemudikan mobilnya.

"Aku jalan ke rumah kamu, Sayank," ujar Nero lewat telpon. Senyumnya mengembang. Dilajukannya mobil lebih cepat, berharap segera sampai tujuan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!