Mencari Tahu (Part 1)

"Alrescho Nero Adhitama, CEO CV Adhitama Group, Perusahaan Sukses Peringkat 3 Besar di Asia. Masih muda, tampan, cerdas. Mbak Fay beruntung banget," puji Gea, asisten pribadi Fay. Keduanya tengah sibuk mendata lukisan yang sekiranya layak ikut pameran.

"Kamu bisa saja." Fay tersenyum simpul.

"Tapi... Mbak Fay juga keren. Kurator Galeri terkenal sekaligus pelukis populer. Cantik, cerdas, banyak- " belum selesai bicara, Fay memotongnya cepat.

"Kerja Gea! Omongan kamu nggak penting," sembur Fay sewot. Asistennya terkikik geli.

"Mbak masih ingat pembeli lukisan karya Mbak dengan harga fantastis itu?" Gea tampak heboh usai membaca pesan di HP miliknya.

"Masih, kenapa?"

"Dia ingin bertemu langsung dengan Mbak. Asistennya baru saja kirim pesan ke saya."

Adyatma Albie, pengusaha sukses yang pernah membeli karyanya senilai 200 juta dollar. Kesempatan emas bila dia ingin mampir ke galeri.

Keduanya belum pernah bertemu secara langsung. Fay tersenyum senang, ia bisa bertemu dengan apresiator karyanya dan mengucapkan terima kasih secara langsung.

"Akhirnya punya kesempatan untuk terima kasih secara langsung." Fay sumringah. "Siapkan jamuan makan siang dan kudapan yang spesial untuk beliau."

"Siap, Mbak!" Gea beranjak keluar ruangan. Mereka hanya mempunyai waktu 3 jam untuk menyambut kedatangan Adyatma Albie.

"Biar lebih berkesan, sebaiknya aku berikan sedikit kenang-kenangan, apa ya?" Diedarkannya pandangan ke seluruh ruangan.

Ia berniat memberikan satu lukisan sebagai hadiah. Dari sekian banyak koleksi, matanya tertuju pada sketsa monokrom di sudut ruangan. Karya paling rumit. Butuh hampir satu bulan untuk menyelesaikannya.

"Semoga beliau senang menerima hadiahku," gumam Fay. Diambilnya sketsa itu, lalu dimasukkan ke dalam kotak kado warna hitam. Beruntung ia selalu sedia kotak kado dalam beberapa ukuran.

Drrt...drrt...drrt... Ada pesan masuk dari Galen.

📲 Pesan dari Galen untuk Fay -> Gue on the way ke galeri. Siapin kopi.

Brak! Gea membuka pintu dengan kasar. Nafasnya tersengal, sepertinya habis berlari.

"Gea, kamu mau saya jantungan!" bentak Fay kesal. Diurungkannya membalas pesan dari Galen.

"Gawat, Mbak! Adyatma Albie udah ada di bawah. Orang catering masih otw. Gimana ini?"

"Kamu sambut mereka, ajak ke taman belakang. Tawarkan kopi atau teh. Kemarin aku baru simpen kudapan di lemari. Kamu pake itu sebagai kudapan."

"Oke, Mbak." Gadis yang baru menginjak usia 20 tahun itu kembali menghilang di balik pintu.

Fay menyimpan HP di saku, ia gugup sekaligus senang. Sedikit retouch bedak dan lipstik, juga parfum. Memastikan luka lebam akibat tamparan Gandi masih tertutup sempurna oleh polesan make up.

"Here we go," gumam Fay lirih melangkah keluar ruangan menuju taman belakang.

Seorang pria postur tinggi tampak duduk santai di salah satu meja taman belakang. Kulitnya putih, wajahnya tampan khas blesteran. Mengenakan sweater rajut navy dengan paduan jeans hitam membuatnya tampak cool.

Disampingnya duduk pria paruh baya dengan baju formal serba hitam. Dapat dipastikan dia asisten pribadinya.

"Halo, Mr. Albie!" sapa Fay mengulurkan tangan dengan senyum ramah, "saya JF."

"Saya kira pemilik nama JF seorang laki-laki." Pria tampan yang bernama Albie itu sedikit terkejut.

"I know, sejujurnya Anda bukan orang pertana yang mengatakan itu." Fay tertawa kecil.

"Di balik karya luar biasa ternyata hasil tangan perempuan yang sangat cantik." Albie memandang wajah Fay lekat, terpana oleh kecantikannya.

"Ehem." Deheman kecil Fay membuat Albie salah tingkah, menyadari terlalu lama menggenggam tangan Fay.

"Permisi, silahkan kopi dan camilannya." Hati-hati Gea meletakkan empat cangkir kopi juga beberapa camilan di atas meja sebelum akhirnya bergabung duduk.

"Terima kasih atas pujiannya, Mr. Albie, saya senang Anda menyukai lukisan karya saya," ungkap Fay jujur.

"Only Albie, saya merasa tua kalau kamu beri embel-embel Mr. di depan. Please," pinta Albie.

"Ups, sorry. Mmm... terima kasih Albie," ulang Fay.

Kedatangan Albie ingin meminta Fay membuatkannya satu sketsa wajah ibunya. Rencananya akan diberikan saat kejutan ulang tahun nanti.

Albie dan Fay juga terlibat obrolan cukup seru seputar dunia lukisan. Keduanya seolah menemukan chemistry obrolan. Perbincangan itu juga berakhir dengan saling bertukar nomor pribadi.

Sayangnya Albie menolak ajakan makan siang sebab ada meeting penting. Sebagai ganti rugi, next time dia pasti mampir untuk lunch time.

"Saya ada satu hadiah kecil sebagai ucapan terima kasih saya untuk lukisan kemarin." Fay memberikan isyarat pada Gea untuk menyerahkan kotak kado yang ia persiapkan tadi.

Penasaran, Albie membuka langsung di depan Fay. Wajahnya langsung merekah sumringah melihat lukisan sketsa itu.

"Ini sangat indah, terima kasih. Pasti akan saya pajang di kamar."

Tak lama kemudian, mobil Albie melaju meninggalkan galeri, menyisakan kebahagiaan Fay. Dia bernafas lega sebab kunjungan dadakan ini berjalan mulus.

"300 juta dollar, Mbak! Tawaran harga fantastis!" teriak Gea senang dengan hasil kesepakatan harga untuk satu lukisan gambar Ibunya Albie.

"Ayo, masuk! Besok pastikan kanvas, cat, dan lainnya sudah tersedia di ruang karya saya. Ingat! Pilih dengan kualitas terbaik. Jangan kecewakan pelanggan mewah kita."

"Siap, Mbak!" Gea senyum semangat.

*****

"Kita makan siang di galeri aja, ya?"

📞"Oke, tapi loe di mana, Nyet?"

"Di galeri, buruan sini."

📞"Di ruang mana? Udah setengah jam gue di ruangan loe."

"Ha?! Oke, aku ke sana." Fay menutup telpon.

"Makanan yang udah kita siapin gimana, Mbak?"

"Biarin aja di ruang makan, kita lunch bareng. Ada Galen di atas. Bikinin teh. Kamu sekalian join aja nggak papa. Nunggu kamu makan di luar pasti lama."

*****

Sorenya Fay sempatkan diri mampir ke apartemen milik Galen. Sejak menikah, keduanya sudah lama tidak menghabiskan waktu bersama.

Balkon menjadi spot favorit keduanya saat ingin bersantai nikmati udara sore. Angin semilir, pemandangan jalan raya yang padat kendaraan, dan gedung tinggi lainnya. Fay suka pemandangan itu semua.

"Pernikahan kalian baik-baik aja, kan?" tanya Galen yang duduk di samping Fay.

Fay mengangguk. "Berjalan lancar." Ia memilih berdusta. Mengingat nama Widi, terlintas di benaknya untuk cari informasi.

"Len! Loe kenal Widi, nggak?"

"Mantannya Mas Nero?"

Fay mengangguk cepat. "Iya. Cerita dong soal dia."

Galen menceritakan kisah perjalanan Widi dan Nero. Keduanya pertama kali bertemu saat SMA kelas 1. Kebetulan sekolah mereka sama, SMA di Jogja. Saling suka pada pandangan pertama, membuat keduanya makin dekat.

Menginjak kelas 2 SMA, keduanya berpacaran. Dua tahun yang lalu, Nero berniat melamar Widi. Sayangnya tidak mendapat restu.

Hubungan yang terjalin bertahun-tahun hingga mereka dewasa tidak meluluhkan hati orang tua, terutama Danu Adhitama. Tapi, keduanya masih sepakat berjuang bersama untuk dapat restu menikah.

"Beberapa bulan belakangan, keduanya tidak lagi komunikasi. Sampai akhirnya loe masuk ke keluarga kita."

"Gak komunikasi lagi, emang Widi ke mana?"

Galen menjelaskan kalau Widi berprofesi sebagai model. Ia sering bepergian ke luar negeri untuk pemotretan atau fashion show. Hubungan keduanya lebih sering LDR.

"Widi Andriani. Dia itu model terkenal. Kudet banget loe!"

"Widi Andriani, cinta pertama saya. Dari SMA sampai hari ini kami tidak pernah putus. Saya hanya terpaksa menikahi kamu."

Ucapan Nero kembali terngiang di benak Fay. Dalam hati ia menyimpulkan, pantas saja keduanya sangat mesra.

"Mas Nero tipikal orang setia dan pegang komitmen, jadi tenang aja. Itu hanya masa lalu." Galen melirik Fay heran. "Kok loe tahu soal Widi?"

"Gue dikenalin langsung sama abang loe." Ucapan itu hanya tertahan di baton Fay.

"Mas Nero pernah cerita sedikit, waktu gue tanya soal masa lalu dia," jawab Fay berbohong.

"Loe tahu nggak alasan papa Danu nolak kasih restu?"

"Profesi Widi. Bokap benci dunia model. Bagi seorang Danu Adhitama, model cuman hobi foya-foya. Kerjaannya nggak pernah diam di satu kota."

Galen meminum kopi mengambil jeda. "Alasan utamanya, nyokap pengen loe yang nikah sama Mas Nero," lanjut Galen.

Fay teringat wejangan ayahnya sebelum akhirnya ia menyetujui perjodohan ini. Kedua orang tua mereka ingin menciptakan hubungan keluarga lewat pernikahan anak mereka.

Pernikahannya juga merupakan permintaan terakhir yang diutarakan sebelum ibunya berangkat naik pesawat dan berakhir kecelakaan hingga tewas.

Tapi, alasan utama Fay setuju menikah karena dia sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Nero.

*****

Fay menatap langit malam dari kamarnya. Di perjalanan pulang, Nero memberi kabar kalau dia harus pergi ke Jepang selama 2 hari. Ada urusan bisnis yang wajib ia tangani sendiri.

Selama Nero di Jepang, ia mengizinkan Fay pulang ke rumah orang tuanya. Kebetulan Widi juga belum balik.

📞"Malam ini saya berangkat ke Jepang. Dia hari baru pulang."

"Selama Mas di Jepang, aku ijin pulang ke rumah papah, ya?"

📞"Kamu boleh pulang. Lagipula di rumah kosong. Widi ikut saya ke Jepang. Dia juga ada kerjaan di sana."

Kalimat percakapannya dengan Nero terus terngiang di benak Fay.

"Mereka berdua ke Jepang. Urusan kerjaan pasti hanya alibi," gumam Fay sedih.

Pipinya mulai basah. Pedih, menyadari bahwa perasaan yang tumbuh di hatinya tidak berbalas. Ingin rasanya menghilang agar tak lagi tersakiti.

Di mata Nero, ia hanyalah istri kontrak. Jelas tidak ada secuil perasaan cinta untuknya. Bahkan Nero butuh obat perangsang untuk bisa memiliki nafsu di ranjang bersamanya.

"Saat ini, mereka pasti melewatkan malam berdua," Fay tertawa sinis. Ditatapnya foto pernikahan yang ia simpan di galeri HP.

"Aku nggak mau nyerah. Sejauh mana hubungan kalian, akan aku cari tahu. Jujur aku selalu punya firasat buruk dengan perempuan sok model itu. Sebagai istri yang baik tidak akan kubiarkan suamiku jatuh di perangkap perempuan yang salah."

Fay menghela nafas panjang. Ditanamkan tekad kuat dalam hati, bagaimanapun caranya ia akan mencari tahu sebanyak-banyaknya informasi terkait hubungan mereka berdua.

"Aku akan terus cari tahu sampai yakin kalau hanya Widi yang terbaik untuk kamu, Mas," gumam Fay yakin.

*****

"Ben, selidiki informasi tentang gadisku, cari tahu semuanya." Albie tersenyum memandangi layar ponsel yang ia genggam. Keduanya sedang perjalanan pulang dari meeting.

"Maksud Tuan siapa?"

"JF."

"Baik, Tuan." Ben selaku asisten pribadi mengangguk patuh.

"Cantik, you will be mine," gumam Albie dalam hati. Senyumnya mengembang sempurna.

Terpopuler

Comments

Richie

Richie

dialog aksi pakai titik

2023-07-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!