Fay berjalan memasuki cafe. Pagi tadi ia menerima pesan dari Widi. Perempuan itu bilang ada hal penting yang ingin dia sampaikan.
Posisi cafe yang dekat kantor membuat tempat itu ramai dikunjungi oleh pegawai. Fay cukup heran, bagaimana bisa membicarakan hal penting di tempat ramai.
"Fay." Widi menepuk pundaknya, berjalan mendahului Fay menuju satu ruangan khusus.
Wanita itu menjelaskan kalau cafe ini miliknya. Diajaknya ia masuk ke lantai atas. Terdapat tiga ruangan di sana. Kantor dan dua ruangan lagi entah apa Fay tidak tahu.
Saat ini keduanya duduk di sofa khusus tamu yang ada di ruang kantor. Pelayan cafe datang membawakan menu makan siang.
"Aku nggak lapar, langsung saja ke inti pembicaraan," ujar Fay begitu melihat pelayan hendak meletakkan makanan di meja.
"Letakkan saja minumannya dan bawa kembali makanan itu!" perintah Widi. Ditatapnya sinis wajah Fay, perempuan yang sudah menjadi istri sah dari kekasihnya.
"Apa yang ingin kamu bicarakan? Kenapa tidak di White Land saja?" tanya Fay lagi begitu pelayan menghilang di balik pintu.
"Masih berencana hamil?"
"Tentu saja."
Widi tertawa sinis. "Kamu tahu kalau suami kamu hanya mencintai aku. Pernikahan kalian hanya palsu. Toh, sebentar lagi akan pisah. Saranku jangan hamil."
"Kenapa? Kamu takut kalau dengan kehadiran anak di antara kami, perasaan Mas Nero akan berubah?"
Sekali lagi Widi tertawa, kali ini suaranya lebih kencang. Baginya ini sangat lucu. Ia hanya menganggap Fay sedang berkhayal.
"Jangan mimpi kamu. Hubungan kami sudah berjalan sangat lama. Bahkan, kami tidak pernah putus. Nero sangat mencintai aku, Widi. Bukan kamu!"
"Kalau kamu memintaku ke sini hanya untuk menuruti permintaan kamu, sorry." Fay bangkit berdiri, beranjak pergi.
"Keberadaan anak itu tidak akan pernah merubah keputusan kami untuk menikah dan kamu tetap harus cerai." Widi bangkit berdiri. "Ini nasehat dariku, jangan pernah hamil."
Plok Plok Plok... Kriet... Brak! Perlahan suara sepatu Widi menghilang di balik pintu. Meninggalkan Fay seorang diri di ruangan.
"Aku juga tidak ingin hamil," gumam Fay pelan. Diraihnya tas miliknya dan beranjak keluar. Saat melewati kursi yang ditempati Widi, tanpa sengaja ia melihat sesuatu.
Selembar foto. Penasaran ia ambil foto itu. Fay mengernyit heran. Sosok Widi tengah berpose mesra dengan seorang laki-laki bule. Tanggal pengambilannya bersamaan dengan pengadaan pesta di rumah mertuanya.
"Aku akan simpan ini," bisik Fay pelan sembari memasukkan foto ke dalam tasnya. "Firasat aku tentang perempuan ini memang benar. Ada sesuatu yang janggal darinya."
*****
Malam ini Nero tidak pulang. Ia menginap di apartemen Widi. Besok wanita itu akan berangkat ke Sidney untuk beberapa bulan ke depan. Lagi-lagi Fay memilih pulang ke rumah ayahnya.
Fay sibuk mengerjakan proposal yang harus diselesaikan untuk persiapan pameran yang sebentar lagi diadakan. Masih ada beberapa yang ingin ia revisi sebelum diajukan kepada calon investor.
"Nero sangat mencintai aku, Widi. Bukan kamu!" Kata-kata Widi tadi siang terus mengganggu pikirannya. Fay jadi susah konsentrasi untuk menyelesaikan revisi proposal miliknya.
Tiba-tiba teringat foto yang ia temukan tadi siang. Dikeluarkannya foto itu dari dalam tas. Diamatinya sekali lagi. Latar belakang foto itu sama persis dengan suasana kantor milik Widi. Tempat yang ia datangi tadi siang.
"Keduanya tampak sedikit mirip, apa mungkin saudara?" gumam Fay.
Drrt... Drrt... Drrt.. Telpon masuk dari Gea.
"Kenapa Gea?"
📞"Mbak, barusan aku kirim revisi proposal yang mbak kasih sebelum jam istirahat. By the way, besok aku izin lagi ya, Mbak. Badan lagi nggak enak banget, rencana mau berobat aja, uhuk uhuk uhuk ..."
Fay menepuk jidatnya merasa bodoh. Ia baru ingat kalau proposal ini dia serahkan Gea untuk direvisi. Jelas percuma kalau ia juga merevisi.
"Oke, get well soon, ya. Besok habis dari galeri aku mampir sana."
📞"Iya, Mbak. Uhuk... uhuk... uhuk.. makasih."
Telepon berakhir. Sedetik kemudian muncul nama Albie di layar.
"Halo, gimana Bie?"
📞"Kamu sibuk, nggak?"
"Nggak, ada apa?"
Albie memberitahu kalau dia sudah menerima proposal pengajuan sponsor untuk pameran milik Galeri Fay. Ia ingin bergabung jadi sponsor utama. Dia butuh bertemu langsung untuk membicarakan hal itu.
Fay tersenyum senang, ia menjanjikan akan datang ke kantor Albie besok untuk membicarakan lebih detail terkait pameran itu.
"Semoga besok deal," gumamnya bersemangat. Tanpa sadar pandangannya kembali tertuju pada foto milik Widi.
"Galen pasti tahu sesuatu," ucap Fay setelah berfikir beberapa waktu. Ditekannya nada panggil pada nomor kontak Galen.
📞"Kenapa?" Terdengar suara parau Galen.
"Sorry gue ganggu loe tidur. Ada yang mau gue tanyain. Ini soal Widi."
📞"Kurang kerjaan banget loe bangunin gue cuman buat tanya Widi. Ya udah tanya apa?"
"Widi itu punya saudara nggak? Kakak cowok mungkin?"
📞"Nggak. Dia anak tunggal. Kenapa?"
"Nggak apa-apa. Iseng nanya aja, hehehe... udah dulu, ya. Bye."
Fay makin yakin kalau foto itu jelas kekasih Widi yang lain. "Aku bakal kumpulin bukti soal perselingkuhan kamu, Widi."
Di apartemen Widi, tampak sepasang kekasih tengah memadu cinta. Keduanya berpelukan mesra. Tampak keengganan Nero untuk melepas kepergian kekasihnya yang besok harus berangkat ke Sidney.
"Jangan sampai gagal, aku nggak mau begitu balik dari Sidney melihat kenyataan kalau Fay mengandung anak kamu," ujar Widi menyerahkan sebotol obat.
"Ini hanya akan membuat dia menunda kehamilan kan? Bukan membuat dia mandul?"
Widi mengangguk. "Aku hanya nggak ingin program kehamilan kalian berdua berhasil, bukan membuat Fay tidak bisa hamil. Aku nggak sejahat itu, Sayank."
"Besok aku akan tukar vitamin dari dokter dengan obat ini."
Keduanya tersenyum lega.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments