Fay baru selesai mandi. Diamatinya wajah di cermin. Muka lebamnya sudah mulai hilang. Diolesnya salep luka sebelum beranjak menggunakan skin care dan make up.
Butuh waktu lama untuk memoles wajahnya agar terlihat sempurna tanpa lebam. Sesekali ia meringis menahan perih saat kuas ia oleskan di wajah.
Malam ini di rumah kediaman Danu Adhitama akan digelar pesta. Ia wajib hadir sebab mendampingi sang suami.
Seluruh kolega bisnis Adhitama Group diundang untuk memeriahkan acara lelang barang antik. Semua merupakan koleksi pribadi ayah mertuanya.
Fay memilih gaun v-neck merah tanpa lengan. Desainnya memperlihatkan tubuh ideal dan anggun Fay.
Inilah perubahan sebelum dan sesudah make up. Cara yang selalu ia gunakan sejak mendapat KDRT dari Nero.
Ilustrasi Wajah Fay Tanpa Make up
Ilustrasi Wajah Fay Sesudah Make Up, Gaun Pesta Malam ini.
*****
"Selamat malam. Semoga apa yang telah Saya siapkan berkenan di hati Anda. Enjoy!" Danu Adhitama mengangkat wine di tangan, diikuti seluruh undangan.
Fay dan Nero tiba tepat setelah Danu selesai berbicara di atas panggung. Semua mata tertuju pada keduanya. Terpana dan kagum.
Fay malam ini tampak serasi berpasangan dengan Nero. Suaminya malam ini tampil dengan tuxedo warna hitam. Perpaduan yang siap buat siapapun iri.
Banyak pria diam-diam menatap kagum kecantikan Fay. Sayangnya, pria berlabel suaminya bersikap sebaliknya. Di mata Nero, baginya hanya biasa saja.
Fay bukan perempuan bodoh yang tidak bisa baca situasi. Hanya saja sangat tidak peduli. Malam ini yang menyenangkan adalah sikap Nero yang melunak padanya.
Diikutinya langkah Nero yang berjalan keliling tempat pesta untuk sekedar menyapa beberapa tamu penting. Sikap kejamnya masih berlaku di sini. Ia hanya mendiamkan Fay.
Bila tamu tidak menyapa atau menanyakan keberadaan Fay, suaminya itu enggan memperkenalkan dirinya.
Satu kalimat nylekit yang dibisikkan padanya sebelum berjalan mengelilingi area pesta yang diadakan di taman belakang rumah papahnya.
"Jangan GR. Kalau bukan permintaan papa, saya males ngajak kamu keliling menyapa tamu penting. Cukup senyum. Jangan bicara kalau belum ada perintah."
Fay tidak punya pilihan selain berkata iya, bukan? Sudah pasti wanita itu hanya mengangguk meski hati berkata sebaliknya.
Selama menemani suaminya berkeliling, sebisa mungkin ditahannya lengkung bibir agar tetap tersenyum santai seolah keduanya pasangan harmonis.
Tibalah pada satu tamu yang tengah asyik menikmati wine di tangan. Aura Nero kali ini terasa berbeda, jelas terlihat seolah ia enggan menemui tamu itu.
Dari tampilan bagian belakang, sepertinya ini adalah tamu termuda dari semua klien yang keduanya temui.
Tuxedo merah maroon dipadu pantofel hitam, rambut hitam pendek cepak, kulit putih, jelmaan idola kaum hawa.
Mata wanita itu belum menyadari sesuatu sampai laki-laki membalikkan badan, memberikan senyum pada suaminya.
"Albie." Ditutupnya mulut dengan satu tangan begitu mendapat pelototan Nero. "Maksud saya Pak Albie."
"Fay?" Albie pura-pura terkejut melihat keberadaan wanita yang dikaguminya itu. Jelas dia tahu sebab ini acara milik keluarga suami Fay.
Albie sangat tahu kalau dia malam ini pasti bertemu kembali dengan Fay, meski harus melihat kebersamaannya dengan Nero.
"Nikmati pestanya," sapa Nero singkat tanpa basa-basi. Ditariknya lengan istrinya menjauh, memilih beramah tamah dengan tamu lainnya.
"Mas, aku ke toilet sebentar," Fay berbisik pelan sebelum beranjak ke dalam rumah. Ia ingin menggunakan kamar mandi yang ada di kamar suaminya.
Fay baru ingat saat memasuki dapur, kamar suaminya berada di lantai 3. Ia pun membatalkan niat dan memilih kamar mandi dekat dapur saja.
"Lega," ujarnya sembari berjalan santai kembali ke tempat pesta.
Bruk! Seseorang tiba-tiba menarik lengannya hingga membuatnya mundur ke belakang menabrak dada bidang.
Sebelum sempat teriak, Galen mengisyaratkan untuk diam, "Ini gue. Ada yang mau gue omongin. Penting."
Fay terdiam sejenak, tumben Galen tampak serius. "Apaan?"
"Jangan di sini, ikut ke kamar gue."
"Bilang dulu soal apa?"
"Soal Mas Nero sama Widi."
Deg! Jantung Fay seperti dihantam. Ia pun setuju ikut masuk ke kamar Galen. Tak lupa kamar Galen kunci agar tidak ada yang masuk tiba-tiba.
Keduanya duduk berhadapan di sofa yang ada di samping ranjang. Di tengah ada meja kecil berbentuk lingkaran jadi pembatas keduanya.
"Fay, dari dulu loe tahu kan kalau gue paling males ngurusin urusan orang lain termasuk bokap, nyokap plus abang gue."
Obrolan awal Galen membuat bulu kuduk Fay berdiri. Posisinya cukup tegang, takut kalau Galen tahu tentang perselingkuhan suaminya.
"Omongan loe terakhir di cafe soal widi dan kenyataan akun gue yang diblokir Mas Nero buat gue nekat langgar prinsip itu."
Fay hanya diam, duduknya semakin tegak seiring ketegangan yang ia rasakan. Sebisa mungkin diperlihatkannya ekspresi setenang mungkin.
"Gue nemu bukti kalau mereka pergi bareng ke Jepang beberapa waktu lalu. Gue inget banget waktu itu Mas Nero pamit buat urusan bisnis."
"Bukti apa?" selidik Fay semakin tegang, dalam hati ia berteriak minta tolong Tuhan semoga buktinya tidak kuat.
"Lewat mimpi," jawab Galen tegas, "Semalam gue mimpi kalau mereka berdua pergi ke Jepang bersama bahkan menginap di tempat yang sama."
Ditoyornya kepala Galen dengan tangan. Laki-laki dihadapannya itu hanya meringis kesakitan.
"Dari awal harusnya gue percaya kalau otak loe memang nggak pernah waras!" omel Fay kesal, "Cerita yang bener dong!"
Galen tertawa terbahak-bahak sembari memegangi perutnya yang kram. Heran menatap kelakuan sahabat yang kini jadi saudara iparnya.
"Beneran Galen!" bentak Fay sekali lagi.
"Bercanda, Fay. Gue nggak nemu bukti apa-apa dan emang nggak nyari juga. Hehehe."
Fay tersenyum lega meski kesal juga dengan kelakuan Galen. "Untunglah dia tidak tahu apa-apa," ujar Fay dalam hati.
"Gue turun dulu. Mas Nero pasti nyariin."
Fay meninggalkan Galen di kamar yang tak kunjung berhenti tertawa.
Acara berlangsung meriah. Barang antik koleksi ayah mertua Fay banyak diminati. Beberapa undangan harus berkompetisi sengit untuk mendapatkan harga deal. Walau begitu semua berjalan lancar dan sukses.
Acara lelang selesai, ditutup dengan obrolan bebas. Ada yang sekedar berbincang santai, ada yang asyik menikmati kudapan, menanti masakan hasil atraksi chef yang memasak langsung di depan mereka.
Fay memilih mendekati meja kudapan, ia bosan hanya duduk diam, sementara suaminya sibuk berbincang dengan kolega bisnisnya.
"Ehem ..."
Fay membalikkan badan, mukanya berubah ceria mendapati Albie sudah berdiri di belakangnya, menggenggam dua gelas minuman.
"Terima kasih." Fay menerima gelas yang ditawarkan Albie.
"Duduk situ, yuk."
Fay berjalan mengikuti langkah Albie menuju salah satu meja dekat kolam renang. Keduanya asyik membicarakan topik ringan.
Tanpa Fay sadari, ada dua pasang mata tengah memandang tajam ke arah mereka. Tatapannya seperti menahan amarah.
Tangan Nero yang ada di bawah meja menggenggam sangat erat hingga bergetar. Melihat rivalnya dekat dengan orang yang ia kenal membuatnya tersinggung.
Tidak tahan melihat itu, diketiknya pesan singkat pada Fay sebelum beranjak meninggalkan pesta.
"Saya ada keperluan mendadak, permisi," pamit Nero setenang mungkin pada kolega yang sedari tadi ngobrol santai dengannya.
Sesaat kemudian, Fay yang merasakan getaran HP miliknya seketika panik usai membaca pesan itu.
"Sorry, suami aku udah nunggu di depan," Fay beranjak pergi meninggalkan Albie dengan tergesa.
Laki-laki itu hanya tersenyum sinis melihat kepanikan Fay yang pergi begitu saja tanpa menunggu respon darinya.
Sebenarnya Albie sudah paham gelagat Nero yang sedari tadi melotot ke arah mereka. Albie sangat yakin kalau kedekatannya dengan Fay sudah memancing api cemburu.
Fay berdiri kebingungan di pinggir jalan depan rumah mertuanya. Lima menit berlalu.
"Mas keterlaluan, perjalanan ke White Land butuh lebih dari 15 menit. Gimana dong? Aku nggak mau dihukum lagi."
Fay mondar-mandir kebingungan. Dari dalam rumah muncul sorot lampu mobil keluar rumah, berhenti tepat di sampingnya.
Kaca mobil terbuka, dari dalam Albie menawarkan tumpangan.
"Masuk Fay!" pinta Albie, "percuma di sini susah cari taksi."
"Nggak, makasih." Fay terpaksa menolak sebab ia takut Nero akan semakin marah.
"Tenang aja, aku yang jelasin ke suami kamu biar dia berhenti marah."
"Dia cuma salah paham waktu kita duduk berdua di meja tadi." Fay semakin frustasi.
"Aku bantu jelasin ke dia. I knew him better than you. Kita berteman udah lama. Ayo!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 51 Episodes
Comments