...Chapter 18...
Selepas selain lama aku berjuang, ternyata dapat membuahkan hasil juga. Terima kasih, takdir, sekali lagi terima kasih. Aku bener-bener menyesal atas ucapanku beberapa tempo lalu.
Haaah, aku berhasil menang juga, ya? Tak sabar aku melihat wajah imut Clara semasa aku keluar dari sini.
*Hooooofffffh*
Berlarut-larut dalam kesenangan, omong-omong aku masih belum melihat satu pun hal selepas debu menyebar di dekat tubuh Sasha, ya? Kampret, aku jadi tidak tahu pasti mengenai kondisi tuh anak, siala*. Moga-moga dia mokad, atau setidaknya terluka parah, dah.
*Hoooooffffhhhh*
"…?"
K-k-k- impossible, sangat-sangat mustahil. Sumpah, apa arti tembakanku barusan bila ia sama sekali tidak terluka?!!
Saat semua kumpulan debu mulai turun ke permukaan, sejenak aku hanya bisa melongo melihat Sasha dengan tatapan begitu datar tampak berdiri sehat wal afiat tanpa mengalami luka bakar di sekujur tubuh.
Kisanak, capek-capek aku membidik dengan posisi kedua kaki yang terasa nyeri, kau justru malah baik-baik saja? Salam akal sehat.
"W- what the-"
"Percuma, bodoh. Pelurumu sudah melebur menjadi debu."
*Tssssssiiiiiinggg*
Buset, bisa berubah seperti itu, barusan kau minum apa, Sha? Jamuan herbal dari turun-temurun, kah?
Sambil berucap sepatah kalimat bernada sinis, bak ilmu sihir, Sasha mengubah kedua warna pupil ke warna-warni. Yup, semula orange kecerahan, sekarang bertukar menjadi pelangi 7 warna. Keren lah, aku malah menginginkan kedua bola mata sepertimu
Eh omong-omong, Sasha berdiri di dekat butiran debu warna hitam, ya? B- bila ditarik sebuah kesimpulan, maka….
...
*Tsssingg*
"Emhhhhh-"
Hentikan, Sha, hentikan perbuatan gilamu itu! Kuakui aku begitu terpesona atas warna pupil nan indah yang kamu pancarkan, namun kesanku seketika berubah akibat aksi konyolmu kali ini!
Selagi kedua mata memperhatikan kumpulan debu di seberang, tanpa memberikan sebuah peringatan, Sasha mengucap sepatah kata bernada keras sebelum disusul dengan terpancarnya sinar cahaya cukup terang hingga membuat kelopak bergerak menutup.
Sasha bodoh, berapa kali aku harus berteriak-teriak macam nih, sih?!! Argghh, menjengkelkan betul!
Mencegah agar mata tak mengalami kebutaan, sepasang tangan lantas kutaruh di depan, menutupi seluruh permukaan wajah secara teritorial. Nice dah, dengan begini salah satu inderaku tidak mengalami apa-apa, syukurlah.
*Tssssssiiiiiinggg*
*Krrrrkkkk-krrrrrrkkkk-krrrrkkkk-krrrrk*
*Tssssssiiiiiinggg*
*Krrrrkkkk-krrrrrrkkkk-krrrrkkkk-krrrrk*
Come on, Sha, mau sampai kapan kamu harus berbuat macam nih? Apa kau tak merasa kasihan padaku, kah? Aku nih sama sepertimu, loh. Tolong jangan dijawab, cukup pikirkan saja kalimat barusan.
Terus memposisikan tangan menghadang sinar cahaya yang begitu menyilaukan, tanpa mengenal rasa lelah aku mencoba berdiri walaupun kedua paha terkadang terasa nyut-nyutan.
Haaaah… mau sampai kapan aku terjebak di tempat seperti ini?
*Krrrrkkkk-krrrrrrkkkk-krrrrkkkk-krrrrk*
*Tssssssiiiiiinggg*
*Wuuuuuusssshhhh*
Debu keparat, tak ada salah apa-apa tetiba bisa hadir tanpa sebab. Hinalah kau!
Selagi kedua paha kendur, mencoba meminimalisir rasa sakit nan berkepanjangan, tanpa diundang, angin berkecepatan cukup hebat lalu muncul, berhembus dengan sangat kuat sampai membuat salah satu kakiku nyaris ambruk ke permukaan.
Kisanak, sebal betul aku lah kali ini. Menjengkelkan sekali kau angin!
"Emhhhhhhh-"
Sebuah tindakan perlu dilakukan, ingin selamat atau tersiksa atas hembusan angin di sekitar? Jujur aku lebih suka opsi pertama, lebih menguntungkan bagi keselamatan jiwa dan raga. Yosh, mau tak mau, suka tidak suka, aku mesti melakukan pilihan tersebut.
Menyadari beberapa debu mulai menembus tangan di hadapan muka, secara otomatis kedua kelopak yang tengah menganggur spontan kuposisikan menutup bola mata cerahku, menciptakan sebuah pandangan hitam kelam saat mata telah tertutup sebegitu rapat.
Yah, walau aku sudah melakukan satu gerakan pencegahan, bencana tetaplah bencana. Sekarang aku masih terjebak di situasi macam nih, ya? S- Siapapun, kumohon tolong berikanku sebuah gambar gembira.
*Wooooooofhhhhhh*
*Wuuuuuusssshhhh*
Etdah, semakin lama kok semakin menguat, sih? Punya dendam padaku kah, angin? Mengherankan banget, dah.
Menapak dalam keadaan lutut kiri sedikit ditekuk, hembusan angin melebihi batas normal tetiba hadir dan menghempaskan apa pun yang ada di jalur, tak terkecuali tubuhku.
Heh, raga ini sedang dalam kondisi tidak fit, jadi kumohon jangan membuatku susah, bodoh! Ingat pesanku barusan!
Paham kondisi angin di sekitar tidak seperti beberapa menit lalu, secara spontan lutut kanan bergerak, membuat sebuah tekukan, menghindari kondisi di mana nyawaku dapat melayang.
Asli, andai aku tidak segera bertindak, mungkin nyawaku bakal pergi dalam kurun waktu cepat. Beruntung, dah.
*Huffffffhhhhh*
"Haaaah- sesuai seperti keinginanku."
"?"
Hmmm? Angin di area sudah berhenti berputar? Really? Eh, tapi bukan itu yang ingin kusampaikan, sih.
Haaah….
Tuh anak mengucapkan sepatah kalimat tanpa memberikan satu pun kejelasan sama sekali, ya? Oke Sha, berhubung aku bukanlah orang pintar, jadi akan lebih baik bagimu untuk menjelaskan ucapanmu barusan menggunakan bahasa orang awam. Mudah dipahami olehmu, bukan?
Selagi benak dihantam oleh ribuan pertanyaan tak berakar, seorang bocil dengan nada bicara lembut tapi terasa menyakitkan, Sasha, mengucap beberapa kata selepas hidung mengeluarkan banyak sekali karbondioksida menuju ke luar lubang.
Yup, itu pasti Sasha, tidak lain dan tidak bukan. Gak perlu membuka mataku saja aku sudah bisa mengenali tuh anak, so buat apa?
"Hmmmmh? Aish, tuh bocah kenapa malah memasang pose se-idiot itu, sih?"
"..."
Grrrhhhhh…!!!
Barusan dia ngejek siapa? Aku?!! Wah memang kelewatan tuh anak!
"Oy bodoh? Mau sampai kapan kau menutup mata?"
"Hmmmmh-"
Y- sabar kali, kau kira kelopak ku bisa dibuka tutup secara otomatis? Bodoh sekali lah, kau.
Masih tegak memposisikan kedua tangan di depan, dengan penuh rasa jengkel Sasha mengejekku sebagai lelaki tiada indera penglihatan. Kampret kau Sha, sampai kapanpun, namamu bakal kucatat di dalam kepala!
Berhubung bencana sudah berhenti, dan Sasha, memanggilku entah karena apa, kelopak pembungkus indera pemberian Tuhan ini spontan kusingkirkan, mengaktifkan fungsi mata seperti sedia kala.
Yosh, mengingat sebentar lagi mataku bakal melihat semula, kala kutegaskan sekali lagi untuk tidak membuatku emosi, Sasha idiot! Argghh, memberikan ia sebuah nasihat kurasa belum cukup, sekalipun dipaparkan secara berulang-ulang. Rill, buat apa aku bercanda, coba?
"..."
Oh My God. Seriously? Ini hanya sekedar ilustasi belaka, right? Pemandangan di depan tak lain hasil cgi kamera, kan? K- kalau bukan-
MACAM MANA ALAM SEMESTA BISA TERSAJI SANGAT KHAS DI KEDUA PENGLIHATAN?!!
Gila, bener-bener tidak waras. Sangat tak masuk akal bagiku untuk melihat puluhan cahaya-cahaya kecil, kini tengah bertebaran tepat di langit malam arena.
Woilah, k- kumohon beri aku sebuah kejelasan! Jangankan perkataan ilmiah, bualan belaka dari seorang pembohong bakal kupercaya tanpa pikir panjang. Serius, sekarang aku mulai diliputi milyaran pertanyaan tanpa asal muasal.
Tepat ketika kedua indera terbuka ke posisi semula, sejenak aku hanya melongo melihat berbagai macam benda di angkasa lepas kini tengah bersinar terang di sekitar arena pertandingan.
Bintang, bulan, planet, satelit, bahkan hal-hal seperti cahaya aneh yang membentang ke atas dan bawah secara jelas terpampang nyata di alat penglihatan.
Aku tidak paham, lebih tepatnya lagi aku sama sekali tidak mengerti. Kenapa bisa arena pertandingan memiliki ruang terbuka semacam nih? Juga, alasan Sasha memintaku membuka mata tuh apa? Mungkinkah untuk melihat semua keanehan ini? Aelah, kepalaku berada seperti tong kosong.
"Ahhh- sampai lupa menyambut sang bintang, tolong maafkan kesalahanku. So tanpa berlama-lama, kuucapkan selamat datang di bumi kedua, tak lain dan tak bukan hasil ciptaan hamba sendiri. Dengan bagian terluar arena berupa pemandangan angkasa lepas sebebas imajinasi manusia, diharap kamu dapat tinggal di sini, ya?"
Bersambung….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments