...Chapter 9...
"..."
Woilah, apakah mereka semua tengah mengalami pemberhentian waktu? K- k- kalaupun iya, k- kok bisa?
Aneh, mungkin iya, aduh… aku bingung mengenai cara menyimpulkan kejadian di area. Suwer, aku betulan bingung kok, percayalah.
Sambil membangunkan tubuh supaya dapat berdiri tegak seperti semula, melalui kedua mata, aku melihat banyak sekali orang-orang yang tengah cosplay menjadi seonggok patung tak bernyawa.
B- bukan hanya manusia, benda, awan di atas langit, bahkan sinar matahari sekalipun terlihat diam tak melakukan apa-apa selain membisu di tempat.
K- kawan, katakan padaku kalau kemampuan penghenti waktu itu tidak pernah ada. Katakan, tolong ucapkan itu di kedua telinga. Serius, bulu kudukku hampir berdiri semua nih.
"Haaah… ada-ada saja dah."
Oy-oy, di tengah perasaan takut di dalam benak, kau sempat-sempatnya untuk mengatakan kalimat sekonyol itu? Hadeh, semua ini tidak akan terjadi kalau bukan karenamu, dasar bocah tidak tahu adab.
E… bukan maksud hati untuk mencela apa lagi memfitnah, cuman coba kalian pikir alasan kenapa sekelilingku menjadi begini. Siapa lagi kalau bukan karena tuh bocah? Keparat memang.
Selagi kondisi di luar arena tampak hening bak kota tanpa penduduk, aku yang sudah berdiri sedari tadi hanya bisa diam, melongo memperhatikan kata-kata dari mulut tuh bocah. Asli, kalau aku adalah bapaknya, udah kupukul duluan tuh bocil. Menyebalkan betul, sungguh.
"Di saat seperti ini kau bisa bersantai begitu, ya?"
Jujur padaku, Sha, sejak kecil, apakah kau pernah diajari sopan-santun? Atau tata krama pada sesama manusia, gitu?
Melangkahkan salah satu kaki menuju ke depan, aku mencoba mengatakan sepatah kata untuk dia. Perlukah kuberi tahu mengenai namanya? Kurasa tidak perlu deh, right?
"Ya, tentu saja loh. Toh sebentar lagi sesuatu nan menarik akan terlihat di kedua mata."
"Gleekkk-"
Sebentar apa? Kau mencoba melancarkan skema alur penyiksaan padaku kembali? Iya? Mengaku saja padaku, dasar bocah ingusan!
Mendengar respon sekaligus tatapan yang diberikan oleh Sasha, tanpa sadar air liur di lidah tiba-tiba terjun bebas menuju ke dalam lambung.
Fiuh, untung cuman nelan liur, bayangkan bila nelan makanan seberat 0,5 kg? Kelar dah.
"Sakit memang kau." Sambil memasang muka sinis, aku melontarkan sebuah tanggapan atas jawaban Sasha barusan.
Sekali-kali, kita harus bercakap apa adanya. Apalagi dengan orang seperti dia, behh….
Sangat membuat benak emosi sekali, pemirsa.
"Fumu, jujur aku memang sudah sakit hati atas ucapanmu sebelumnya. Maka daripada itu…."
...
What the hel*? Kau masih belum puas kah? Sampai harus mengucap sebuah mantra untuk menyerangku? Stress emang.
Ucapan belum selesai, Sasha secara reflek meneriakkan sebuah mantra sangat kencang, membuat telinga siapapun berdenging untuk sementara waktu.
Etdah, belum apa-apa udah main hajar aja. Tunggu dulu napa? Kasih kesempatan lawanmu untuk memahami situasi, sia*
*Brrrrhhhhh*
"Emmhhh- emhhhhhh."
Kampret, akarnya keras betul woy. Sumpah, tali tambang ga ada apa-apanya, asli.
Belum ada jeda selepas aku mengucapkan narasi di atas, sebuah akar raksasa nan panjang pun muncul, membelit sekujur tubuh selain kepala, terlihat bak sebuah santapan hangat di kala pagi tiba.
Kisanak, aku bukan makanan ular lah. Tolong lepaskan lilitkan akarmu nih!
"Keparat memang kau Sasha-!"
...
*Tssssiiing*
Kamu pikir hanya engkau sahaja yang memiliki kekuatan? Tidak dek, tidak, aku pun sama sepertimu lah.
Kesal atas perbuatan Sasha yang tergolong mendadak, spontan mulutku berkata, menggantikan kedua belah lengan menjadi pedang, mencoba memejamkan mata sebagai pembuka dari akhir sebuah serangan.
*Slassshh*
Tanpa berpikir lama-lama, aku menggerkan tangan, menebas akar-akar di sekitar tubuh, memposisikan tubuh untuk berputar supaya semua akar bisa terbebas secara sempurna.
*Brukkkk*
Selepas semua perkataan yang kuucap, kau masih belum mau memaafkanku, ya? Okelah, kalau macam tuh, maju dan selesaikan masalah ini menggunakan cara adil. Bersiap sedia, lah!
Selepas diangkat dan dililit sebegitu keras, pada akhirnya aku berhasil terjun bebas mendarat di tanah.
Bener-bener tuh bocah, kesabaranku bak ombak laut di kala badai melanda.
"Hoooooooohhhhh!"
Apaan? Mau nunggu dia melancarkan serangan seperti tadi? Euuu, males banget, suwer dah.
Begitu kedua tumit telah menghantam permukaan, tanpa pikir panjang, aku dengan segera melangkahkan kaki, memposisikan kedua lengan sedikit diangkat berada sedikit lebih rendah dari leher, mencoba mengincar seorang manusia mengesalkan berwujud wanita kecil.
Haaah….
Serius, apakah dosa bila aku membunuh tuh bocil? Sungguh aku dibuat kesal terhadap kelakuannya, asli, no debat sih.
"Hoooohhhhhh…."
Terus melangkah, cepat dan semakin cepat, tak lama lagi aku hampir tiba nih.
Tetap dalam posisi meninggikan kedua lengan, aku tetap menggerakkan kaki meskipun nyawa bisa saja terenggut dalam sekejap mata.
Come on, lari dan jangan diam saja!
"Ingin menghantarkan nyawa, ya?"
"Berisik!"
*Taaaanggg*
Argghhhhh… sia*an! Bisa-bisanya dia memanggil benda macam tuh. Grrrhhh, awas saja kau Sasha, ragamu akan pergi tak lama lagi.
Sambil merespon ucapan Sasha, aku yang sudah berjarak cukup dekat spontan berputar, mengangkat tangan kanan melebihi batas kepala, menurunkan sebab pedang nan panjang untuk dapat menancap di kepala bocah di depanku.
Ya, kupikir kalau rencanaku sudah sempurna. Sasha mencoba menghindar, tapi sebuah senjata khas abad pertengahan tetiba menancap di bagian ubun-ubun. Namun, sangat amat disayangkan, ekspektasi terlalu tinggi.
Beberapa saat sebelum ujung besi menyentuh rambut unik milik Sasha, sebuah pedang sinar entah dari mana tetiba muncul, tergenggam erat di salah satu lengan lawan, bergerak menepis tebasan pedangku sebelum percikan darah keluar menuju ke mana-mana.
Etdah, padahal aku sudah begitu pede bakalan menang. Ternyata oh ternyata, harapan selalu tidak sejalan dengan kenyataan.
Haaaaah… capek dah, sumpah.
"Oy peserta nomor urut 100."
Apa? Mau melontarkan kata-kata hinaan lagi, kah? Seriusan deh, kamu tidak ada niatan untuk berubah tah? Aku pusing, tidak, aku muak atas semua ucapanmu!
"Grrrhhh!!"
"Apa?!!"
What the f*! Eh bocah, kau tuh masih di bawah umur. Lain kali ucapanmu di-filter, ini gak, main asal jeplak gitu aja. ****** memang!
Sambil mencoba mendorong sekuat tenaga, sebuah pedang yang sempat tertahan lantas kugerakkan agar terus menerus memposisikan pedang Sasha agar bisa membakar tubuhnya sendiri.
Hehehe, ideku memang cerdik, hanya saja nih bocah punya stamina yang tidak biasa. Wajarlah, anak keturunan Wizard Elemental dengan tipe kekuatan berupa 5 elemen bumi, tidak heran bila ia memiliki stamina di atas rata-rata manusia normal.
Haaah.... aku harap dia bisa kulukai, yah walau ide itu hanyalah sekedar angan-angan belaka.
Bersambung….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 132 Episodes
Comments