Sepulang dari rumah sakit gadis itu berhenti di depan rumahnya cukup lama. Dia mengatur napas karena telah mengayuh sepeda dengan kecepatan tinggi.
Tidak hanya itu, Feina juga mengatur hatinya. Dia tidak ingin bekas sedih di wajahnya diketahui oleh sang ibu. Takut jika Dianti akan kepikiran.
Karena Feina tahu seperti apa ibunya. Wanita penuh kasih yang tidak bisa terganggu pikirannya. Sekali ada masalah kecil, Dianti akan terus memikirkan.
Dia menarik napas kemudian diembuskan seraya membuka sedikit mulutnya. Kedua kakinya masuk ke dalam rumah, dan tangannya menuntun sepeda kayuhnya.
“Assalamualaikum, ibu Feina pulang,” salamnya saat membuka pintu.
Dari dalam, terdengar suara Dianti menjawab salam. Ia sedang duduk di sofa sambil menyulam. Bibir wanita itu tersenyum pada putrinya. Segera dia menyuruh Feina untuk mandi dan makan.
Masih di depan meja makan setelah Feina selesai pada hidangan di hadapan. Dia mengambil bungkusan obat milik Dianti di dalam tasnya. Dibawanya obat-obatan tadi ke meja makan.
Tangan Feina terlihat membuka beberapa tablet obat untuk dia masukkan ke dalam kotak kecil yang lengkap dengan jam serta jumlah obat yang harus diminum Dianti.
Dia melirik ke arah ibunya yang duduk di sofa samping ruang makan, “ini sudah Feina siapkan lho, Bu. Jangan lupa diminum dan jangan telat! Terpenting ibu jangan maksain diri. Kalo capek tinggal istirahat aja kerjaannya,” jelas Feina panjang lebar.
Dianti tersenyum hangat dan mengangguk-anggukkan kepala sampai mulut gadisnya tertutup. Bersyukur karena dikarunia oleh-Nya seorang putri yang amat menyayanginya.
Selesai makan, membereskan bekas makanannya serta menyiapkan obat Dianti. Feina masuk kamar, mempersiapkan diri dengan belajar menghadapi ujian percobaan besok lalu tidur lebih awal.
Sampai tidak terasa, malam berganti pagi. Suasana kelas sudah ramai dengan bisik-bisik para pelajar yang mengulangi bacaannya. Tidak jarang dari mereka yang takut gagal dalam ujian kali ini.
Seperti biasa, Feina, Rara dan Annisa saling menanya jawab perihal materi yang diujikan hari ini. Tapi beda halnya dengan lelaki berambut cokelat, bermata kebiruan itu.
Dia malah asyik di dunianya sendiri. Memutar bola basket di ujung telunjuknya sambil terus mengganggu Kairav yang fokus pada sebuah buku di tangan.
Mata Kairav tajam melirik Firza di sebelahnya. Meskipun Kairav tidak banyak bergerak, tapi bisa membuat blasteran Belanda itu menghentikan aktivitasnya.
Firza sedikit takut, dia pikir kelakuan bobroknya sudah menyinggung Kairav. Toh, dari kemarin suasana hati Kairav memang tidak baik.
Mana Firza tahu jika akan terus berlanjut hingga hari ini. Jadilah Firza mundur ke belakang, kembali ke tempat duduknya dan berpura-pura belajar.
Guru pembimbing memasuki kelas tepat setelah bel dibunyikan. Dia membawa kertas dokumen berwarna coklat berisi lembar ujian percobaan.
“Langsung saja kita mulai, meski hanya ujian percobaan. Bapak harap kalian melakukan semaksimal mungkin, ingat! Kalian sudah kelas 12,” ucap Vian sambil membagikan kertas ujian.
Suasana ujian di kelas Bahasa terasa sunyi. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing. Hanya terdengar guratan pensil dan suara kertas yang dibolak-balik.
Murid top lima terlihat lebih tenang dari teman-temannya. Karena sebagian pelajar gusar membolak-balik kertas ujian, materi yang pernah mereka pelajari seolah sirna tanpa jejak.
Apalagi Firza, dia mengacak rambutnya. Memainkan pensil kemudian menjawab asal-asalan hampir seluruh soal. Firza, si blasteran mata duitan yang tidak tertarik sama sekali pada pelajaran.
Berbeda dengan Kairav, pianis muda yang mungkin bisa melengserkan kedudukan salah satu dari top lima kelas bahasa. Siapa tahu? Toh, dia lumayan cerdas.
Tangan mereka regangkan kuat-kuat setelah ujian percobaan ini selesai. Anak-anak Bahasa itu kini memasang wajah pahit. Soal ujian percobaan hari ini sungguh di luar nalar! Pikir mereka.
Alhasil, bersamaan dengan guru pembimbing yang keluar kelas. Mereka langsung berlari keluar kelas. Mengikuti pelajaran olahraga di lapangan sekolah. Seragam olahraga juga sudah menempel di tubuh mereka.
Udara sejuk berembus menerpa para pelajar yang sedang melakukan pemanasan diikuti rangkaian gerakan kebugaran jasmani lainnya. Setelah itu, barulah mereka dibiarkan bebas melakukan olahraga kesukaan.
“Firza ... Semangat olahraganya!” suara teriakan menyemangati dari beberapa siswi kelas lain.
“Abaikan! Ambil koknya oi!” bentak Alan pada Firza yang beralih pandang ke cewek-cewek tadi.
Tentu saja Alan geram, karena Firza berulang kali menampel kok asal-asalan. Membuat Alan yang menjadi lawan mainnya bermain bulu tangkis mendengus kesal.
Akhirnya, Alan meninggalkan Firza sendirian. Mencari lawan main lagi. Akan tetapi semua sudah disibukkan dengan masing-masing kegiatan.
Kairav sibuk mendribel bola basket terus menerus, Rara dan Annisa juga bermain buluk tangkis. Hanya Feina satu-satunya yang tanpa kegiatan. Sedang duduk bersandar sambil mengutak-atik ponselnya.
“Feina, lawan aku! Daripada diem doang,” ucap Alan.
Sontak saja Feina melihat ke arahnya, diam kemudian langsung beranjak berdiri dari duduk dan malah berjalan pergi menuju kelas. Alan bergeming, melihat Feina yang sama pemalasnya seperti Firza.
Sudah hampir setengah waktu pelajaran olahraga terpakai. Kelas Bahasa masih sibuk dengan permainan masing-masing, tidak menunjukkan lelah seperti halnya saat ujian tadi.
Berbeda dengan Kairav, pandangannya menyusuri luasnya lapangan. Dia tidak menemukan keberadaan Feina.
“Nis, tahu Feina ke mana?” tanyanya.
Annisa menjawab bingung, “Feina? Aku nggak tahu, ke kamar mandi kali.”
“Feina ke kelas sejak tadi. Kayaknya dia males, aku ajak bulu tangkisan kagak mau,” sahut Alan menjelaskan.
Mendengar hal itu membuat Kairav melangkah, berniat menghampiri Feina di dalam kelas. Tampaknya, keadaan Kairav sudah membaik. Atau mungkin lelaki itu lupa jika dia sudah mendiamkan Feina.
Cahaya mentari menembus ke dalam ruang kelas bahasa. Sinarnya sedikit mengganggu wajah seorang gadis yang tengah menyenderkan kepalanya di atas meja.
Dia memejam mata, kesadaran penuh dan tidak tertidur. Feina hari ini malas-malasan, sejak kemarin pikirannya memutar cara. Bagaimana dia bisa mendapatkan uang secara cepat.
Atau aku jual diri aja? Astaga, kenapa anjir aku ini! Duh, gara-gara paman bajingan itu!
Feina terus membatin kesal. Beberapa nominal uang miliknya dipinjam oleh sang paman dengan paksa. Tapi sampai saat ini tidak segera ia dengar kapan kakak kandung ibunya itu akan melunasi.
Lamun Feina terpecah ketika mendengar derap langkah seseorang. Telinganya terpasang kuat, tapi matanya terus terpejam.
Langkah kaki itu terus terdengar semakin dekat sampai berhenti tepat di samping mejanya. Feina sudah menebak siapa yang ada di sampingnya ini.
Pasti Kairav! Mau apa dia? Mungkinkah Kairav akan memelas, memohon maaf karena sudah berani tidak menyapa terlebih menepis keras tangannya kemarin.
“Kau gak enak badan?” suara berat lelaki itu keluar.
Imbuhnya menatap sendu ke arah Feina, “kalo gak enak badan ke UKS! Aku anter sebelum terlambat nyusahin yang lain.”
Feina membuka mata, sinis melirik Kairav. Mulutnya komat-kamit tidak tajamnya, “mau apa lagi kau? Berlagak gak terjadi apa-apa. Boring!”
Bibir Kairav manyun, ia melipat kaki. Berjongkok di samping meja Feina. Kedua remaja itu saling bertatapan, Feina masih menidurkan kepalanya di atas meja. Sedangkan Kairav berjongkok menyesuaikan wajah mereka yang berdekatan.
“Ya, sorry. Aku bad mood kemarin,” ucapnya memohon.
Kedua mata Feina pun Kairav saling bertatapan. Lagi-lagi saat hal itu terjadi, Feina mengalihkan pandangan. Melihat sesuatu yang lain yang bisa ditangkap penglihatannya.
Namun Kairav berlagak sebaliknya, Kairav geli melihat Feina yang kelimpungan. Matanya tersenyum—perlahan jatuh ke setiap bentuk wajah cantik Feina.
Bulu mata lentik milik gadis itu, hidung mungil nan mancungnya, juga bibir merona Feina yang mengatup rapat.
Tanpa Kairav sadari, kedua telapaknya menumpu di ujung meja Feina. Dia dekatkan wajah lebih dekat pada cewek di hadapan.
Secepat kilat, tanpa aba-aba. Bibir Kairav mencium ujung hidung mancung Feina. Sementara bibir merah muda Feina menyentuh dagu Kairav.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
>< Trisna ><
cih kurang kebawah lagi dikit! nangung apa sieee 😒
2023-09-02
1
Taaa
Omo. heii emang boleh seperti inii ╥﹏╥
2023-07-30
1