Aroma wangi tubuh Kairav tercium oleh penciuman Feina yang masih dalam peluk lelaki itu. Detak jantung Kairav terdengar cepat di telinga Feina. Ia membelalakkan mata ketika mendengar apa yang dikatakan Firza.
“Dafa ....” Desis Firza seraya melihat ke arah lantai dua bangunan kelas di samping mereka.
“Bajingan itu!”
Lelaki yang berdarah campuran itu mengepal tangan, gigi-giginya menggertak. Firza segera melangkah, berpikir akan mengejar pelaku pelemparan kaleng minuman tadi.
Namun, tangan Feina meraih pergelangan Firza. Melepaskan dekapan Kairav. Feina sedikit mendongak, melihat Firza yang lebih tinggi lalu menggeleng pelan.
Dia menghela napas, “sudahlah, biarkan ...,” katanya, kembali berjalan menuju kantin.
Risa masih berdiri diam, cewek itu terlalu kaget dengan kejadian yang sangat cepat barusan. Apalagi tahu orang yang melempar kaleng minuman tadi adalah Dafa.
Fokus Firza beralih ke teman barunya. Firza baru sadar bahwa Kairav sama kesalnya. Dia melemaskan kepalan, menghampiri Kairav dan menepuk pundaknya. Melanjutkan jalannya ke arah kantin.
Mereka bertiga mencoba menepis amarah soal perbuatan Dafa. Meskipun Kairav berlagak berbeda, dia tidak tahu sama sekali apa yang sedang terjadi di antara teman-temannya itu.
Di dalam kantin, Feina sudah ikut mengantre demi sesuap makanan. Barisan pelajar memenuhi beberapa kios penjual kantin. Feina termangu di antar kerumunan, tapi pikirannya masih berada di samping kelas tadi.
Padahal dia sudah tidak ikut campur dengan urusan Dafa. Ia sudah memutuskan menjauh, bersikap tak acuh seakan tidak saling kenal. Tetapi kenapa Dafa berulah lagi?
Seseorang menjawil lengan Feina beberapa kali sebelum dia benar-benar sadar dari lamunnya. Sontak Feina menoleh, mendapati sosok Risa yang berwajah cemas.
“Nggak apa, kan Fei? Cowok gila itu lagi, kamu beneran udah nggak ada urusan lagi kan?”
Mendadak raut wajah Risa menjadi galak. Gilirannya mengepalkan tangan ke udara, hampir meninju salah satu pelajar yang ada di depan mereka berdua.
Feina memasang senyum, mencubit pipi cewek judes di sebelahnya. Dia tahu pasti perasaan Risa saat ini. Rasa cemas dan khawatir pasti ada, apalagi sudah menyangkut lelaki itu.
“Udahlah, nggak usah dipikirin. Udah nggak ada urusan aku sama dia, aku cuma takut Dafa makin liar nantinya.” Otaknya terus menerka-nerka. Ia sebisa mungkin menghindari kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi.
Kini, mereka berempat duduk di salah satu barisan meja makan kantin. Setelah berhasil melewati antrean yang tiada habisnya itu.
Sepiring nasi goreng ada di depan Firza yang mulutnya sudah penuh dengan makanan di hadapan. Risa juga begitu, menyendoki sedikit demi sedikit makanannya. Sementara Feina memilih roti lapis, makanan kesukaan.
Kairav? Entah apa yang ingin dia makan. Lagi-lagi cowok ini mengambil menu makan yang jarang sekali menjadi opsi anak-anak.
Kairav membeli seporsi nasi hanya dengan lauk tongseng sayur. Tanpa minyak berlebih, apalagi seiris cabai. Sama sekali tidak terlihat di piringnya. Minuman kaleng yang biasa Kairav beli juga cukup unik. Susu kaleng. Jika tidak rasa stroberi, maka Kairav akan memilih rasa vanila.
Membuat ketiga temannya tersenyum kecut. Risa dan Firza menggeleng heran, tidak menyangka jika anak baru ini terlalu pemilih dengan makanan.
Akan tetapi Feina langsung menembak pertanyaan, “beneran cuma sayur? Kau terlalu pemilih ternyata,” cibirnya dengan menggelengkan kepala mengikuti apa yang dilakukan Risa dan Firza.
“Bukan sih, bukan karena pemilih. Emang nggak ada pilihan aja,” jawab Kairav datar. Tidak memandang ke arah Feina.
Mulut Firza hampir menyemburkan makanan yang dikunyah nya. Untung tidak jadi karena dia segera menelan paksa makanan ke perutnya.
Feina refleks menganga. Dia pikir perkataan Kairav hanya sebagai alasan untuk menutupi sifat pemilihnya itu. Tetapi yang terlihat dari mimik Kairav saat mengatakan hal tersebut malah membuat Feina penasaran.
Kairav tersenyum tipis, tangannya menyendoki makanan di meja tanpa semangat dan nafsu sedikit pun. Bak tenggorokannya tidak mampu untuk menelan tapi perutnya juga butuh diisi. Begitulah Kairav saat ini.
Feina memasukkan kantong plastik roti lapis ke dalam kantong keresek. Berpikir untuk memancing pertanyaan sekali lagi pada Kairav.
“Bilang aja emang pemilih. Padahal banyak lho menu yang ditawarin, nggak suka sama sekali?”
“Aku udah bilang nggak ada pilihan lain!” Tangan Kairav menggenggam kuat sendok dan mengetukkan ke piring makanan sampai mengeluarkan suara.
Suara aduan sendok dengan piring yang berhasil membuat sebagian pelajar di samping kanan—kiri meja mereka menoleh. Suasana hati Kairav berubah, dia melihat tajam mata Feina. Kedua remaja itu beradu tatap.
Kairav melepaskan sendok di genggaman, membuka suara tanpa mengalihkan padangan dari gadis yang duduk di depannya.
Katanya membuat ketiga orang semeja itu tak berkutik. “Dafa, dia siapa?”
Firza menelan ludah, celingukan melempar pandangan ke Feina yang sama tercengangnya. Tidak tahu harus dijawab apa pertanyaan Kairav yang tiba-tiba.
Mengusap tengkuknya yang tak gatal, Feina nyengir lebar menampakkan deretan gigi putihnya. Mencoba mencairkan suasana.
“Dafa? Dia cuma suka usil. Ketua geng berandalan dari kelas IPS.” Membenarkan rambutnya yang berjatuhan.
“Udah biasa kok, banyak yang udah jadi korban,” lanjutnya.
Kairav kekeh, mengambil kembali sendok yang tergeletak. Memerasnya cukup kuat, tulang rahang lelaki ini menjadi keras.
“Berarti ini bukan kali pertama?” Sendok ia gunakan untuk mengacak-acak makanan tanpa dosa miliknya.
“Kenapa kau terus nanya? Nggak pernah ketemu berandalan sekolah, huh?” Feina memutar bola mata. Ia angkat tubuhnya meninggalkan kantin sekolah.
Selama perjalanannya menuju ruang kelas setelah meninggalkan kantin. Kepala Feina terus terbayang-bayang Dafa.
Anak IPS, berandalan sekolah yang sering membuat onar. Dia kembali teringat pertanyaan Kairav. Jawaban yang dia berikan memang benar adanya. Tidak hanya Feina yang menjadi korban.
Sebelumnya Dafa sering mengganggu pelajar lain. Feina tidak lepas dari gangguannya. Apalagi setelah satu kejadian yang menjadi pemantik dari semua ini.
Feina tidak jadi langsung menuju kelas. Langkahnya beralih ke kamar mandi, ingin mencuci muka supaya menghilangkan raut masam di wajahnya.
Sementara di kantin, suasana canggung amat terasa mengelilingi tiga orang pelajar yang sama-sama duduk dalam satu meja. Mereka saling terdiam.
Satunya mengacak-acak makanan yang hampir tidak termakan. Satunya lagi mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya. Sementara Firza menegak minuman milik Feina yang sengaja ia tinggalkan.
Risa ingin memaki Firza karena tingkah menyebalkan tanpa rasa sungkan itu. Risa menggoyangkan lengannya. Menyenggol-nyenggol lengan Firza, mencoba memberi isyarat.
“Nggak tahu apa, mereka berantem. Gila bener nih anak,” bisiknya pada Firza sambil terus melotot.
Firza tersedak minuman. Lelaki dungu ini baru menyadari perbuatannya. Hal itu membuat Firza langsung berdiri. Melirik ke Kairav sambil melambai-lambaikan tangannya.
“Oi! Si anu emang kurang ajar. Feina udah biasa kok, selama ini aku yang ngelindungin,” tukasnya malah membuat Risa mencubit kecil pahanya.
“Bangs ... Hmm, Risa cantik ngapain nyubit aku segala?”
Risa melepaskan cubitannya seraya berdiri. Tersenyum pasrah dengan kebodohan Firza dan berkata perlahan pada Kairav agar lelaki ini mengerti.
“Ini pertama kalinya aku ketemu sama kamu, kita juga belum saling kenal. Tapi aku cuma mau bilang, cukup ada di samping Feina aja deh. Dia itu suka bawa beban sendiri.” Risa menjelaskan lalu pergi.
Tinggal Firza dan Kairav di meja itu. Saling memandang kemudian mengernyit, karena sampah-sampah dari kedua cewek tadi masih tertinggal di atas meja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Asraaann
Ahahaha, aduh ekspresi kalian 😂😅
2023-08-13
2
Helmi Sintya Junaedi
seru bngt thooor,,, lanjut lah
2023-07-16
1
Duane
Bikin jantung berdebar!
2023-07-16
1