Kaki Kairav semakin linu, tapi pikirannya masih mencerna mengapa dirinya juga ikut dihukum. Kairav menghela napas, dia bergumam pelan tapi suaranya masih terdengar oleh Feina yang tepat berada di samping kiri Kairav.
“Ha ... Bukannya di sini akulah korbannya?” Mendadak pikiran keduanya memutar kembali kejadian beberapa menit lalu.
Sebelum bel masuk, di depan ruang musik. Dua pelajar saling memandang untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Namun, sang gadis diam terpaku dengan mulut yang tak tertutup.
Feina masih mencerna mengapa teman masa kecilnya sudah ada di depan mata, yang kini memainkan helai rambutnya.
Tanpa peringatan, jemari panjang milik Kairav mencubit jahil kedua pipi Feina yang sontak membuat gadis itu berteriak.
“Ah!" Feina berteriak cukup kencang.
Kepalan tangan Feina melayang mulus ke pipi kiri milik Kairav. Feina selalu seperti itu, dia tidak segan meluncurkan bogem jika otaknya memproses sesuatu yang menurutnya tidak dapat diolah atau membuatnya terpojok.
Sungguh sial, aksi bogem Feina dipergoki oleh salah satu guru yang kebetulan lewat. Sungguh apes.
“Hei!” Teriak bu Retno, guru bahasa Jawa yang terkenal judes. “Kenapa kalian di sini? Pagi-pagi sudah berantem,” ujarnya ketus yang dibarengi tatapan tajam pada keduanya. Bola mata Bu Retno melotot pada Kairav dan Feina.
“Oh, bukannya kamu murid baru? Juga Feina, kesayangan Pak Bambang, kan?” Nadanya terdengar mengejek. Feina hanya tersenyum kikuk sembari memikirkan nasibnya setelah ini.
Dengan tegas Bu Retno menyuruh kedua pelajar itu mengikutinya. Sudah bisa mereka tebak, ke mana arah perbincangan Bu Retno tadi, apalagi jika bukan ke ruang tata tertib siswa. Alhasil keduanya dihukum membersihkan halaman belakang.
Setelah mereka selesai membersihkan halaman belakang, yang tentu saja tidak mereka lakukan. Karena Feina dan Kairav hanya memandang luasnya taman belakang sekolah selama bermenit-menit kemudian kembali ke kelas.
Feina dan Kairav tergesa-gesa menuju kelas, peluh di pelipis mereka mengucur perlahan. Jarak antara halaman belakang ke kelas kedua pelajar itu cukup menguras tenaga. Apalagi matahari semakin memancarkan hawa panasnya.
Tiba-tiba suara sang guru memenuhi ruangan ketika Feina tepat berada di ambang pintu. “Keluar kelas!” Titahnya garang. Guru itu beranjak dari tempat duduk, menghampiri dua siswa yang masih bergeming di ambang pintu.
Sang guru makin naik pitam, suaranya tak bersahabat. Ia melontarkan perkataan yang mampu membuat seisi ruang kelas terdiam.
Katanya dengan suara tinggi, “berdiri di luar kelas sampai pelajaran ibu selesai! Ibu akan ingat wajahmu!” Matanya menatap tajam ke arah Kairav.
Mungkin hari ini menjadi hari paling sial bagi Feina, bertemu sosok lelaki yang bahkan sudah lama tidak terdengar suaranya, harus dihukum ke halaman belakang.
Sekarang Feina tidak diperbolehkan masuk kelas. Cewek satu ini berhasil membuat alasan terlambat mengikuti pembelajaran lebih dari setengah jam.
Dalam diam Kairav melihat Feina yang lebih pendek dari dirinya. Ia tahu, teman kecilnya itu seperti apa. Gadis kecil berambut kepang yang selalu memakai pakaian warna biru sepanjang hari.
Akan tetapi, kini seolah dunia berputar begitu cepat, Feina yang selama ini Kairav kenal berubah menjadi sosok yang ugal-ugalan.
“Feina,” panggilnya sendu, “berhenti menggaruk rambutmu! Nggak mandi apa?” Mulut Kairav bertanya sarkas, Feina yang mendengar segera memutar bola matanya.
Gadis itu menjawab tak mau kalah. “Aku lagi mikir, bisa-bisanya cowok yang dulu lebih pendek sekarang melebihi tinggi badanku.” Feina heran tapi nadanya sedikit menjengkelkan, membuat lelaki di sebelahnya berdecak.
“Kau makan apa sih?” sambungnya pada Kairav yang langsung dibalas dengan senyum merekah di wajah lelaki itu. Kairav agak membungkuk, menyamai tinggi Feina.
Netranya berbinar, ia menatap dalam ke arah gadis di hadapan. “Donat milik Bu Dianti,” sahutnya penuh semangat. Namun tidak untuk Feina, dia bereaksi sebaliknya.
Feina melotot, tubuhnya langsung bergerak ke depan. Kini mereka berdua benar-benar berhadapan, “ibuk!”
Kairav mengangguk, dia bilang sudah berulang kali ia memakan donat milik Dianti yang tak ada duanya.
Tentu saja Feina kaget, baru hari ini dan pertama kalinya Feina melihat batang hidung Kairav. Tapi malah berkata sudah memakan kue buatan sang ibu, memangnya sejak kapan mereka bertemu?
Cowok itu menegakkan tubuh, dia berkata bahwa kedua orang tuanya sudah mengunjungi rumah Feina. Bahkan mereka beberapa kali berpapasan.
Feina menghela napas panjang. Keduanya kini terdiam. Sunyi koridor dan ruang kelas di belakang seolah mendukung kecanggungan mereka.
Feina membuka suara, “tidakkah kau merasa canggung?” Tanpa menoleh ke lawan bicara.
Satu hal lagi, dari awal mereka bertemu Feina belum pernah memanggil nama Kairav. Gadis itu mungkin belagu, tapi hatinya masih begitu lugu.
“Tidak, kau saja yang canggung,” ucap Kairav singkat.
Mereka kembali terdiam. Lalu dengan santainya Kairav mengajak Feina untuk memainkan permainan masa kecil mereka. Untuk mengingat kenangan, katanya.
Feina yang tanpa pikir panjang langsung mengiyakan. Mereka sungguh dua insan yang tidak harus dipertemukan. Karena segala peraturan pastilah dilanggar. Padahal, mereka dalam posisi dihukum saat ini.
“Batu, gunting, kertas!”
Kedua kepalan tangan dari dua orang berbeda dikeluarkan. Menandakan permainan belum selesai. Mereka berulang kali menyebut ‘batu, gunting, kertas’. Tetapi kepalan tangan mereka selalu sama.
Hingga suara dua pelajar itu semakin keras. Feina frustrasi, dia berteriak. Namun lelaki di depannya malah tertawa girang.
“Pft ....” Feina menyerah, dia tidak tahan lagi menahan tawa. Kini, dua insan yang telah dipertemukan itu tertawa gelak.
Tidak menghiraukan posisi mereka sebagai pelajar yang dihukum. Sampai tawanya terdengar hingga ruang kelas, memenuhi koridor.
Keadaan semula hening. Pelajar yang semula fokus pada buku di tangan beralih menoleh ke jendela koridor. Mengamati dua temannya yang malah asyik tertawa. Ada beberapa tak peduli tapi tidak sedikit yang menggelengkan kepala heran.
“Buk! Si anu sama murid baru main batu kertas ntuh, buk.” Bibirnya komat-kamit dengan logat khas. Pandangannya mengarah pada luar kelas. Jarinya masih fokus bergerak menulis huruf-huruf, meski bukan materi yang ia tulis.
Sang guru sebenarnya sudah mengamati dari tadi. Dia sedang menunggu momentum yang tepat. Jika dua bocah tengil itu mengetahui posisi mereka, dia akan memaafkan. Tapi sayangnya Kairav pun Feina malah berlagak sebaliknya.
Langkah kaki wanita itu mantap menapaki lantai putih kelas. Sepatu hak tingginya mengeluarkan suara. Seisi ruang kelas bahkan tidak berani hanya untuk mendongakkan kepala. Mereka membatin, tamat sudah riwayat Feina juga si murid baru.
“Huff, huff.” Napas memburu, detak jantung berdegup kencang.
Kakinya letih, tidak mampu lagi menopang tubuh yang terasa semakin berat. Untuk berdiri saja, mereka mengusahakan dengan memegang sapu panjang sebagai tumpuan.
“I-ini, semua salahmu. Kau yang mengajakku batu kertas!” ujarnya terbata-bata sambil menunjuk ke wajah Kairav.
Kairav hanya menunduk, memegangi perutnya yang sedari tadi keroncongan. Lelaki itu terdiam, dia kembali menatap ke arah Feina. Maniknya terlukis rasa bersalah begitu dalam.
Kairav mengambil napas panjang, lalu mengeluarkan. Anak itu berkata sangat lembut, mengucapkan sepatah kata penyesalan. Tapi Feina tidak akan percaya begitu saja, karena dia tahu cowok di depan ini sejak kecil memang sudah berhati iblis.
“Maaf.” Kairav kembali meminta maaf.
Kali ini Feina benar-benar luluh. Karena kasihan dan melihat tampang Kairav yang acak-acakan membuat gadis itu simpati. Feina melengos, dia kembali menyapu beberapa daun kering yang masih tersisa.
Ya, seharian penuh mereka sekolah dihabiskan dengan membersihkan halaman dan atap yang tentu saja tidak hanya atap dari satu bangunan kelas, tapi beberapa kelas.
Feina dan Kairav hanya berpikir kapan semua ini selesai dan membayangkan berbagai hidangan makanan. Sebentar lagi mereka bisa gila karena kelaparan.
Dari jam pembelajaran dimulai hingga pulang sekolah. Dua pelajar itu gunakan untuk menghancurkan diri mereka sendiri.
Mulai hukuman di koridor kelas yang malah dijadikan tempat senda gurau sampai beberapa guru menghampiri. Alhasil, mereka dibawa ke ruang kepala sekolah dan berakhir seharian menyapu lingkungan sekolah.
Kairav mengerakkan sapu kiri–kanan dengan malas. Di sela kegiatannya, dia berkata lirih, “tapi aku menikmati ini, Feina. Kapan-kapan gini lagi yuk!” Feina kaget mendengar ucapan teman bodoh di depannya.
Perasaan ingin memaki bergejolak dalam hati gadis itu. Tetapi Feina urung. Dia hanya meremas kuat gagang sapu yang tak bersalah.
Feina membatin, jika bisa dia ingin sebuah keajaiban untuk menghapus kebodohan Kairav yang semakin kuat.
Dari kejauhan, telinga mereka sayup-sayup mendengar suara seseorang berteriak. Feina dan Kairav saling memandang.
Meski Feina sudah sangat familier dengan suara teriakan itu. Sampai suaranya terdengar semakin dekat, dibarengi embusan napas berat karena berlari.
Di tangan kanan, ia memegang kantong penuh makanan. Wajahnya merah padam. Terlihat sangat jelas karena kulitnya lebih putih dari kebanyakan laki-laki. Dia terdiam sejenak sambil memegangi dadanya ngos-ngosan.
“Kalian betah bener nyapu seharian," tukasnya masih memegangi dada.
Feina menatap tajam, bibirnya mengerucut kesal. Sekarang dia hanya ingin menjitak kepala teman kelasnya itu yang justru menjadi kunci atas semua hukuman Feina hari ini.
“Idih, orang situ yang cepuin ke Bu Sasing. Udah sono pulang, atau mau bantuin kita?” Feina geram.
Namun, gadis itu segera mengeluarkan jurus andalannya. Ketika netra berbinar menangkap sekantong plastik penuh makanan di tangan Firza.
Senyum manis yang dibuat-buat dan mata yang sengaja dibuka lebar-lebar. Lalu nada suara berubah lebih lembut, hampir membuat dua teman laki-lakinya muntah.
Feina mendekat pelan, tangannya melempar kasar sapu di genggaman. “Kau sungguh baik, Firza. Silakan duduk kawan! Biar aku yang pegang makanan ini.”
Feina sungguh songong, dia berkata seperti itu tapi pandangan matanya penuh nafsu pada kantong makanan. Juga tangannya yang menyambar cepat ke arah tangan kanan Firza.
Kairav yang melihat tingkah Feina hanya terdiam, tapi ada kehangatan di dalam matanya. Mungkin dalam hatinya yang paling dalam dia bersyukur. Melihat Feina setelah sekian lama berpisah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
ini kisah nyata othor ko sama Donat...
2023-09-14
1
Asraaann
Bener banget dah! Bingung bisa-bisanya cowok udah lama ga ketemu, eh sekalinya ketemu malah lebih tinggi 😭
2023-08-10
1
Yaruna
Baru baca bab 3 tapi udah seru banget😭
2023-08-05
1