NOTE : Selamat membaca!🤗 Terimakasih, ya sudah mampir. Sebelum baca yuklah beri like! Di akhir beri saran dan pendapat kalian. Luplup(づ ̄ ³ ̄)づ
••••••••
“Nih! Beneran nggak mau ikut yang lain makan?” Feina menyodorkan sebotol air mineral pada Kairav yang tengah duduk di atas pasir pantai. Memandangi luasnya langit dan perairan yang tak terhalang oleh apa pun.
Kepalanya sedikit terangkat, melihat lekat Feina yang sedang berdiri. Tangan Kairav mengambil sebotol air itu dan menggeleng pelan. Tatapannya kembali pada bentangan alam di depan.
Pukul setengah empat sore. Sinar matahari mulai berubah warna, memantulkan cahayanya pada cakrawala. Membias di ambang-ambang air laut.
Namun, mereka masih betah berada di pantai. Sedang asyik membagi makanan yang telah dibawa dari rumah masing-masing.
Keempat teman-temannya berada tidak jauh dari kedua remaja yang kini saling berdampingan. Duduk beralaskan alas kaki supaya tidak mengotori pakaian mereka yang telah mengering.
Kairav membuka mulut, “wah ... Cantiknya, kalo bisa sih aku gak bakal pergi dari sini,” ungkapnya dengan mata yang berbinar-binar.
“Lebay bener! Kayak cewek tuh omonganmu!” Feina mencibir perkataan Kairav yang terkesan dibuat-buat.
Cowok itu malah bereaksi sebaliknya, dia menoleh ke sebelah. Dahinya mengerut membuat kedua alisnya saling bertaut. Lalu Kairav menanggapi, “nggak tahu cara me-romantisasi sesuatu, kau?!” tangan lelaki itu mendorong kuat Feina hingga hampir terjatuh.
Feina memutar bola mata, satu-satunya reaksi andalan dari gadis itu jika menemui sesuatu yang menurutnya menyebalkan.
“Yang bener aja? Aku bisa jatuh woy!” celetuk Feina sembari mengibaskan kedua telapaknya untuk membersihkan pasir pantai yang melekat.
Feina kembali berkata, “ternyata kau nggak berubah dari dulu. Suka sama hal-hal kecil, pantes dulu cengeng minta ampun!” gadis itu melihat Kairav, nada suaranya terdengar merendahkan.
Sementara Kairav membisu, dia tersenyum simpul. Memang dari dulu Kairav dan Feina adalah teman semasa kecil. Masa ketika mereka tidak perlu mengenal suka maupun duka.
Kedua orang tua mereka adalah teman akrab. Toh, rumah mereka berdua juga tidak berjauhan. Tidak heran jika keduanya sudah mengenal, walaupun ada saja sesuatu yang diperdebatkan.
Tetapi Kairav dan Feina harus dipisahkan oleh keadaan ketika usia mereka tujuh tahun. Keluarga Kairav memutuskan pindah ke kota setelah mendengar kakek satu-satunya mendadak jatuh sakit.
Meninggalkan kediaman hangat yang ada di kota kecil ini. Karena itu, Kairav dan Feina terpaksa saling berjauhan. Sampai usia mereka semakin bertambah, dan keduanya hilang kontak. Seolah memutuskan kabar satu sama lain.
Meskipun keduanya kini telah dipertemukan kembali. Mungkinkah benang merah yang melingkar di sekeliling mereka terlalu erat?
“Iya juga, dulu aku kok cengeng banget kenapa dah?” Kairav malah balik bertanya bingung. Membuat Feina yang mendengar juga tambah bingung.
Feina memandang Kairav, melihat dalam kedua bola mata cowok itu. “Tahu gak? Kau itu satu-satunya orang bego yang pernah aku temuin.”
Kairav balas menatap Feina. Dia mengangkat senyum tipis, bibir merah mudanya perlahan membuka. Tidak mau kalah dengan omongan yang Feina lontarkan.
“Dan kau adalah cewek tengil satu-satunya yang pernah aku temuin. Gaya bicaramu, kelicikanmu itu juga gak pernah berubah!” wajah Kairav sedikit ia dekatkan pada Feina yang tepat ada di sebelahnya.
Menghasilkan reaksi kelimpungan cewek itu. Matanya tidak berani lagi menatap manik Kairav, dia beralih fokus pada bintik kecil berwarna hitam di ujung hidung mancung Kairav.
“Dasar cowok bego!” tukas Feina kemudian berdiri, menghampiri teman-temannya yang sedang berkemas bekas makanan.
Lelaki ini mempertahankan senyumnya, posisi kepala Kairav juga masih sama. Yang membuat berbeda hanya tatapan Kairav yang melihat ke mana gadis itu beranjak.
Mereka sudah siap untuk pulang, membawa bekas-bekas makanan yang mereka bawa sebelumnya. Demi menjaga keindahan dan kebersihan tempat menakjubkan ini.
Perjalanan sehari yang mampu meninggalkan bekas canda tawa dan bahagia tersendiri dari kelima sekawan ini.
Di area luar pantai, mobil yang mengantar mereka sudah ada di hadapan. Siap mengantar balik rombongan remaja yang kelayapan ini.
Atau mungkin, sedari tadi sopir milik keluarga Firza memang tidak pernah beranjak sebelum mengantar tuannya kembali ke rumah?
Kehidupan Firza membuat kelima temannya mengiri hati.
Mobil mewah berisi enam orang remaja dan satu orang dewasa yang merupakan sopir itu berhenti di depan halte seperti sebelumnya. Menurunkan lima remaja yang sudah puas dengan liburan seharinya.
Kaca mobil terbuka pelan, menampakkan wajah seorang pemuda dengan warna mata kebiruan.
“Yakin kalian gak mau dianter sekalian? Mumpung aku masih di sini,” tawar Firza setelah temannya menuruni mobil mewah itu.
Tawaran Firza yang sudah berbelas kasih malah dijawab dengan gelengan serempak teman-temannya. Mereka bilang tidak perlu karena akan merepotkan. Lagi pula rumah mereka juga tidak terlalu jauh.
Barulah mobil itu melaju setelah sang tuan muda memastikan tawaran pada temannya. Meninggalkan kelima remaja SMA yang kemudian melongo. Melihat mobil itu pergi sampai ujung tak terlihat.
“Gila bener si Firza, tajir juga ternyata.” Alan menggeleng-gelengkan kepala tak percaya.
Giliran Rara yang menyahuti, “kalo mau pergi ke mana-mana, bolehlah ngajak Firza. Sekalian nebeng kan lumayan,” jelasnya tanpa rasa sungkan.
Yang mendengar malah mengangguk pasti. Mereka pikir akan sangat menguntungkan memang jika Firza ada. Selain tidak sulit mencari tebengan, uang mereka juga tidak akan terkuras habis.
Langkah mereka saling beriringan menapaki jalanan menuju rumah masing-masing. Lelah bercampur senang menjadi satu. Bahkan semuanya tidak sadar jika besok harus kembali bersekolah.
Setiap langkah hanya ada keheningan di antara mereka. Sampai di perempatan jalan besar. Feina dan Kairav berpisah dengan Rara, Annisa dan Alan.
Lambaian tangan bersahutan. Tersisa Feina dan Kairav yang masih berjalan bersama. Tidak ada bersuara atau sekadar basa-basi. Keduanya diam seribu bahasa.
Mereka berdua melewati jalanan yang tidak terlalu sepi. Para pedagang yang beroperasi saat sore mulai membuka toko dan menjajakan dagangannya.
Dari ujung jalan yang mereka lewati sudah tercium aroma-aroma enak makanan. Suara orang yang berlalu lalang memenuhi gendang telinga mereka.
Mata Kairav tertarik pada salah satu dagangan milik para penjual. Segera ia menghampiri berniat untuk membeli. Menyodorkan selembar uang untuk membayar dengan harga murah meriah itu.
Sebuah bingkisan kembang api digenggamnya. Pikiran Kairav mengulas memori yang tertinggal beberapa tahun lalu.
Sudah sangat lama sejak dia beranjak dewasa tidak bermain kembang api yang sering ia lakukan dengan gadis di sebelahnya ini.
Ia tiba-tiba teringat akan bukit kecil yang pernah dia kunjungi bersama Feina beberapa hari lalu. Muncullah sebuah ide yang membuat Feina semakin jengah.
Dia menghadap Feina seirama dengan suaranya yang keluar, “mau ke bukit dulu gak?” tanyanya kemudian.
Pupil mata Feina membesar, apa yang coba Kairav lakukan setelah ini?
“Ngapain? Ini udah sore. Masih kurang aja kelayapannya?”
“Gak ngeliat aku tadi beli kembang api? Ya pastinya mau main kembang api, lah! Apa lagi?” sergahnya.
Feina pun melihat bingkisan kembang api yang Kairav genggam, dia akhirnya mengiyakan. Pasrah dengan kelakuan Kairav yang pasti ada saja. Feina juga tidak mau ribut, dia sudah lelah.
Toh, tidak ada cara lagi selain putus asa menghadapi Kairav yang sama keras kepalanya dengannya. Jika mereka berdebat pun tidak akan ada habisnya.
Mendengar ajakannya diiyakan oleh Feina membuat Kairav kegirangan. Dia memasukkan bingkisan kembang api ke dalam tas. Agar leluasa berjalan nantinya.
Kaki ia paksakan melangkah. Melewati jalan tidak terlalu besar menuju bukit Kancil. Perjalanan kedua di hari yang sama dan tempat berbeda pula.
Pepohonan dan hembusan angin ikut menemani. Beberapa bunga yang tumbuh membentang di sepanjang jalan sedikit menghapus lelah yang mereka rasakan.
Hanya dibantu dengan penerangan dari lampu jalan dan warna oranye senja sore ini. Mereka merajut langkah menaiki bukit kecil.
Dalam perjalanan, Feina sesekali menghela napas karena capek. Untungnya masih ada sisa minuman di pantai tadi.
“Sumpah, kau kuat bener seharian gak rebahan ... Aku udah capek, kakiku lemes rasanya,” gerutu Feina sambil terus berjalan. Tangannya beberapa kali memegang pinggang.
Ini pertama kalinya bagi Feina melakukan aktivitas yang tidak berhenti seharian. Padahal di pantai tadi dia hanya lari-lari tanpa henti.
Cekikikan tidak kenal keadaan, tapi gadis itu malah seakan sudah mengerjakan pekerjaan berat. Membuatnya terus merengek kelelahan.
“Ternyata capek juga, aku kira gak bakal secapek ini.” Kairav menunduk, memegang kedua lututnya setelah sampai di puncak bukit. Tempat yang sama persis beberapa hari lalu.
“Emang kemarin kita ke sini pakai motor, jelaslah!” kata Feina seraya mengusap peluh dengan punggung tangan.
Keduanya sudah duduk di atas lempengan batu di pinggir bukit. Menikmati Kilauan senja yang terpancar di langit sore. Suasana tidak terlalu terang juga tidak terlalu gelap di atas bukit membuat mereka merasa amat tenang.
Setelah beberapa saat mengagumi sang langit, Kairav menarik ranselnya. Mengeluarkan bingkisan kembang api tadi.
Tangan Kairav lihai membuka bingkisan, mengeluarkan satu per satu kembang api yang hampir seperti lidi itu. Dia membagikan kembang api pada Feina.
“Udah lama gak main beginian,” ujar Feina pelan. Jari-jari Feina memainkan kembang api yang ada di tangan, tapi kemudian dia bungkam.
Feina dan Kairav saling memandang, beradu tatap cukup lama setelah menyadari sesuatu. Mereka berdua mengutuk dirinya sendiri. Betapa bodohnya mereka saat ini.
“Terus kita mau ngidupin ini pake apa anjir?!” imbuh Feina seketika. Kairav tidak menyahut, ia melipat bibir. Merutuki dirinya yang bodoh.
Karena kedua remaja itu sudah bersusah payah menaiki bukit demi memainkan kembang api yang besarnya tidak seberapa. Tapi malah lupa jika kembang api membutuhkan korek.
Lalu, dengan apa mereka akan menghidupkan kembang api ini? Sungguh tolol!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
>< Trisna ><
terlalu semangat sampe lupa hal yg penting, semangat ajah naik turun bukitnyaaaa xixixixi
2023-08-21
2
Asraaann
Eh, eh, eh 😂😭 Ini paragrafnya ngakak banget dah. Duh, gimana nyalain kembang apinya sekarang
2023-08-13
2