Masalah Hati 2

Bibir Kairav menyentuh ujung hidung Feina yang terasa dingin. Sorot matanya melembut menatap manik Feina. Kairav sendiri kaget kenapa dia melakukan hal ini.

Apalagi Feina, dia amat sangat tercengang. Bibir mungilnya menyentuh dagu Kairav, kini jarak antara dua orang itu sangat dekat. Terlebih, tubuh tinggi Kairav mengurung Feina yang bersandar di meja.

Setelah beberapa saat, Kairav menyadari perbuatannya. Dia memundurkan wajah, jarak keduanya tinggal beberapa senti saja. Namun, dia menelan saliva sembari mengalihkan pandangan pada bibir mungil gadis yang ia tawan.

Feina melihat Kairav dengan tatapan kosong. Pikirannya amburadul tidak bisa mencerna kejadian yang secepat kilat ini. Untuk bergerak dia tidak mampu, badannya kaku. Bergeming sempurna.

Rasanya Feina ingin menampar cowok itu, memakinya dengan ribuan kata kasar yang dia tahu. Tapi kemudian badannya tambah terasa lemas, karena Kairav kembali memajukan wajahnya.

Ingin rasanya Kairav mencoba bibir pink itu, tapi bukankah ini terlalu awal? Dia bahkan tidak tahu apa yang sesungguhnya hatinya rasakan. Kenapa tindakannya itu terlalu tiba-tiba?

Kairav tidak ingin gegabah, dia menekan kencang dan meremas telapaknya yang ada di atas meja. Mencoba mengembalikan kesadaran yang entah lari ke mana.

“Maaf,” desis Kairav seraya berdiri dan mundur beberapa langkah. Setelah itu dia keluar kelas tergesa-gesa.

Feina masih kaget, dia mengedipkan kelopak matanya beberapa kali. “Kal! Kal! Apa maksudmu?” katanya beranjak berdiri mengejar Kairav.

Hampir, ciuman pertama Feina direnggut oleh lelaki itu. Ciuman pertama yang ia simpan dan jaga baik-baik untuk jodohnya nanti, pikir Feina.

“Kal! Tunggu!”

Feina berlari mengikuti Kairav yang berjalan cepat tak tahu arah. Teriakan Feina hampir membuat seluruh siswa yang sedang berada di dalam kelas lain menoleh ke jendela kelas. Penasaran dengan apa yang telah terjadi.

Sampai di jalan menuju gazebo belakang mereka sama-sama berhenti. Napas terengah-engah, rambut Feina acak-acak kan. Jari-jari panjangnya sedikit merapikan rambut yang terurai.

Feina tertunduk diam dengan bibir yang sedikit ia gigit. Feina tidak mungkin memaki Kairav langsung sementara raut wajah lelaki itu tidak bisa lagi dijelaskan dengan kata-kata.

Lelaki jangkung itu merasakan detak jantungnya berdegup cepat. Rasa panas memenuhi sekujur tubuh, Kairav hampir mencium bibir Feina jika saja dia tidak mengembalikan kewarasannya.

“Apa yang kau pikirkan? Apa yang coba kau lakukan?” Feina melihat punggung Kairav yang berada di depan, membelakanginya.

Kairav membalikkan badan, mata Kairav merah berkaca-kaca. Wajahnya tampak bingung, takut dan perasaan tidak mengenakan yang berpadu jadi satu.

“Maaf,” katanya pelan, “maafkan atas tindakanku tadi. Aku—aku kehilangan akal, aku gak sadar Fe. Bukan maksudku melakukan itu ... Kau, kau percaya kan?”

Dari sela bicaranya terdengar terbata-bata. Suara Kairav bergetar, dia tidak tahu harus menjelaskan apa. Semua ini di luar kendalinya.

“Kal, it’s ok. Tenanglah,” ucap Feina sambil mendekati Kairav.

Ingin rasanya Feina memeluk erat Kairav meski telah melakukan hal tidak terduga itu. Tapi saat ini Kairav malah membuatnya merasa kasihan.

Dia mengulurkan tangannya untuk menepuk pundak Kairav, tapi Kairav menghindar. Refleks kakinya mundur ke belakang menjauhi Feina di depan.

Katanya lirih tak berani menatap Feina, “tinggalkan aku sendiri ... Aku butuh waktu.”

Feina terpaku melihat kepergian Kairav. Satu-satunya yang bisa ia lakukan sekarang hanya menghembuskan napas panjang.

“Apa sih yang kau sembunyikan?” bisiknya lalu kembali ke kelas.

Di dalam kelas semua pelajar sudah berbincang-bincang. Ada yang menikmati makanan ringannya, ada yang sibuk mengeringkan tubuhnya karena keringat seraya menunggu pelajaran berikutnya dimulai.

Feina membuka lebar-lebar jendela di samping tempat duduknya, dia menginginkan lebih banyak angin untuk menyegarkan kegerahannya. Siapa tahu, bisa mendinginkan pikirannya juga.

Tempat duduk di deretan pojok dan paling belakang membuatnya leluasa mengamati keadaan di depan maupun di samping. Tidak terkecuali Kairav yang bertempat di deretan sebelahnya—tempat duduk tengah.

Kairav bersikap aneh akhir-akhir ini. Semua perilakunya tidak bisa ia tebak, Kairav seperti membentuk dinding tembok di sekelilingnya. Lelaki itu kembali mengabaikan Feina.

Akhirnya, pembelajaran dimulai. Guru pembimbing mata pelajaran memasuki kelas, mengawali dengan menyapa seluruh siswa-siswi kelas Bahasa. Sementara mereka sangat berat hati untuk belajar.

Kantuk dan suntuk rasanya sudah ada di atas umbun-umbun. Seluruh murid tidak sabar menunggu bel pulang dibunyikan setelah berjam-jam mereka habiskan waktu untuk belajar.

Matahari sore pun sudah memancarkan kehangatan seperti biasanya, menembus ke dalam kelas bahasa yang terletak di lantai dua bangunan kelas belakang. Kelas paling pojok setelah deretan kelas IPA.

Kring!

“Yei ...! Go home, go home!” mereka bersorak gembira. Melafalkan ucapan yang bahkan mereka sendiri tidak cukup tahu benar—salahnya.

Rara, Annisa dan Feina berjalan bergandeng tangan melewati kelas IPA-4. Anak-anak IPA-4 menatap sinis ke arah mereka, meski tidak mereka hiraukan sama sekali.

“Jangan nyolot, diem aja udah!” titah Annisa menggandeng erat tangan Rara.

Annisa sudah bisa menembak jika Rara pasti akan membabi buta. Makanya dia langsung memperingatkan sebelum terlambat. Sedangkan Feina menggeleng keheranan dan tersenyum tipis.

Walaupun batinnya terus mempertanyakan kepergian Kairav yang lagi-lagi meninggalkannya. Tidak mengajak Feina pulang bareng. Padahal kan rumah mereka saling berdekatan.

“Eh, Fei. Lo tumben gak bareng Kairav? Dia udah pulang duluan tuh, kayaknya.” Rara memiringkan kepala melihat lawan bicara.

“Gatau! Dia ada urusan kali,” jawabnya datar.

“Ngomong-ngomong, Kairav itu kenapa malah pindah ke sekolah ini? Kan, sekolah ini juga di kota kecil. Bukannya dia dari kota besar?” Annisa menyusun pertanyaannya. Berharap dijawab oleh Feina yang ia pikir lebih tahu soal Kairav.

Feina mengangkat alis, “kenapa? Penasaran banget emang, Nis?”

“Ya, enggak. Cuman, si Kairav itu meski pendiam kayaknya dia lumayan populer di kalangan anak sini. Banyak yang bicarain soalnya.”

“Oh, kirain kenapa. Aku juga gak tahu detailnya. Dia pindah setelah kakeknya wafat, orang udah belasan tahun juga aku gak ketemu. Baru ketemu lagi pas SMA ini.” Feina melepaskan rangkulan tangannya pada lengan Annisa yang berjalan di tengah.

Sampai di tempat parkir sepeda kayuh. Mereka berpisah, karena Rara dan Annisa harus menunggu bus. Dua cewek itu berangkat dan pulang sekolah dengan menaiki bus.

Di rumah Feina segera merebahkan tubuhnya di atas kasur. Masih malas untuk mandi, dengan menggunakan seragam olahraganya. Dia berniat membantu Dianti yang sibuk di dapur sedang menyiapkan beberapa bingkisan kue pesanan.

“Feina bantu, ya?” senyum hangat terlukis di wajah merona Feina, nada bicaranya berubah lembut.

Dianti membalas senyumnya, kemudian berujar, “kamu kan baru pulang sekolah. Istirahat dulu, terus mandi baru bantuin ibu.”

“Ndak, ah! Aku udah cuci tangan juga kok,” dalilnya.

Dianti menggelengkan kepala, dia tidak berniat menjawab ocehan Feina. Ia pun menatap Feina dengan tatapan menelisik, “kamu ... Marahan sama Kairav?”

Sontak membuat Feina menghentikan kesibukannya, dia menatap Dianti ragu-ragu. Kenapa bisa ibunya tahu soal ini?

“Enggak, emang ibu kok bisa mikir gitu kenapa coba?” tanya Feina mencoba menutup-nutupi.

Dianti berkata pasti, “ya tahulah, akhir-akhir ini kamu kan nggak pernah berangkat bareng Kairav. Ibu lihat juga pulangnya nggak bareng. Pasti lagi marahan, kan?”

Feina mendengus pelan, salah satu tangannya memegang pinggang. Kemudian dia mengulas senyum palsu, “jangan berburuk sangka lho, Bu. Nggak baik, lho!” tukasnya lagi-lagi mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Iya, iya. Tapi, jangan bertengkar beneran lho, Feina. Kalo misal ada salah langsung minta maaf, kamu sama Kairav kan sudah berteman sejak kecil. Pertahankan itu!” katanya panjang lebar, Feina yang mendengarkan hanya mengangguk-angguk.

Feina dan Dianti bersamaan melipat tangan, anak dan ibu itu merasa lega karena sudah membereskan pekerjaan. Tinggal diantar dan menunggu pemesan mengambil pesanannya.

“Oh ya, ibu udah minum obat kan?”

“Sudah sayang,” jawab Dianti sambil memperagakan gerakan hormat. Membuat putri tunggalnya tersenyum gemas.

Feina mengangkat jempol beriringan dengan suaranya yang keluar, “sip! Jangan sampai telat-telat ya, ibu ... Kalo gitu Feina ke kamar, ya. Ibu segera istirahat.”

Langkah Feina memasuki kamar, meninggalkan wanita itu yang masih di dapur sedang melepas celemeknya. Kemudian Dianti memeras dada, batuk yang selama ini ia tahan di depan sang putri akhirnya keluar juga.

Dia memelankan suara batuknya, menutupi mulut dengan kedua tangan. Mengeluarkan suara batuk tidak langsung dari mulut. Tercekat di tenggorokan supaya volumenya tidak sampai didengar Feina.

Beberapa saat kemudian, tubuh Dianti jatuh ke lantai. Dia memegang erat pinggiran meja dapur dengan salah satu tangannya dan tangan yang lain mengelus dada.

Ingin sekali Dianti menangis. Bukankah semua ibu akan seperti itu? Jika menghadapi keadaan dirinya sedang sakit sementara anak mereka masih perlu makan. Terlebih, Dianti menjadi satu-satunya tulang punggung untuk mereka berdua.

Apalagi penyakit turunan yang Dianti idap, membuat wanita ini semakin tenggelam dalam kegundahannya sendiri. Hanya Feina, putri satu-satunya yang menjadi semangat dan energi yang selama ini Dianti terima.

Lampu remang-remang dalam kamar seorang gadis yang tengah berbaring di atas kasur sedang membaca sebuah novel kesukaan. Sesekali gadis itu menyipitkan mata karena sudah kantuk. Tapi, buku bacaan terus menariknya untuk membalik ke halaman berikutnya.

Feina membenarkan posisi yang semula rebahan menjadi bersandar di dinding kasur ketika dia memasuki bab novel yang menegangkan. Mukanya serius, fokus menilik satu per satu kata. Kalimat demi kalimat dalam novel.

Tiba-tiba, di sela-sela fokusnya. Kepala Feina memutar ulang kejadian di sekolah tadi. Hidung Feina pun mengernyit. Mendadak bibir Kairav yang mencium hidungnya kembali ia rasakan.

Detak jantung Feina menjadi tak beraturan, wajahnya terasa panas dingin. Jika dia mengambil kaca dan bercermin, mungkin wajahnya sudah merah padam.

Feina terbelalak. Dia seperti terjungkal, terjenking, terjengkang. Membuat tangannya yang sedang memegang novel kesayangan melempar sarkas buku itu ke depan ranjangnya.

Ah! Kurang ajar! Bisa-bisanya aku malah kepikiran itu lagi! Kairav bego!

 

 

Episodes
1 Teratai Putih
2 Finally You Found Me
3 Sick Day
4 Blasteran dan Si Gadis Licik
5 Beriringan
6 Kenangan yang Tertinggal
7 Seberkas Rindu
8 Rindu yang Masih Sama
9 Kegilaan Firza
10 Munculnya Pertanyaan
11 Terjerat
12 Bersama Mu Dengan Deburan Ombak
13 Kembang Api
14 Kelas Bahasa, Beribu Bicara
15 Apa Lagi, Ini?
16 Masalah Hati
17 Kelas Olahraga
18 Masalah Hati 2
19 Saling Mendiamkan
20 Kabar Buruk
21 Kembali Tertawa
22 Aula Sekolah
23 Merah Delima
24 Setangkai Mawar
25 Kunjungan Pertama
26 Barbeque Dadakan
27 Selangkah Bersama
28 Kantor Polisi
29 Senin Meresahkan
30 Sebotol Air
31 Pengakuan
32 Hasilnya
33 Kotak Bekal
34 Ruang Musik
35 Tak Punya Pilihan
36 Pelarian
37 Bagaimana Rasanya Cemburu?
38 Senarai Gamang
39 Suffer
40 Can I Take Care of Myself?
41 I Can Take Care of You
42 Jepit Rambut
43 Aroma Cinta
44 Kuharap, Kita Saling Mengerti
45 Kekacauan
46 Kita Punya Luka Masing-Masing
47 Saksi Bisu
48 Kelam
49 Kecupan
50 Sebuah Lagu
51 Can I Hug You?
52 Hug Me Tight!
53 Oleh-Oleh
54 Mari Kita Buat Kenangan!
55 Little Dandelion
56 Bagaimana Rasanya Jatuh Cinta?
57 Telling You Won't Solve Anything
58 Jatuh!
59 Perubahan
60 Nama Itu Lagi!
61 I Want You With Me
62 Ciuman Pertama
63 Konser Dadakan
64 Selama Aku Bersama Mu
65 Bagaimana Denganmu?
66 Can I?
67 Pertandingan
68 Natasha
69 Kemenangan Pertama
70 Jangan Membuat Masalah!
71 Akhirnya Menang!
72 Clair De Lune
73 Kejutan Teater
74 Oranye Senja
75 Menginap
76 Because You are You
77 Hari yang Terlewati
78 Pasir Pantai
79 Mengikuti Arus
80 Can We be Friend?
81 Bukannya Aku Tak Cemburu
82 Kau Takut?
83 Semanis Mangga
84 Yuhuuu ...!
85 Hadiah Kecil
86 Di Bawah Kembang Api
87 Rumah Sakit
88 Pertama Kalinya
89 Aku Berada Di Belakangmu
90 PENGUMUMAN!
91 MY LITTLE DANDELION
92 My Little Dandelion
Episodes

Updated 92 Episodes

1
Teratai Putih
2
Finally You Found Me
3
Sick Day
4
Blasteran dan Si Gadis Licik
5
Beriringan
6
Kenangan yang Tertinggal
7
Seberkas Rindu
8
Rindu yang Masih Sama
9
Kegilaan Firza
10
Munculnya Pertanyaan
11
Terjerat
12
Bersama Mu Dengan Deburan Ombak
13
Kembang Api
14
Kelas Bahasa, Beribu Bicara
15
Apa Lagi, Ini?
16
Masalah Hati
17
Kelas Olahraga
18
Masalah Hati 2
19
Saling Mendiamkan
20
Kabar Buruk
21
Kembali Tertawa
22
Aula Sekolah
23
Merah Delima
24
Setangkai Mawar
25
Kunjungan Pertama
26
Barbeque Dadakan
27
Selangkah Bersama
28
Kantor Polisi
29
Senin Meresahkan
30
Sebotol Air
31
Pengakuan
32
Hasilnya
33
Kotak Bekal
34
Ruang Musik
35
Tak Punya Pilihan
36
Pelarian
37
Bagaimana Rasanya Cemburu?
38
Senarai Gamang
39
Suffer
40
Can I Take Care of Myself?
41
I Can Take Care of You
42
Jepit Rambut
43
Aroma Cinta
44
Kuharap, Kita Saling Mengerti
45
Kekacauan
46
Kita Punya Luka Masing-Masing
47
Saksi Bisu
48
Kelam
49
Kecupan
50
Sebuah Lagu
51
Can I Hug You?
52
Hug Me Tight!
53
Oleh-Oleh
54
Mari Kita Buat Kenangan!
55
Little Dandelion
56
Bagaimana Rasanya Jatuh Cinta?
57
Telling You Won't Solve Anything
58
Jatuh!
59
Perubahan
60
Nama Itu Lagi!
61
I Want You With Me
62
Ciuman Pertama
63
Konser Dadakan
64
Selama Aku Bersama Mu
65
Bagaimana Denganmu?
66
Can I?
67
Pertandingan
68
Natasha
69
Kemenangan Pertama
70
Jangan Membuat Masalah!
71
Akhirnya Menang!
72
Clair De Lune
73
Kejutan Teater
74
Oranye Senja
75
Menginap
76
Because You are You
77
Hari yang Terlewati
78
Pasir Pantai
79
Mengikuti Arus
80
Can We be Friend?
81
Bukannya Aku Tak Cemburu
82
Kau Takut?
83
Semanis Mangga
84
Yuhuuu ...!
85
Hadiah Kecil
86
Di Bawah Kembang Api
87
Rumah Sakit
88
Pertama Kalinya
89
Aku Berada Di Belakangmu
90
PENGUMUMAN!
91
MY LITTLE DANDELION
92
My Little Dandelion

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!