Pagi hari yang cerah menyambut seluruh penghuni semesta. Terutama bagi mereka yang sudah membuka mata. Feina, sejak pagi buta tadi dia sudah bangun ternyata. Setelah semalam suntuk terus memikirkan hal yang tidak-tidak.
Seperti pagi-pagi sebelumnya, Feina segera mandi dan berseragam. Kemudian menyerobot hidangan sarapan yang ibunya siapkan. Seperti biasa, di meja makan selalu ada telur mata sapi dengan tempe goreng bacem kesukaannya.
Setelah dirasa sudah rapi dan kenyang, Feina akan menghampiri ibunya untuk berpamitan dan tentu saja meminta uang saku.
“Bu, sangunya dong ...,” pinta Feina sambil malu-malu dan Dianti pun terkekeh seraya geleng-geleng kepala.
Feina mencium punggung tangan Dianti untuk berpamitan, “Feina berangkat,” ciumnya lembut.
“Hati-hati!” katanya sambil mengikuti Feina ke arah depan rumah.
Feina mengambil sepeda kayuhnya di sebelah rumah, lalu bergegas berangkat ke sekolah. Mengayuh perlahan dan dengan sabar supaya tetap menjaga penampilannya.
Hampir 5 menit di perjalanan dan akhirnya sampai juga di sekolah SMA Negeri 1. Meskipun di kota yang tidak terbilang besar, tapi sekolah ini salah satu sekolah terbaik dan favorit. Menyimpan segudang prestasi dan bakat anak didiknya.
Gerbang depan sudah dibuka sangat lebar, terdapat satpam yang berdiri mengawasi lalu-lalang pelajar di depan pos jaga. Feina turun dari sepeda, menuntunnya saat melewati gerombolan pelajar itu.
Feina melangkah menuju ruang kelasnya dengan mengembuskan napas, mengurangi kegugupan yang dia rasakan. Sebelum masuk ke kelasnya, Feina mengatur napas terlebih dahulu. Celingukan di depan kelas melihat keberadaan orang yang mungkin saja sudah ada di dalam.
“Kenapa aku jadi canggung begini, ya Allah.” Mata Feina terpejam, dia bingung terhadap dirinya sendiri.
“Huft, bismillah semoga tuh cowok udah baikkan, yang salah dia duluan malah aku yang kena getahnya,” gerutu Feina panjang lebar di depan kelas.
Gadis itu memasuki kelas, matanya sedikit melirik ke seorang lelaki yang termangu di kursinya. Feina sedikit melirik Kairav ketika langkahnya melewati anak itu. Tetapi, yang terjadi malah Kairav cuek kepada Feina.
Dia tidak menoleh atau sekadar melirik juga. Sekarang ini ia seperti berpikir jika cewek itu tidak pernah melewatinya. Sudah tiga hari Kairav berlagak dingin.
Memang, dari dulu Kairav bermulut pedas. Namun dia tidak pernah bersikap acuh dan dingin sekali pun pada Feina. Jika sifatnya itu muncul, maka akan Kairav tunjukkan kepada orang lain.
Feina menarik kursi, menduduki bangkunya dengan sorot mata memandang punggung Kairav. Dia mengerutkan dahi, matanya menyipit dan bibir Feina mengerucut. Membuat tampangnya mirip seperti bebek.
Lelaki blasteran yang duduk di seberang Feina sudah lama mengamati kelakuan Feina yang membuatnya curiga. Alhasil, Firza menghampiri Feina. Menyeret kursi kosong untuk duduk di sebelah temannya.
“Hei! Kau ada masalah sama Kairav?” tanyanya kemudian.
Feina menoleh cepat, “gak! Tanya langsung aja sama dia!” Firza bertanya baik-baik sebenarnya, Feina malah tersinggung. Membuat Firza memundurkan kepala dan menatap bingung.
“Kok nyolot? Eh, gini Fei. Kalian ini dari awal itu udah kayak nggak bisa dipisahkan dari oroknya,” serobot Firza sambil melipat tangan di atas meja Feina.
Dia berhenti sejenak, melihat gadis di hadapan dan beralih ke Kairav beberapa kali. Kepalanya celingukan, mata kebiruan blasteran itu membulat sempurna. Barusan ia menyadari sesuatu.
Lontar Firza sedikit berbisik, “kalian berantem?” dia mendekatkan wajah ke Feina. Rautnya penuh tanda tanya.
Feina memutar bola mata seraya berdecak. Jari telunjuk ia acungkan, menunjuk tepat di dada Firza. Tatapan mata cewek dengan rambut berpita biru itu sangat tajam menatap Firza. Membuat Firza teringat akan tatapan buas Risa.
“Makanya, kau gak cepet dapetin si Risa. Orang modelan cowok kayak gini, gak ada bedanya sama temenmu itu!”
Lelaki berkulit putih ini mengepal tangannya, rasanya ingin sekali melempar bogem pada gadis tengil seperti Feina.
Namun, dia malah terpeleset dengan perkataan Feina barusan. Jika saja Feina benar, jadi selama ini usahanya untuk merebut hati Risa adalah sia-sia.
Blasteran dungu itu kembali ke tempat duduknya, beribu pikiran buruk tentang hubungannya dan Risa yang kandas. Bahkan, sebelum Firza memulainya.
Jangan bilang, karena aku terlalu ceriwis? Jadi, selama ini aku kerja bagai kuda buat nulis puisi ke Risa malah nggak jadi apa-apa. Jangan bilang Risa nggak pernah baca suratku?! Pantes aku nggak pernah dapet balesan!
Kepalan tangan Firza mengarah ke dada, ia tekan kuat-kuat dadanya sendiri. Jadi ini rasanya putus cinta, batinnya duka.
Saat jam istirahat datang, Feina segera keluar kelas. Sangat suntuk jika dia terus berada di dalam kelas. Apalagi, perasaan campur aduk ketika dia tak sengaja melihat Kairav. Entah itu bingung, kesal dan rasa penasaran.
Mengapa laki-laki itu sampai berubah seperti ini? Alasan apa yang membuat Kairav mendiamkannya?
Depan kelas IPA-3, jajaran pelajar cewek duduk di depan kelas. Menyibukkan diri dengan menggosip sana-sini. Dari keempat siswi itu, ada seorang cewek berambut sedikit bergelombang.
Feina menyapa mereka dan tersenyum hangat, membuat cewek judes yang rambutnya diikat separuh itu segera berdiri. Menghampiri Feina yang semakin dekat.
Risa menggandeng tangan Feina setelahnya. Mereka berdua adalah teman sejak kelas 1 SMA. Sejarah pertemanan mereka juga cukup unik. Risa dan Feina pertama kali saling mengenal karena sebuah penghapus.
Penghapus kecil yang tidak sengaja Feina hilangkan saat kelas 1 di aula sekolah ditemukan oleh Risa. Di penghapus tersebut terdapat nama Feina beserta nama kelasnya. Juga banyak bekas pensil yang ditusuk-tusukkan.
Alhasil, ketika Risa mengembalikan penghapus Feina. Mereka berdua langsung akrab karena membahas tentang hobi tusuk-menusuk penghapus dengan pensil yang mereka berdua bahas panjang lebar.
Kedua teman sebaya itu melangkah menuju kantin. Suara cengengesan mereka sesekali keluar, sedang membahas hal lucu.
Akan tetapi, langkah keduanya terhenti. Seseorang berperawakan tinggi berkulit putih menghalau jalannya. Posisi tubuh orang itu merentangkan tangan lebar-lebar. Matanya hampir keluar karena memelototi dua cewek di hadapan.
Feina dan Risa saling pandang. “Minggir, tolol!” Risa geram pada kebodohan Firza yang semakin jelas.
“Feina, minggir kau! Aku mau pinjem Risa sebentar!” Segera tangan Firza menyambar Risa. Dia menyeret Risa pergi, sementara Feina mengernyit. Tidak habis pikir terhadap Firza.
Jadilah Feina ke kantin sendirian. Setelah itu dia memutuskan pergi ke tempat favorit. Berniat menghabiskan jam istirahat di ruangan yang jarang dijamah warga sekolah. Hanya sesekali jika mereka membutuhkan sesuatu dari ruang itu.
Pintu berwarna hijau tua sebuah gudang sedikit terbuka. Baru kali ini Feina dapati pintu tempat favoritnya itu tidak tertutup rapat. Karena biasanya, gudang sekolah yang terletak di dekat halaman belakang selalu menutup.
Tanpa pikir panjang, Feina memasuki gudang. Penerangan memadai dari cahaya mentari pun lampu gudang membuat suasana di dalamnya terlihat jelas.
Sebuah rak panjang yang berisi berbagai peralatan sekolah seperti kemoceng, kapur tulis, spidol papan tulis dan buku-buku usang tertata rapi. Gudang favorit Feina yang selalu terjaga kebersihannya.
Di balik rak itu ada tumpukan meja kursi yang di bawahnya merupakan tempat biasa Feina duduk. Matras olahraga senam lantai.
Tetapi, saat langkahnya kembali terajut mendekati tempat duduk persembunyian. Jantung Feina hampir copot karena kaget.
Senyumnya sontak memudar, dia dapati seseorang yang tidak pernah ia bayangkan akan ada di ruangan ini. Feina menghentikan langkah, menatap nanar ke arah pria yang sedang menduduki matras.
Feina mengutuk dirinya sendiri, menyesal telah membuat keputusan ke gudang. Dadanya berdegup semakin cepat. Tangan Feina memeras kantong plastik berisi makanan dari kantin tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
raazhr_
wkwk yg sabar bang😆
2023-08-02
1
Nur.Syit_
itu namanya bukan lagi putus cinta bang tapi cinta bertepuk sebelah tangan🤭🤣🤣
2023-08-01
1
readerrrr
dafa?
2023-07-28
0