bab 10

"Mas suka?"

"Lebih suka kalau kita praktekan."

Aku menelan saliva ku dengan susah payah, pasalnya adegan di film ini adalah adegan yang tidak pernah aku lakukan dengan Mas Gian sebelumnya. Ciuman tadi, ciuman pertama ku dengan Mas Gian. Itu saja cukup membuatku sesak nafas dan gugup setengah mati, apalagi ini?

Mas Gian terkekeh, mungkin dia mendengar ku saat sedang menelan saliva. Ah, sial. Aku malu.

"Kenapa sayang?"

Mas Gian terus mengelus rambutku sambil sesekali menyentuh daun telingaku yang membuat badanku seketika panas. Ah, sensasi ini, aku sangat menikmatinya.

"Kamu suka?" tanya Mas Gian.

"Suka apa?"

"Ini."

"Apa Mas?"

Mas Gian menyentuh daun telingaku dengan lembut, ke arah wajahku, semakin mendekat, hingga pada arah bibir ranum ku. Dia mengelus bibirku dengan sangat lembut, aku sangat menyukai ini.

Badan ku menggelinjang, ini pertama kali aku merasakannya, Mas Gian tidak pernah menyentuhku, ternyata sentuhannya sangat mampu membuatku menelan saliva berulang kali.

"Enak?"

"Ehm... mmm..."

"Suka sayang?"

Aku mengangguk, tidak bisa berkata barang satu katapun. Sentuhannya membuatku terhanyut kedalamnya.

"Mau?"

"Mm... mau... mau apa Mas?"

Mas Gian masih dengan aktivitasnya, dia semakin gencar menyentuh bagian sensitif dari tubuhku. Kini tangannya sudah berada pada leher jenjangku, aku tidak bisa lagi menahan hasrat yang Mas Gian buat.

"Sayang...."

"Ehmm...." aku hanya bergumam, pasrah apapun yang akan Mas Gian lakukan padaku malam ini. Apapun itu, aku akan menikmatinya.

Ku rasakan jari-jari kekar menyelusuri tiap helai rambutku, terasa nyaman hingga rasanya aku ingin melanjutkan tidurku. Ah iya, aku ingat! Hari ini Mas Gian mengajakku untuk jalan-jalan, aku harus bangun.

Sebenarnya aku sangat lelah, semalam kita melakukan itu lebih dari dua kali. Mas Gian sangat kuat, aku bahkan sampai memohon padanya untuk menyudahi itu. Em... malu rasanya.

Aku membuka perlahan kedua mataku, dada bidang kekar pemandangan pertamaku yang aku lihat ketika membuka mata.

Aku melihat sedikit ke arah atas dari kepalaku, ternyata itu Mas Gian. Aku sampai lupa kalau semalam kita menghabiskan waktu berdua.

"Sudah bangun sayang?"

Aku hanya bergumam, ku peluk tubuh kekar suamiku yang sangat bau maskulin itu. Nyaman rasanya, andai aku bisa setiap hari seperti ini dengannya. Tapi, tidak akan lagi ketika Sarah pulang ke sini, pasti.

"Masih sakit?"

Aku menggeleng, rasa sakit di tubuhku seakan hilang begitu saja ketika mendengar suara Mas Gian.

"Apa hari ini kamu kuat buat keluar? Kalo enggak kita di rumah aja ya? Mau?"

Aku berfikir sejenak, semangatku memang seratus persen. Tapi tubuhku lemas, kalau aku keluar dengan Mas Gian itu akan kurang seru karena aku masih lemas. Kalau di rumah, berdua dengan Mas Gian seperti ini saja sudah membuatku senang.

"Mas, di rumah aja deh, aku masih lemas," ucapku yang mendapat anggukan pelan dari Mas Gian.

Cup. Mas Gian mencium puncak kepalaku, dia masih saja menatapku dengan tatapan yamg selama ini aku inginkan. Tangan kekarnya pun masih pada rambut panjangku, dia sangat suka melakukan ini.

"Kamu cantik banget Bin, aku nyesel kenapa baru sekarang aku sadar itu."

Ku eratkan pelukanku padanya, rasanya tidak ada hal paling menyenangkan selain di pelukan Mas Gian. Umurku yang terpaut lima tahun darinya, rasanya *inner child* yang ada di dalam diriku meronta-ronta ingin di wujudkan oleh Mas Gian, suamiku.

"Mas?"

"Hmm?"

"Mas bakal ninggalin aku gak?"

"Ko nanya gitu?"

"Aku gak mau pisah, Mas."

Mas Gian mengelus pipiku dengan sangat lembut, berulang kali dia mencium puncak kepalaku. Mungkin, dia ingin menenangkan aku.

"Mas akan tetap di sini, sama kamu."

"Sarah?"

"Maaf ya Bin, aku gak bisa cerai in Sarah."

Ya, aku tahu itu. Mana mungkin Mas Gian akan meninggalkan Sarah, bagaimanapun sebelum kenal aku dia sangat mencintai wanita itu. Sarah, wanita paling beruntung di cerita hidupku. Mendapatkan cinta Mas Gian dengan utuh, bahkan aku yakin kalau sekarangpun Mas Gian tidak mencintaiku seperti Mas Gian mencintai Sarah.

Hanya Sarah.

"Kamu jangan sedih sama itu, mulai sekarang aku bakal bersikap adil sama kalian berdua. Bagaimanapun ini salahku, aku akan menyelesaikannya dengan caraku, tanpa menyakiti pihak manapun lagi, ya Bin? Kamu percayakan sama aku?"

Aku mengangguk, sedikit membenarkan posisi tubuhku yang membuat Mas Gian terbangun lalu duduk di hadapanku. Akupun, duduk menghadapnya.

"Aku percaya ko sama kamu, kamu pun ya Mas? Harus bisa pegang janji kamu."

"Iya sayang, pasti."

 ~~~

Terdengar suara orang seperti sedang mengobrol, aku yakin itu suara Mas Gian tapi dia sedang bicara dengan siapa?

Ku lepaskan celemek dan menyimpannya ke tempat semula. Ya, aku sedang membuat pancake untukku dan Mas Gian. Rencananya kita akan menonton film seperti semalam sambil memakan pancake buatanku, Mas Gian yang minta.

Aku berjalan ke arah depan untuk memastikan siapa yang sedang bicara dengan Mas Gian, aku tidak melihat siapapun di depan termasuk Mas Gian. Sudah ku cari sampai pintu luar, namun nihil. Tidak ada siapapun.

Di mana suamiku itu?

"Mas?"

"Mas Gian dimana?"

Aku berjalan ke arah kamar Mas Gian, bisa saja dia masuk ke kamarnya. Begitu sampai di depan pintu kamarnya, tak sengaja ku dengar percakapan Mas Gian dengan suara yang ku rasa aku mengenalnya.

"Iya, Ibu udah mulai enakan gitu Mas jadi aku pulang sekarang deh."

"Padahal nanti malem niatnya Mas mau nyamperin kamu ke sana loh, malah pulang duluan," ucap Mas Gian.

"Ya kamu gak bilang sih, kalau bilang juga aku tungguin kali Mas, terus kenapa ini kamu enggak kerja?"

"Mau istirahat aja di rumah sayang,"

"Istirahat apa mau berduaan sama istri pertamamu itu hah?"

Terdengar suara tertawa Mas Gian yang membuat hatiku seperti teremas begitu saja, "enggak lah sayang,"

"Terus? Ah kamu pasti udah begituan kan sama dia? Jangan Mas, kamu janji sama aku bakal ninggalin dia kan?"

"Iya sayang, engga ko, aku gak bakal ngecewain kamu, tenang aja."

Bagai sudah jatuh, tertiban tangga pula. Itu yang aku rasakan sekarang, Mas Gian bilang kalau dia tidak akan menyakiti pihak manapun lagi kan?

Ya, seharusnya aku tidak boleh percaya dengannya, dengan ucapannya. Dia tetap dia, Mas Gian tetap Mas Gian, yang tidak menginginkan aku. Tidak pernah.

Hanya Sarah yang dia inginkan sejak awal, pada akhirnya aku akan tetap pergi dari rumah ini. Malam itu, Mas Gian benar-benar seperti layaknya suami yang sangat menyayangi istrinya. Tapi, apa yang aku dengar saat ini adalah kebenarannya.

Dia tidak pernah bersungguh-sungguh melakukan itu.

Terpopuler

Comments

Sukliang

Sukliang

oooo baru sadar ya
makanya ayo keluar dr rmh itu

2023-07-15

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!