Sampai di luar hutan, warga lalu menghentikan perjalanan. Menatap Aluna dengan pandangan menusuk.
"Mana bus yang kalian katakan dari sekolah itu?" tanya salah seorang warga.
Aluna tidak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan warga. Bus sekolah yang membawa mereka tadi memang telah pergi.
"Mungkin telah kembali, Pak. Tinggalkan kami berdua," ucap Aluna pelan.
"Kalian ingin membohongi kami? Katakan saja dengan jujur, jika sebenarnya kalian ini sepasang kekasih yang ingin melakukan perbuatan mesum," ucap warga yang lain.
Mendengar ucapan salah seorang warga itu, Keenan menjadi emosi. Tangannya terkepal ingin meninju wajah pria itu. Aluna yang melihat itu langsung berbisik ke telinga Keenan.
"Jangan cari masalah. Ikuti saja dulu apa maunya mereka," bisik Aluna.
Keenan memanndagi wajah gurunya. Dia menjadi kasihan melihat wajah wanita itu yang pucat. Pasti dia juga merasa ketakutan.
Setengah jam berjalan kaki sampailah mereka di balai desa. Aluna dan Keenan di minta masuk sambil menunggu ketua adat dan kepala desa datang.
"Kenapa ibu mau saja di giring ke sini? Seperti kita ini penjahat saja," ucap Keenan dengan kesalnya.
"Kita tidak punya pilihan lain, Keenan," bisik Bu Aluna.
"Siapa bilang tidak punya pilihan lain? Kita seharusnya tadi menolak dan langsung kembali ke kota," jawab Keenan.
"Percuma! Kita juga tidak ada kendaraan untuk pulang. Semua bus telah pergi," ucap Aluna dengan nada putus asa.
"Jika mereka ingin melakukan sesuatu pada kita, bagaimana?" tanya Keenan.
"Semoga saja mereka tidak melakukan apa-apa, hanya ingin minta keterangan kita saja," ucap Aluna dengan suara serak.
Aluna tampak kedinginan. Keenan yang melihat itu tidak bisa melakukan apapun karena jaket dia juga telah dipakai gurunya itu.
Setengah jam menunggu, ketua adat dan kepala desa akhirnya datang. Kedua pria paruh baya itu langsung menemui Keenan dan Aluna.
Di belakang mereka ada dua orang pria yang tadi paling vokal suaranya. Mungkin mereka sebagai saksinya.
Aluna dan Keenan duduk di kursi yang dihadapan mereka ada kepala desa, pemuka adat dan dua orang warga yang menjadi saksi.
"Pak Tono dan Pak Agus, coba ceritakan apa yang terjadi," ucap Kepala Desa.
"Kami baru pulang dari hutan, kami melihat orang berdua ini sedang berbuat mesum di gubuk, makanya kami bawa ke sini untuk diberi hukuman," ucap Tono.
Mendengar ucapan Pak Tono, Keenan menjadi emosi. Dia lalu berdiri.
"Jangan asal bicara, Pak. Kami tidak pernah melakukan perbuatan mesum!" ucap Keenan dengan suara lantang.
"Jaga sopan santunnya anak muda. Ini bukan rumahmu," ucap ketua adat.
Aluna menarik tangan Keenan memintanya duduk kembali. Jika mau jujur, wanita itu juga tidak terima dikatakan berbuat mesum, tapi dia takut membantahnya.
"Pak Agus bisa ceritakan secara detail apa yang terjadi?" tanya Ketua Adat.
Pak Agus lalu mengatakan apa yang mereka lihat di dalam gubuk itu. Sesekali Tono yang menambahkan cerita versinya. Kepala Desa dan Ketua Adat mendengar sambil menganggukan kepala mereka.
Setelah mendengar cerita Agus dan Tono, kedua pemuka masyarakat itu tampak berbisik. Entah apa yang mereka katakan.
"Bagini Bu Aluna dan Bapak Keenan, berdasarkan peraturan adat di desa kami ini, jika kedapatan sepasang kekasih yang sedang berbuat mesum, untuk menghindari mala petaka, kami harus menikahkan keduanya," ucap Ketua Adat.
Aluna dan Keenan kaget, bagai mendengar suara petir di siang bolong, mereka tidak berpikir sampai ke sana. Mana mungkin keduanya bisa dinikahkan?
Keenan langsung berdiri dari duduknya, begitu juga Aluna. Jika dari tadi wanita itu hanya diam, kali ini sepertinya dia tidak bisa menerima keputusan itu.
"Maaf Bapak-bapak, seperti yang telah saya jelaskan dari tadi, jika saya dan Keenan ini merupakan guru dan murid, tidak mungkin kami ingin melakukan hal mesum. Saya juga tidak mungkin menikahi Keenan, karena dia hanyalah murid saya," ucap Aluna dengan tegas.
Melihat keberanian Aluna yang mengungkapkan pendapat, membuat Keenan jadi ingin bersuara juga. Dia menarik napas dalam dan panjang sebelum akhirnya bicara.
"Saya masih muda, masih sekolah, tidak mungkin menikah dengan guru saya ini. Lagi pula saya dan Bu Aluna tidak melakukan apapun. Jika pun saat itu dia berada dipangkuan saya karena Bu Aluna yang ketakutan mendengar suara petir!" ucap Keenan.
"Maaf Pak Keenan. Ini sudah menjadi peraturan desa. Jika Bapak dan Ibu tidak mau menikah, ada. hukuman yang harus kalian jalani," ucap Kepala desa itu.
"Katakan saja apa yang harus aku lakukan tanpa harus menikah?" ucap Keenan.
Kembali kedua orang pemuka masyarakat itu berbisik. Sesekali Tono dan Agus ikutan bersuara. Sepertinya mereka hanya mengompori agar suasana makin panas.
"Menurut hukuman yang berlaku di desa kami saat ini, Bapak dan Ibu harus dinikahkan dan jika tidak mau akan diarak keliling desa tanpa busana. Apa Bapak dan Ibu bersedia?" tanya pria itu.
Keenan jadi makin emosi mendengar ucapan kepala desa itu. Dia berdiri dari duduknya dan menendang kaki meja dengan keras.
"Omong kosong apa ini, peraturan dari mana yang kalian pakai, aku bisa tuntut kalian ke polisi," ucap Keenan dengan penuh emosi.
Aluna tidak dapat berkata apa-apa. Tangannya gemetar. Bagaimana mungkin dia harus menikahi muridnya sendiri. Tidak ada cinta di antara mereka.
Kepala desa dan Ketua adat setempat ikutan berdiri. Memandangi Keenan dengan mata tajam.
"Jangan melakukan hal yang membuat hukuman kamu bertambah. Ingat, kalian hanya pendatang. Ini sudah menjadi peraturan desa kami. Kepolisian juga tidak bisa melakukan apapun," ucap Kepala desa.
Kepala desa meminta Pak Tono memanggil polisi yang tinggal di desa mereka, juga memanggil warga sebagai saksi pernikahan mereka.
Setelah polisi datang dan menjelaskan jika pihak kepolisian juga tidak bisa melakukan apapun atas peraturan desa itu, barulah Keenan sedikit tenang.
Aluna dan Keenan tidak bisa berbuat apapun, mereka akhirnya menerima keputusan kepala desa. Malam itu di datangkan penghulu dan pemuka agama untuk menikahkan keduanya.
Kedua orang itu dipasangkan pakaian adat mereka. Setelah itu mengucapkan akad nikah. Karena hari yang sudah malam, mereka diizinkan buat menginap di salah satu kamar rumah penduduk. Orang tua Keenan telah dihubungi untuk menjemputnya.
Aluna dan Keenan tampak termenung di dalam kamar. Tidak percaya jika saat ini mereka telah menikah dan menjadi sepasang suami istri.
"Ini semua gara-gara Ibu. Saya yang tampan dan masih muda ini harus menikahi perawan tua seperti Ibu," ucap Keenan dengan mengumpat.
Tentu saja ucapan Keenan itu tidak bisa Aluna terima. Dia berdiri dari duduknya, mendekati Keenan, berdiri dihadapan pria itu dengan berkacak pinggang.
"Kamu pikir saya mau menikah denganmu, jika ada pilihan yang lebih baik, pasti saya tidak akan mau melakukan ini. Saya yakin milikmu itu masih belum sunat dan tidak bisa berdiri tegak," ucap Aluna.
Mata Keenan melotot mendengar ucapan gurunya yang sedikit vulgar. Aluna yang terkenal kalem dan lembut bisa juga berkata begitu.
"Apa Bu Aluna ingin bukti jika milikku ini sangat perkasa, mampu memuaskan Ibu dan membuat Ibu mendes*h sepanjang malam," ucap Keenan.
Kali ini Ibu Aluna yang kaget mendengar ucapan muridnya. Melihat Keenan membuka ikat pinggangnya, Aluna langsung menjerit.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Mana boleh busnya meninggalkan tempat,jika ada salah satu murid atau guru yg gak ada,harus nya di cari sampai jumpa..
2025-03-22
0
Qaisaa Nazarudin
Lagian Aluna kenapa ngomong nya sampe ke situ...🤦
2025-03-22
0
✍️⃞⃟𝑹𝑨🤎ᴹᴿˢ᭄мαмι.Ɱυɳιαɾ HIAT
jhaaa membangunkan singa yg lagi tdr bu guru
2023-08-03
0