Bapak kepala lingkungan sudah duduk dengan kami di meja ini dan pria yang mengenakan jas itu langsung menyodorkan dokumen.
"Ibu hanya perlu membayar pokoknya, dan itu bisa dicicil."
Sebagai bukti tambahan dan aku langsung menyimpan tagihan terbaru itu.
"Nanti saya diskusikan dulu dengan pengacara saya ya, sebaiknya bapak dan rombongan pergi dari sini."
"Itu artinya ibu tidak punya niat baik."
"nNat baik apa? niat menipu setelah kalian kongkalikong."
Seorang perempuan yang masih seumuran denganku dan datang kemari menghampiri kami.
Sepertinya seorang guru, karena memakai dinas khas guru.
"Jangan bayar kak, saya juga mengalami hal sama. mereka ini penipu, yang tiba-tiba muncul dan memberikan tagihan.
Saya ngak pernah berutang ke bank, dan bahkan aku ngak tau apa itu kartu kredit dan tiba-tiba mereka ini datang ke sekolah tempat mengajar dan memberikan tagihan kartu kredit.
Syok dan malu, dan aku merasa tidak pernah meminta atau memohon kartu kredit.
Ternyata itu kerjaan mantan suami ku, membuat kartu kredit atas nama ku setalah mereka kongkalikong di bank.
Enak aja suruh bayar, yang belanja siapa yang membayar siapa.
Kita sudah beberapa orang yang menjadi korban seperti ini, makannya si kampret ini panik dan mencoba negosiasi ulang."
Ucap perempuan itu, dan suasana semakin tidak kondusif karena ada mobil polisi yang parkir disini dan membawa empat anggotanya.
"Mereka ini pak orangnya, memaksa para korban untuk membayar tagihan kartu kredit yang tidak pernah di miliki oleh korban."
Sepertinya guru cantik itu yang membawa polisi ke sini dan aku langsung memberikan tagihan terbaru yang baru saja aku terima.
"Benar pak polisi, tiba-tiba, saja ada tagihan kartu kredit yang tidak masuk akal.
Mereka datang berkelompok seperti ini untuk menagih.
Saya ngak pernah pak membuat kartu kredit, karena memang ngak butuh."
Mereka langsung di bawa polisi dari depan rumah ini dan akhirnya para tetangga bubar juga.
Akhirnya satu masalah bisa selesai walaupun hanya bersifat sementara, beberapa saat kemudian Markus menelpon ku.
Katanya aku diminta untuk hadir di kantor polisi besok pagi untuk memberikan keterangan.*
Besok pagi aku dan mamak pergi ke kantor polisi dengan membawa Lasma.
Saat menunggu angkutan umum, ibu mertuaku sedang berkumpul dengan ibu-ibu lainnya.
Terlihat mereka melihat ke arahku, dan seseorang dari mereka menghampiri ku.
"Mertua mu bilang, kau punya banyak utang di bank dan itu membayar laki-laki yang tidur sama kau.
Aku mau dong laki-laki seperti itu, tapi yang ganteng dan anu tahan lama."
Namanya panggilannya mak Idar, tetangga kami yang memiliki sawah yang sangat luas serta kebun kopi.
Biasanya mak Idar yang menampung kotoran ternak ku yang sudah siap pakai.
"Lantas mak Idar percaya?"
"Percaya kalau mak Lasma membawa laki-laki yang kualitas super untukku."
Kami tertawa dan suara tawa mak Idar yang paling kuat sehingga ibu mertuaku terlihat sewot melihat kami yang tertawa.
"Mak Lasma...
Kemana semua babi mu? terus kemana aku mencari pupuk kompos mak Lasma?
Pupuk kompos itu sangat bagus dan juga dekat ke rumah.
Tinggal angkut dan aplikasikan ke tanaman, kok gitu kau mak Lasma."
"Semua babi aku jual mak Idar, untuk membayar laki-laki yang anu besar dan tahan lama."
Mak Idar tertawa dan suara tawa nya itu sampai membuat tetangga lain melihat kami.
Memang sengaja aku berkata demikian, dengan nada suara yang agak tinggi, agar mamaknya Tiopan bisa mendengarnya dan punya bahan gosip yang baru.
Berhubung angkutan umum sudah tiba di depan kami dan aku langsung pamit ke mak Idar dan berkata kalau sedang mencari laki-laki yang jauh lebih baik dari pak Lasma.
Hampir satu jam dalam perjalanan, dan akhirnya kami tiba di kantor polisi.
Markus sudah berada di sana, Markus tidak sendirian.
Markus bersama para perempuan yang berjumlah sekitar delapan orang dan itu termasuk bu guru yang datang ke rumah tempo hari itu, jika ditambah diriku maka jumlah klien Markus menjadi sembilan orang.
Kemudian kami dibawa oleh Markus ke suatu ruangan dan disana sudah ada empat petugas yang mengenakan seragamnya.
"Sembilan orang ibu-ibu yang bersama saya saat ini, adalah korban yang saya dampingi pak.
Mereka datang kemari untuk memberikan keterangan."
Ucap Markus dan kemudian kami satu persatu memberikan keterangan tentang apa yang kami alami.
Permasalahan kami sama, hanya beda jumlah tagihan kartu kredit saja.
Tagihan kartu kredit atas nama kakaknya Markus yang paling besar, yaitu senilai dua ratus lima puluh juta.
Kemudian tagihan ibu guru yang bernama bu Salma, dan tagihan terbanyak urutan ketiga jatuh kepadaku.
Tempat transaksi kartu kredit tersebut, bukan di daerah sini. melainkan di kota lain yang beda kabupaten dengan tempat tinggal kami masing-masing.
Diantara kami para korban mengaku tidak pernah ke kota tersebut dan ada yang tidak tahu keberadaan kota tempat transaksi kartu kredit.
Lucunya adalah para suami kami atau mantan dan calon mantan adalah para pegawai negeri.
Kelucuan berikutnya adalah bahwa, kartu kredit itu dibuat atas permintaan para suami.
Padahal diantara kami yang sembilan orang ini, merasa tidak pernah meminta atau memohon untuk di buat kartu kredit.
"Pak polisi, keterangan dan pengakuan kami dari sembilan orang.
Semuanya sama loh pak, menurut bapak apakah ada kongkalikong antara petugas bank dengan para suami."
"Maaf ibu, kami belum bisa memberikan jawaban yang pasti karena kami perlu mendalami dan mempelajari serta investasi kasus ini."
prak......
Bu guru cantik itu menepuk meja dengan tangan nya, sepertinya dia tidak puas dengan jawaban pak polisi tersebut, sebenarnya juga aku tidak puas akan jawaban itu.
"Terus kapan kami mendapatkan kejelasan pak polisi?
aku malu sama keluarga ku, malu sama rekan kerja ku, tetangga dan yang lainnya.
seolah-olah aku adalah manusia paling jahat dan songon, setelah menikmati uang pinjaman lalu tidak mau membayar hutang.
Aku benar-benar malu pak polisi."
"Aku juga merasa sangat malu pak polisi, rencananya aku mau buka usaha kos-kosan dan berniat meminjam uang ke bank.
Kalau seperti ini, manalah bisa aku meminjam uang di bank lain.
Sangat-sangat malu pak polisi, pihak bank itu menagih dengan membawa banyak rombongannya bapak.
Dilihat tetangga dan aku benar-benar malu."
Aku mendukung bu guru cantik itu, dan karena memang sangat malu.
Demikian juga yang lainnya, ikut protes dan akhirnya pak polisi menenangkan keadaan dan terus berusaha untuk melakukan investasi.
Hanya bisa berharap semua ini segera berakhir dengan baik. saat ini selesai satu masalah, walaupun hanya bersifat sementara.
Di ibukota kabupaten ini, hanya ada satu pegadaian. bersama mamak dan putriku, kami akan pergi ke pengadilan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
rismawati bangun
ngak kebayang betapa malunya
2023-07-15
0