Harus Dengan Kekerasan.

Akhirnya pemangku adat datang bersama perangkat desa, atau yang kami panggil pak Kepling.

Pak Bima yang menceritakan keadaan yang sebenarnya dan pemangku adat yang di panggil oppung Candra itu, mendekati ku seraya memanggil bang Tiopan untuk duduk di dekat ku.

"Pak Lasma, kamu sebagai suami. seharusnya bertanggungjawab penuh kepada istri.

kamu sudah bersumpah di hadapan pastor dan jemaat lainnya, kalau kau dan istri mu sudah menjadi satu tubuh.

hendaklah seorang suami dan istri meninggalkan orang tuanya dan bersatu dalam keluarga yang bahagia.

begitu firman Tuhan, kamu harus adil terhadap istri mu dan juga mamak mu.

memang benar kalau mamak mu itu adalah tanggung jawab mu, tapi istri dan anak mu jauh lebih penting dari itu semua.

jika sudah menikahi putri orang, itu artinya kau juga harus menafkahinya.

terlepas dari itu semua, apalah saran dari mu? atau kita harus gimana ini?"

Bang Tiopan melirikku dan kemudian menatap mamaknya.

"Aku adalah pengganti bapak dalam keluarga kami dan aku ingin melindungi keluarga Ku.

hendaklah mak Lasma ini menerima mamak dan kedua kakak perempuan untuk tinggal di rumah ini.

menghormati mamak sebagai mertuanya dan juga kedua kakak ku, karena baru saja di tinggalkan suaminya.

istri itu harus nurut pada suami, terlebih-lebih pada mamak Ku.

mak Lasma, tolong ubah sifat mu. jangan egois, apa salahnya kau memasak untuk mamak dan juga kakakku serta anak-anaknya.

kenapa harus memakai kekerasan seperti itu?

seharusnya kau ngaca mak Lasma, kau berkaca dan sadar diri, tentang kenapa aku lebih milih tinggal sama mamak dari pada di rumah ini. kau itu tidak pernah memasak untukku, bahkan kopi pun tidak tersaji untukku setelah pulang kerja.

seharusnya kau berpikir....."

"Cukup pak Lasma, cukup...

sekarang aku tanya sama kau, apa kau pernah menafkahi ku? ngak pak Lasma.

Gaji mu sebagai pegawai negeri sipil, hanya untuk mamak mu.

Hanya di awal pernikahan kita, kau memberikan nafkah sebesar tiga ratus ribu rupiah.

Jika memang kurang, karena kau bagi dengan keluarga mu, itu ngak masalah bagiku. ayo kita sama-sama mencari kekurangan nya dan berjuang bersama-sama.

jika semuanya gaji mu sama mamak mu itu, iya udah, kau sama mamak mu aja. sekalian kau tidur sama mamak mu, karena mamak mu yang menerima penghasilan mu.

saya ngak mau tinggal sama mamak mu dan juga kedua kakak kau itu, bisa sakit jiwa di buat mereka bertiga.

dari pada aku gila, lebih baik diantara kami ada yang mati. kalau bukan aku yang mati, ya mamak kau. kalau ngak salah satu dari kedua kakak mu itu yang mati ku buat.

kau tau kan, sedari dulu aku tidak pernah aku pernah berdamai dengan keluarga mu, tapi kau memintaku untuk menjadi istrimu.

aku sudah mencoba untuk berdamai dengan diri sendiri, agar aku bisa berdamai dengan keluarga mu.

tapi kalau begini terus, mati adalah jalan terakhir.

kau pilih mana, mamak mu yang mati atau aku yang mati? atau kami berdua sama-sama mati, biar puas kau."

Seketika semuanya terdiam, begitu juga dengan bang Tiopan.

Mungkin masih jelas teringat kejadian di masa lalu, dimana rumah mereka pernah ku bakar karena mamaknya menghina mamak ku waktu itu.

Karena itulah bapak mereka meninggal dunia karena syok dan akhirnya terkena serangan jantung dan meninggal dunia.

"Daripada kita berdebat panjang, lebih baik orang tua pak Lasma tinggal di rumah kontrakan kami yang didepan itu.

Ito mak Lasma, apakah kamu punya uang untuk biaya kontrak nya?"

Saran dari pak Bima ini mungkin saran yang terbaik, setidaknya aku ngak satu rumah dengan mertuaku dan kedua putrinya itu.

"Aku hanya bisa memberikan uang sebesar dua juta rupiah."

"Dah lebih dari cukup itu, itu sudah bisa biaya sewa selama enam bulan. karena biaya setahun hanya empat juta saja."

Perkara selesai dan keluarga suamiku pindah saat ini juga ke rumah kontrakan itu, dan orang-orang sudah mulai bubar.

Harus dengan cara kekerasan rupanya, karena dengan cara lembut nan damai telah ditolaknya.**

Pagi-pagi sekali seperti biasa, aku sudah menyetorkan sayur-sayuran, bumbu seperti cabe merah, cabe rawit, jahe, kunyit dan bawang batak.

Aku setorkan ke warung mak Sinta, dan juga tiga puluh butir telur ayam kampung.

Mak Sinta tidak membahas kejadian tadi malam, dan seolah-olah tidak terjadi apapun dan hanya membahas seputar jualan.

"Mak Lasma...

Bulan depan ini, keluarga bapaknya Sinta mau datang kemari untuk melaksanakan adat.

acara adat sekaligus berdoa bersama agar selalu diberi kesehatan dan rezeki yang melimpah.

karena kebetulan juga, ponakan atau bere kami, akan melakukan baptis disini dan karena pak Bima anak yang paling besar dalam keluarga sehingga mereka memilih kami sebagai tuan rumahnya.

aku mau anak babi mu satu ekor, ayam kampung kalau bisa sepuluh ekor dan usahakan satu ayam jantan ya."

"Kalau begitu yuk kita lihat di kandangnya, dan pilih sendiri biar aku sisihkan langsung."

Mak Sinta langsung teriak memanggil anaknya yaitu Sinta, untuk menjaga warung dan kami berdua langsung bergandengan tangan menuju kandang dibelakang rumah kami.

Mak Sinta sudah menunjuk ternak yang diinginkannya, setelah itu kami duduk sembari minum kopi.

"Mak Lasma...

Dulu aku pernah keguguran dan itu anak pertama kami.

setelah menikah dan kemudian kami tinggal bersama bapak-ibu mertua.

pak Sinta anak ke tiga dari lima bersaudara, satu anak laki-laki dibawah pak Sinta belum nikah.

karena pak Sinta yang tinggal di kampung, alhasil kami disuruh oleh saudara-saudara yang lain untuk tinggal sama kedua orangtuanya.

aku dulu anak rantau, dan hampir lima tahun lebih aku kerja di kilang Malaysia.

gaji lumayan saat itu, sehingga aku mampu mengumpulkan uang untuk diri ku sendiri, karena itu memang pesan mamak ku.

modal setelah menikah nantinya, sementara pak Sinta sudah lama ikut pak Bima sebagai tukang nya.

berhubung kedua mertua itu guru PNS, dan aku begitu rendah di rendah dimatanya hanya karena lulusan SMK saja.

Dia ngak sadar kalau anaknya hanya lulusan SMP.

memang betul mahar yang aku terima sebesar lima belas juta, dan itu semua untuk biaya pesta adat yang lumayan meriah.

Karena pak Sinta adalah anak laki-laki yang paling besar dan sebagai pembuka adat di keluarga."

Sejenak mak Sinta berhenti bicara dan kemudian menyeruput kopi, lalu melahap ubi jalar rebus yang tersaji di depan kami.

Sepertinya berat kisah itu, sehingga mak Sinta menghela napasnya.

Episodes
1 Kejutan.
2 Menikah
3 Suami Yang Kecewa.
4 Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5 Harus Dengan Kekerasan.
6 Kisah Pernikahan.
7 Mertua Yang Aneh.
8 Pak Lasma.
9 Keinginan Untuk Bercerai.
10 Mulai Bertindak.
11 Kesepakatan Untuk Bercerai.
12 Mantap Untuk Bercerai.
13 Tiopan Membawa Keluarganya.
14 Minta Rujuk.
15 Ada Yang Aneh.
16 Bercerai di Dalam Diri.
17 Jalan Terbaik.
18 Acara Adat Mak Sinta.
19 Tagihan Kartu Kredit.
20 Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21 Masalah Utang Di Koperasi.
22 Pertikaian Lagi.
23 Utang Ke Rentenir.
24 Perkara Selesai.
25 Merasa Kehilangan.
26 Nasihat.
27 Serangan Balik.
28 Bermasalah.
29 Tangan Yang Ditebas.
30 Ingin Berdamai.
31 Mamaknya Tiopan Murka.
32 Mencoba Ikhlas.
33 Tiopan Menikah Lagi.
34 Bimbang.
35 Nasihat Berujung Pertikaian.
36 Nasihat Yang Terabaikan.
37 Pilihan Yang Sulit.
38 Rencana Balas Dendam.
39 Anak Yang Tamtrum.
40 Tiba di Kampung.
41 Bertemu Dengan Bapak.
42 Kisah dari Renhat.
43 Pernyataan Cinta.
44 Penyesalan Yang Menyakitkan.
45 Bapak Meninggal.
46 Menahan Emosi.
47 Berkumpul Bersama.
48 Adat Sari Matua.
49 Begini Rasanya Bahagia.
50 Perbedaan Pola Pikir.
51 Terjadilah Drama
52 Biarkan Dia Memilih.
53 Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54 Kabar Bahagia.
55 Cerita Tentang Lasma.
56 Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57 Tunangan.
58 Bertemu Dengan Donna.
59 Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60 Bisa Berubah.
61 Pemberkatan.
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Kejutan.
2
Menikah
3
Suami Yang Kecewa.
4
Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5
Harus Dengan Kekerasan.
6
Kisah Pernikahan.
7
Mertua Yang Aneh.
8
Pak Lasma.
9
Keinginan Untuk Bercerai.
10
Mulai Bertindak.
11
Kesepakatan Untuk Bercerai.
12
Mantap Untuk Bercerai.
13
Tiopan Membawa Keluarganya.
14
Minta Rujuk.
15
Ada Yang Aneh.
16
Bercerai di Dalam Diri.
17
Jalan Terbaik.
18
Acara Adat Mak Sinta.
19
Tagihan Kartu Kredit.
20
Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21
Masalah Utang Di Koperasi.
22
Pertikaian Lagi.
23
Utang Ke Rentenir.
24
Perkara Selesai.
25
Merasa Kehilangan.
26
Nasihat.
27
Serangan Balik.
28
Bermasalah.
29
Tangan Yang Ditebas.
30
Ingin Berdamai.
31
Mamaknya Tiopan Murka.
32
Mencoba Ikhlas.
33
Tiopan Menikah Lagi.
34
Bimbang.
35
Nasihat Berujung Pertikaian.
36
Nasihat Yang Terabaikan.
37
Pilihan Yang Sulit.
38
Rencana Balas Dendam.
39
Anak Yang Tamtrum.
40
Tiba di Kampung.
41
Bertemu Dengan Bapak.
42
Kisah dari Renhat.
43
Pernyataan Cinta.
44
Penyesalan Yang Menyakitkan.
45
Bapak Meninggal.
46
Menahan Emosi.
47
Berkumpul Bersama.
48
Adat Sari Matua.
49
Begini Rasanya Bahagia.
50
Perbedaan Pola Pikir.
51
Terjadilah Drama
52
Biarkan Dia Memilih.
53
Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54
Kabar Bahagia.
55
Cerita Tentang Lasma.
56
Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57
Tunangan.
58
Bertemu Dengan Donna.
59
Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60
Bisa Berubah.
61
Pemberkatan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!