Tiopan Membawa Keluarganya.

Berhubung pak Bima sudah memberikan panjar untuk membeli babi ku, dan aku langsung setor ke rekening Markus.

"Sere...Sere..."

Mamaknya Tiopan berteriak di depan pintu dan aku segera keluar dengan membawa parang di tanganku.

"Apa yang kau lakukan sama Tiopan? kau lihat sekarang keadaan nya.

suka mabuk-mabukan dan sekarang sakit-sakitan, kenapa sih kau begitu egois?"

"Pergi kau dari sini sebelum leher kau ku gorok."

Syukurlah perempuan itu langsung pergi setelah melihat parang di tanganku dan beberapa saat kemudian, perempuan itu datang lagi dengan membawa rombongan.

Mamaknya Tiopan membawa keluarganya, yaitu adik-adik dari almarhum bapaknya Tiopan dan juga pemangku adat di tempat ini.

Mau tidak mau aku harus menjamu mereka, dan beruntungnya memiliki persediaan gula dan bubuk kopi di dapur.

Beberapa saat kemudian, para tetangga juga berdatangan dan begitu juga dengan pak Bima sebagai orang tua ku disini.

Pak Bima yang satu marga dengan ku dan waktu itu mamak sudah menyerahkan perwalian marga.

Dalam adat batak nya disebut ama, dan saat ada pesta adat istiadat nantinya, aku berada di rombongan pak Bima.

Jika ada urusan adat, maka aku bisa mengandalkan pak Bima sebagai perwakilan atau sekedar bertanya.

Tapi bapak serta Renhat tidak kelihatan batang hidungnya dan aku disini diwakili oleh pak Bima.

Lalu terlihat Tiopan datang dengan wajahnya yang terlihat sangat tidak terawat.

Pakainya lusuh dan agak kurusan, seolah-olah dia menyekolahkan sebelas anak sekaligus.

Tampak lebih tua dari umurnya, dan benar-benar menyedihkan.

"Apa lagi ini? kenapa pak Lasma membawa keluarga besarnya kemari? apakah kalian mau membuat adat maresek-esek untuk Lasma?"

Pemangku adat memulai pembicaraan, dan seketika semua terdiam dan kemudian berdiri lah bapa tuanya Tiopan.

Bapa tua itu panggilan kepada abang laki-laki dari pihak atau abang sepupu semarga dari pihak keluarga bapak.

"Duduk aja amang, aku malas berdiri dan sebenarnya sudah malas menghadapi oppung boru Michael ini."

Ujar pemangku adat dan meminta bapa tua itu untuk duduk, dan terlihat dia begitu kaget karena mendengar nama panggilan ibu mertuaku.

Seharusnya di panggil oppung Lasma boru, bukan oppung Michael.

Karena Michael adalah cucu dari anak perempuan, dan yang menjadi nama panggilan itu harus cucu dari anaknya yang laki-laki.

"Kenapa panggilan mu oppung Michael?"

"Ngak sudi aku dipanggil oppung Lasma, karena Lasma tidak akan pernah aku akui sebagai cucu ku."

"Pulang kita pulang...

pulang...

bubar..."

Bapa tuanya Tiopan yang biasa di panggil oppung Doli bunga, karena cucu pertama bernama Bunga.

Oppung Doli Bunga, membubarkan tamu-tamu yang sudah berkumpul, karena memang ibu mertuaku sudah agak lain.

"Janganlah kek gitu oppung Doli bunga, ngak kasihan kau melihat si Tiopan?"

Ibu mertuaku langsung bersujud di hadapan abang iparnya itu seraya memohon dengan air mata kepalsuan itu.

"Ngak orang kurasa kau ya, jika kau tidak mengakui boru nya si Sere sebagai cucu mu, dan itu artinya kau tidak mengakui Sere sebagai menantu.

untuk apalah kau ajak kemari untuk mendamaikan Tiopan dengan Sere, sementara kau tidak mengakui Sere dan putrinya.

Tiopan....

sekarang ku tanya sama kau, apakan si Lasma itu putri kandung mu?"

Tiopan langsung menatap ku dan segera kupalingkan wajahku darinya, karena aku sudah muak melihatnya.

"Karena Lasma putri kami, makanya aku ngak ikhlas untuk bercerai."

"Berarti si Lasma itu boru mu?"

"Iya bapa tua."

Bapa tuanya langsung garuk-garuk kepala dan kemudian duduk kembali, lalu meneguk kopi dalam gelasnya hingga habis.

"Aku sangat malu Tiopan, pastor menemui ku dan bertanya apa yang terjadi antara kau dan istri mu.

sampai-sampai kau itu tidak mendampingi istri mu saat baptisan boru mu itu.

makanya ngak ada acara adat maresek-esek kalian buat, itu karena istrimu malu membuatnya.

iya jelas malu lah, punya suami tapi terasa janda.

sekalian menjadi janda, dan tinggal membawa keluarga kemudian laksanakan adat maresek-esek untuk anak.

kenapa kau tidak mendampingi istrimu?"

"Aku sibuk di kantor pak tua."

"Biji mata kau itu sibuk, itu bukan alasan Tiopan.

sekarang mau mu apa Tiopan?"

Tiopan dan mamaknya sangat kompak dalam tangisannya dan mereka saling berbagi nada dalam hal menangis.

"Aku ngak mau cerai dari mak Lasma, karena aku sangat mencintainya pak tua.

aku hanya mengancamnya untuk bercerai, dan mak Lasma benar-benar meresponnya.

hari Selasa depan sudah masuk pembuktian, dan tidak lama lagi hakim akan mengetuk palu dan kami bercerai.

tolong lah pak tua, tolong bujuk mak Lasma agar tidak menceraikan aku."

"Eh lappet...

mati aja lah kau, benar-benar ngak tau adat kau ini bah.

jelas-jelas kau tau, kalau pak Bima ini adalah perwakilan dari istrimu.

seharusnya kau datang ke pak Bima, agar pak Bima dan istrinya membujuk istri mu.

lalu nantinya pak Bima akan memanggil ku dan aku membawa rombongan untuk ikut serta mendamaikan kalian.

sekarang apa yang harus aku lakukan, pengadilan sudah menetapkan tanggal perkaranya.

jangan kau anggap bodoh semua orang Tiopan, aku juga mengetahui permasalahan mu dengan istrimu.

aku juga sudah membaca berkas perkara itu melalui pengacaranya Sere.

kau jelas-jelas menandatangani kesepakatan perceraian, sehingga tidak perlu melakukan mediasi.

kau sendiri yang menandatanganinya dan itu artinya kau juga mau bercerai dengan istrimu.

mak Lasma....

aku mau nanya dan ingin mengetahui jawabannya secara langsung dari mu.

apa sebenarnya masalahnya?"

Berusaha untuk tenang walaupun emosi sudah meluap, karena kesabaran ku hanya setipis tisu dan aku harus mengulang cerita yang menyakitkan ini.

"Aku sakit hati karena pak Lasma, seolah-olah tidak mengakui putri kami yaitu Lasma.

terlebih-lebih mamaknya pak Lasma, selalu ikut campur dalam urusan rumah tangga kami.

semua gaji pak Lasma di pegang oleh mamaknya dan itu artinya aku dan Lasma ngak dianggapnya.

aku ngak melarang pak Lasma untuk berbagi dengan mamaknya, karena aku bisa mencari uang sendiri.

jika seandainya seperempat dari gaji nya diberikan kepada ku, dan itu artinya aku masih dianggap sebagai istrinya.

pak Lasma selalu bersama mamaknya, dan hanya datang menemui ku saat ingin menyalurkan arus bawahnya.

tidak dinafkahi dan hanya di datangi saat dia kedinginan dan butuh kehangatan. harga diriku hancur amang, aku merasa lebih hina dari pelac*r.

ditiduri tanpa di bayar, datang saat butuh lalu tinggal sama mamaknya dan semua penghasilan nya sama mamaknya.

sekarang siapa yang menjadi istri si Tiopan? aku atau mamaknya atau kedua kakaknya?

kenapa saya bertanya demikian?

Si Tiopan meminjam uang ke bank dan tanpa persetujuan dariku dan hanya membawa mamaknya, dan semua itu demi mamaknya dan juga kedua kakaknya.

lantas aku ini apa? ngak guna aku istrinya.

jika hanya untuk di tiduri, lebih baik saya jadi pelac*r. karena pelac*r masih mendapatkan bayaran ketika sudah di tiduri."

Tanpa terasa air mataku sudah mengalir lagi dan aku tidak sanggup berkata-kata lagi, karena lidah ku ini sudah kelu.

Episodes
1 Kejutan.
2 Menikah
3 Suami Yang Kecewa.
4 Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5 Harus Dengan Kekerasan.
6 Kisah Pernikahan.
7 Mertua Yang Aneh.
8 Pak Lasma.
9 Keinginan Untuk Bercerai.
10 Mulai Bertindak.
11 Kesepakatan Untuk Bercerai.
12 Mantap Untuk Bercerai.
13 Tiopan Membawa Keluarganya.
14 Minta Rujuk.
15 Ada Yang Aneh.
16 Bercerai di Dalam Diri.
17 Jalan Terbaik.
18 Acara Adat Mak Sinta.
19 Tagihan Kartu Kredit.
20 Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21 Masalah Utang Di Koperasi.
22 Pertikaian Lagi.
23 Utang Ke Rentenir.
24 Perkara Selesai.
25 Merasa Kehilangan.
26 Nasihat.
27 Serangan Balik.
28 Bermasalah.
29 Tangan Yang Ditebas.
30 Ingin Berdamai.
31 Mamaknya Tiopan Murka.
32 Mencoba Ikhlas.
33 Tiopan Menikah Lagi.
34 Bimbang.
35 Nasihat Berujung Pertikaian.
36 Nasihat Yang Terabaikan.
37 Pilihan Yang Sulit.
38 Rencana Balas Dendam.
39 Anak Yang Tamtrum.
40 Tiba di Kampung.
41 Bertemu Dengan Bapak.
42 Kisah dari Renhat.
43 Pernyataan Cinta.
44 Penyesalan Yang Menyakitkan.
45 Bapak Meninggal.
46 Menahan Emosi.
47 Berkumpul Bersama.
48 Adat Sari Matua.
49 Begini Rasanya Bahagia.
50 Perbedaan Pola Pikir.
51 Terjadilah Drama
52 Biarkan Dia Memilih.
53 Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54 Kabar Bahagia.
55 Cerita Tentang Lasma.
56 Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57 Tunangan.
58 Bertemu Dengan Donna.
59 Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60 Bisa Berubah.
61 Pemberkatan.
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Kejutan.
2
Menikah
3
Suami Yang Kecewa.
4
Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5
Harus Dengan Kekerasan.
6
Kisah Pernikahan.
7
Mertua Yang Aneh.
8
Pak Lasma.
9
Keinginan Untuk Bercerai.
10
Mulai Bertindak.
11
Kesepakatan Untuk Bercerai.
12
Mantap Untuk Bercerai.
13
Tiopan Membawa Keluarganya.
14
Minta Rujuk.
15
Ada Yang Aneh.
16
Bercerai di Dalam Diri.
17
Jalan Terbaik.
18
Acara Adat Mak Sinta.
19
Tagihan Kartu Kredit.
20
Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21
Masalah Utang Di Koperasi.
22
Pertikaian Lagi.
23
Utang Ke Rentenir.
24
Perkara Selesai.
25
Merasa Kehilangan.
26
Nasihat.
27
Serangan Balik.
28
Bermasalah.
29
Tangan Yang Ditebas.
30
Ingin Berdamai.
31
Mamaknya Tiopan Murka.
32
Mencoba Ikhlas.
33
Tiopan Menikah Lagi.
34
Bimbang.
35
Nasihat Berujung Pertikaian.
36
Nasihat Yang Terabaikan.
37
Pilihan Yang Sulit.
38
Rencana Balas Dendam.
39
Anak Yang Tamtrum.
40
Tiba di Kampung.
41
Bertemu Dengan Bapak.
42
Kisah dari Renhat.
43
Pernyataan Cinta.
44
Penyesalan Yang Menyakitkan.
45
Bapak Meninggal.
46
Menahan Emosi.
47
Berkumpul Bersama.
48
Adat Sari Matua.
49
Begini Rasanya Bahagia.
50
Perbedaan Pola Pikir.
51
Terjadilah Drama
52
Biarkan Dia Memilih.
53
Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54
Kabar Bahagia.
55
Cerita Tentang Lasma.
56
Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57
Tunangan.
58
Bertemu Dengan Donna.
59
Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60
Bisa Berubah.
61
Pemberkatan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!