Sangat terharu melihat keluarga ini, mereka saling mendukung satu sama lainnya. senang dan bahagia melihat mereka seperti itu, dan tanpa terasa air mataku menetes.
"Mak Lasma kok nangis?"
Segera ku lap air mataku yang mengalir, dan kemudian berusaha tersenyum dan tegar.
"Aku menangis karena bahagia melihat keluarga ini.
pak Sinta yang begitu peduli kepada keluarga sendiri dan membela kehormatan mu mak Sinta.
Hal itu yang tidak pernah aku dapatkan, semoga saja keluarga kalian ini akan selalu bahagia."
Kali ini mak Sinta yang memelukku dan kami berdua sama-sama menangis lalu tertawa entah karena apa.
"Mertua mu sudah membual di kampung ini dan sudah menawarkan rumah yang mak Lasma tempati ke orang lain.
mau pindah kemana mak Lasma? apa sudah tempat berteduh kalian?"
mak Sinta bertanya setelah kami selesai berpelukan dan saling tertawa serta menangis.
"Sudah mak Sinta, kami tinggal di medan nantinya.
sudah punya kos-kosan di dekat universitas sumatera Utara.
kelak nanti kalau Sinta dan adik-adik nya sudah kuliah, bisa ngontrak di kos-kosan ku nanti, masalah harga bisa negosiasi ulang."
Kami tertawa lagi dan kali ini jelas alasannya akan tawa kami.
Karena sudah merasa cukup tenang, lalu kami pamit pulang ke rumah, mak Sinta memberikan lauk pauk untuk makan malam nanti.
Lauk pauk serta nasi yang belum sempat di makan para tamu undangan adat, dan sebagian dibagikan ke tetangga.*
Hari Senin sekitar jam sembilan pagi, Markus menelpon ku dan memberitahu kalau sidang putusan perceraian di pengadilan negeri akan dipercepat yaitu hari kamis mendatang.
Berdasarkan keterangan Markus, peluang untuk bercerai mencapai sembilan puluh lima persen.
Jelas ini bukan suatu kebanggaan, tapi sebuah aib karena tidak bisa mempertahankan keutuhan rumah tangga.
tok....tok....tok......
"Permisi...permisi..."
Pintu diketuk seseorang dari luar, sepertinya mereka banyak karena suara itu sangatlah ramai terdengar.
Setalah membuka pintu dan itu adalah orang-orang dari pihak perbankan.
"Apa benar dengan ibu Sere Madlena?"
"Iya.."
Tanya seorang pria dari salah satu diantara ke enam orang itu, lalu mempersilahkan mereka duduk di kursi teras ini.
"Nama saya Fadlan, kepala tim penagih kartu kredit. begini ibu Sere, tagihan kartu kredit ibu sudah menunggak dan belum pernah dicicil sedikitpun."
Pria itu memberikan tagihan kartu kredit dan itu benar atas namaku.
Berdasarkan data dalam tagihan, total tagihan kartu kredit senilai lima puluh juta rupiah, dan tagihan tarik tunai cash senilai empat puluh lima juta rupiah.
Berikut dengan bunganya mencapai angka seratus juta rupiah.
"Rahun berapa, bulan berapa dan tanggal berapa aku membuat kartu kredit pak?"
Betapa terkejutnya diriku ini, karena kartu kredit diterbitkan setelah aku dan pak Lasma resmi menikah.
"Bagiamana cara membuat kartu kredit pak? apakah aku ke kantor bapak atau orang bapak yang datang ke rumah saya?"
Mulailah pria itu kebingungan dan sejenak berdiskusi dengan rekan kerjanya.
Beberapa saat kemudian, salah satu dari mereka ikut duduk di hadapan ku bersama kepala tim mereka.
"Suami ibu bernama Tiopan kan?"
"Sebentar lagi akan jadi mantan, karena tahap proses di pengadilan."
Seketika pria itu menggaruk kepalanya, dan aku masih berusaha semaksimal mungkin untuk tenang menghadapi mereka.
"Pak Tiopan yang memohonkan kartu kredit kepada saya kala itu, dan membuat kartu kredit untuk ibu."
"Mohon maaf ya pak, saya juga punya kartu kredit dari Taiwan.
ketika saya memohon kartu kredit itu, ada beberapa formulir yang harus ditandatangani. kemudian ditelpon beberapa kali lalu memberikan slip gaji tiga bulan terakhir.
menunggu beberapa minggu, barulah kartu kredit itu keluar dan bisa aku gunakan.
aku rasa pembuatan kartu kredit sama deh dengan pembuatan kartu kredit di bank yang di Indonesia.
tapi saya tidak merasa menandatangani formulir atau apapun itu untuk menerbitkan kartu kredit.
Saya merasa tidak pernah menggunakan kartu kredit setelah tiba di Indonesia.
bapak jangan mengada-ada ya, saya tidak pernah serta tidak pernah menyuruh atau meminta kepada orang lain untuk membuat kartu kredit.
dilihat dari tagihannya, transaksi belanja terjadi di toko emas di Balige, kabupaten Tobasa.
Setelah saya tiba di Indonesia, saya tidak pernah ke tempat itu untuk membeli emas."
Petugas itu terlihat semakin bingung dan semakin sering menggaruk kepalanya.
"Ibu wajib membayar semua tagihan ini, karena kartu kredit atas nama ibu."
Kepala tim itu berkata dengan penuh percaya diri dan aku masih tetap tenang dan tenang, lalu menyimpan tagihan kartu kredit itu.
"Tenang aja pak, nanti akan di urus oleh pengacara saya.
lebih baik bapak-bapak pulang, sebelum aku lepaskan anjing-anjing peliharaan untuk mengusir kalian dari sini.
mak....mak......
tolong lepaskan anjing kita ya mak."
Terdengar sudah suara anjing peliharaan ku, dan mereka langsung terbirit-birit keluar dari teras rumah ini.
Setelah mereka pergi dan segera aku menghubungi Markus dan kemudian mendiskusikan tentang tagihan kartu kredit yang ajaib ini.
Ternyata kakaknya juga mengalami hal sama, tiba-tiba mendapatkan tagihan kartu kredit yang sangat besar jumlahnya.
Alhasil Markus punya korban lain agar bisa menggugat bank tersebut.
Hanya berselang dua jam lebih, petugas bank yang sama mendatangiku lagi dan jumlah mereka jauh lebih banyak.
Kali ini ada dua orang yang berpakaian rapi dan mengenakan jas.
"Apalagi ini? kalian mau mengeroyok ku disini?"
"Tenang ya bu, tenang...
kami datang ke sini untuk berdamai dan mencari solusi terbaik untuk kita bersama."
"Ngak perlu, kalian pergi dari sini atau teriak supaya para tetangga ku mengeroyok kalian disini."
Pria yang bernama Fadlan dan pria yang memberi tahu kepada bahwa kartu kredit atas nama ku itu dibuat oleh suamiku.
Mereka berdua sujud di hadapanku, hal ini membuat para tetangga kembali berkumpul di halaman.
Permasalahan selalu ada di dapan rumah ini, mulai pak Lasma dan keluarganya hingga penagih tagihan kredit seperti ini.
Syukurlah ada kepada lingkungan kami dan langsung bertanya apa yang sebenarnya terjadi.
"Kami hanya menagih tagihan kartu kredit ibu Sere Madlena, tapi kami di laporkan ke kantor polisi dengan kasus penipuan."
kepala tim penagih kartu kredit itu membuat statemen yang seolah-olah aku adalah penjahat kelas kakap.
"Agak lain kau memang, kan sudah aku jelaskan tadi. kalau saya tidak merasa punya kartu kredit dari bank kalian.
tapi kau ngotot menagih tagihannya, jelas dong itu penipuan namanya dan sudah di urus oleh pengacara saya.
saya tidak merasa punya kartu kredit, karena tidak pernah meminta atau memohon kartu kredit."
Pria yang berjas itu lantas mendekati ku, dan kemudian memintaku untuk duduk di teras rumah.
"Kita bicarakan baik-baik ibu, semua ada solusinya."
"Solusi apa yang bapak maksud, jangan berbelit-belit bicara nya."
"Kami akan menghapus bunga tagihan kartu kredit ibu, dan bisa mencicil pokoknya."
"Itu bukan solusi."
Pria yang mengenakan jas itu langsung terdiam, karena ucapannya aku potong dengan nada yang agak tinggi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Mia Sulandri
lanjut dong
2023-06-29
1
Riaaimutt
ada aja ulah tiopan, ya pasti mamak nya itu yg suruh ..
kira seratus juta itu belanja apa yaa🙄
maklumlah kaum jelata Mana pernah liat uang segitu banyak..
2023-06-29
1