Semua sudah disepakati untuk saat ini, dan hanya perlu menunggu pelaksanaan. sejujurnya aku sangat tidak mempercayainya.
Tapi tidak salahnya mencoba, kesempatan selalu ada selagi masih berusaha dan tekun.
Benar dugaan Ku, pak Lasma, suamiku. hanya dua hari tiga malam berada di rumah ini, dan mamaknya tidak pernah datang ke rumah untuk kerja seperti kesepakatan kami.
Kedua kakaknya masih di rumah itu, dan tidak satupun kesepakatan yang mereka laksanakan.
Baiklah kalau begitu, itu artinya mereka yang memulainya dan tidak ada niat baik dari suamiku serta keluarganya.
"Mak...
Tolong jaga ternak kita ya, aku membawa Lasma pergi ke bank."
"Sudah seharusnya mak Lasma, karena ini juga menyangkut nama baik mu. kelak nanti kau butuh pinjaman dari bank dan ngak bisa karena nyangkut di pinjaman suami mu. kamu pergi aja sendiri, biar mamak yang menjaga Lasma.
semua kandang ternak sudah bersih dan semuanya sudah di beri makan."
Ujar mamak, yang bersedia menjaga Lasma agar aku bisa ke bank. setalah semua dokumen lengkap dan aku segera berangkat menuju bank.
Naik angkot untuk menuju ke bank dan hanya butuh lima belas menit dan aku sudah tiba di bank tempat pak Lasma meminjam uang.
"Selamat pagi menjelang siang ibu, apa yang bisa saya bantu?"
Security itu menyapa ku dengan sangat ramah dan tersenyum.
"Suamiku meminjam uang di bank ini, dengan menggadaikan SK PNS dan juga surat rumah kami dan itu tanpa persetujuan saya.
saya mau bertemu dengan orang yang bertanggungjawab mengenai hal ini. cepat suruh dia menemui ku sekarang juga."
Aku memberikan foto copy dokumen kepada security itu, dokumen tersebut berupa. foto copy indentitas, akta pernikahan kami dari gereja katolik dan juga dari akta pernikahan yang dikeluarkan oleh catatan sipil.
Buku tabungan, dan tanda terima dokumen sebagai jaminan.
"Ibu mengaku sebagai istrinya pak Tiopan? ibu sakit kali ya?"
Ujar petugas bank itu yang baru turun dari lantai dua dan berkata demikian, seorang perempuan yang terlihat judes dan mungkin seumuran denganku.
Seketika itu aku memberikan asli akta pernikahan kami dari catatan sipil serta akta kelahiran Lasma putriku, berikut dengan kartu keluarga.
Perempuan itu langsung tercengang melihat dokumen yang aku tunjukkan.
"Jaga sopan santun, percuma kau berpendidikan tinggi tapi nihil etika."
Petugas itu masih memeriksa dokumen dariku dan seolah-olah tidak mendengar ocehan ku barusan.
Terlihat security menghandle dua ibu-ibu yang marah-marah dan security itu membawa kedua ibu-ibu yang marah-marah ke hadapan kami.
"Maaf bu Sartika, kedua ibu ini punya masalah yang sama dengan ibu ini."
Ucap security itu kepada petugas bank yang bernama Sartika itu.
"Satu-satu dulu ya, untuk ibu Sere. kami tidak tahu menahu kalau pak Tiopan sudah menikah, karena saat akad peminjaman itu, pak Tiopan mengaku sebagai lajang dan membawa ibu kandungnya untuk mendampingi beliau."
"Terus kalian ngak survei?"
"Peminjaman ini adalah kedua kalinya bagi pak Tiopan, dan selama ini pembayarannya lancar dan apa perlu kami survei?"
"Lucu kau ya, disini tertulis ada surat tanah sebagai jaminan dan didalamnya terdapat ada peternakan babi.
saya juga sudah memeriksa pinjamannya yang terakhir dan jaminannya hanya SK PNS nya dan berhubung pinjamannya ngak banyak.
eror kurasa otak mu ya, memberikan pencairan dana tanpa survei."
prassss.........
Kedua ibu-ibu itu melemparkan dokumen yang mereka pegang ke arah petugas bank itu, dengan ekspresi wajah yang sangat marah.
Sepertinya mereka berdua seumuran juga dengan ku.
Apa mungkin kami memiliki karakter suami yang sama?.
"Eh tai...
kau dengar ya, itu rumah aku yang beli. hasil kerja ku selama merantau di batam.
Tiba-tiba di jadikan sebagai jaminan pinjaman tanpa persetujuan Ku.
Kenapa tiba-tiba ada palang bank ini di depan rumah ku, sementara aku memegang sertifikat aslinya?
kau cabut itu palang kau, atau bank ini ku bakar."
Panas......
Pendingin ruangan itu seolah-olah mengeluarkan hawa panas, sementara daerah kami termasuk daerah yang dingin tapi kenapa ruangan ini terasa begitu panas.
Salah satu dari perempuan itu, dan sepertinya dirinya sedang hamil tapi dia begitu agresif.
"Maaf kak aku agak terlambat."
Ujar seorang laki-laki yang mendatangi perempuan yang hamil, dari penampilannya seperti itu pengacara.
"Nama saya Markus dan saya beserta tim adalah pengacara dari kakak ku serta tetangganya, alangkah lebih baiknya kita bicara dengan baik-baik sebelum membawa hal ini ke jalur hukum."
"Sepertinya ngak perlu, karena kami sudah sesuai dengan prosedur..."
"Biji mata kau sesuai prosedur, jangan kau kira semua orang bodoh dan seenak jidat mu memalang rumahku."
"Cukup..."
Perempuan yang hamil tadi langsung memotong pembicaraan petugas bank itu, dan seorang pria yang berbadan besar mendatangi kami.
Lalu pria yang bernama Markus, menjelaskan permasalahan dan kami akhirnya di mintak masuk ke suatu ruangan.
"Satu-satu dulu kita bahas ya, untuk pertama sekali untuk ibu Sere. pihak kami sudah menghubungi suami ibu, agar memberikan klarifikasi ini.
mohon di tunggu ya bu."
Lalu pria itu menatap tajam ke arah petugas yang tidak memiliki etika itu.
"Sartika...
Kenapa kalian tidak menurunkan tim survei?"
"Karena semua sudah sesuai prosedur pak."
ahhhhhh.........
Perempuan hamil itu menjambak petugas yang bernama Sartika itu dengan segenap kekuatannya, hingga petugas itu menabrak meja dan tersungkur.
Walaupun sudah terkapar di lantai, tapi perempuan itu masih menjambak rambut petugas hingga akhirnya dilerai pria yang bernama Markus.
"Biji mata kau sesuai prosedur, aku sudah dua kali meminjam uang di bank saat program KUR.
Mereka selalu survei lokasi usaha ku dan juga jaminannya.
Saya dan suamiku menandatangi bersamaan, tapi kau berkata sudah sesuai prosedur.
muak aku dengarnya bangsat....."
Ujar perempuan itu, dan masih berdiri menatap tajam ke arah petugas itu dan tangannya di pegang erat oleh pria yang bernama Markus itu.
"Mak Lasma....."
Suamiku tersayang sudah di tiba di ruangan ini dan datang bersama dua laki-laki dan sepertinya mereka satu kantor.
"Pak Markus, boleh saya meminta nomor handphone bapak?"
Dengan tersenyum pria itu memberikan kartu namanya kepadaku, lalu seorang laki-laki meminta yang berpakaian sama dengan petugas perempuan yang babak belur itu meminta kami untuk masuk ke ruangan yang berbeda.
"Nama saya Hamdan, saya disini sebagai pengawas kredit.
kenapa pak Tiopan mengaku sebagai lajang waktu pemberkasan?"
"Memang karena saya masih lajang waktu melakukan peminjaman itu."
Segera aku tunjukkan tanggal peminjaman dan juga tangga akta pernikahan yang keluarkan oleh catatan sipil.
Sehingga suamiku hanya bisa terdiam dan tidak membantah lagi.
"Aku memang hanya tamatan SMK, tapi aku ngak bodoh bapak Lasma.
ditempat kerja yang lama, saya merangkap sebagai administrasi dan sekaligus pengelola pinjaman. harus mendapatkan tandatangan saya, baru bisa mengajukan peminjaman ke bank.
persyaratannya hampir sama, hanya saja beda bank dan beda negara."
Seperti biasa yang dilakukannya, jika sudah terbukti bersalah suamiku yang bernama Tiopan ini hanya bisa menunduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments
Mia Sulandri
pernah juga mendengar cerita seperti ini dari teman.
authornya oke juga saat mengiring pembaca, seolah-olah nyata dalam novel ini
2023-06-29
0