Acara Adat Mak Sinta.

Setelah pulang gereja dan saatnya bersiap-siap ke rumah mak Sinta.

Pak Sinta dan istrinya akan menerima keluarga adik-adik perempuannya yang melaksanakan adat.

Kalau dulu nama adat nya adalah 'mangido pasu-pasu ke Tulang.'

Artinya meminta doa ke tulang, atau paman. menurut tradisi batak toba.

Pasu-pasu ni tulang, satonga ni langit. somba marhula-hula.

Artinya adalah bahwa berkah dan doa dari paman, itu setengah dari dunia ini. oleh karena tulang atau keluarga dari pihak mamak atau pihak istri harus di sembah.

Suku batak toba sangat menghormati keluarga dari pihak istri, tanpa keluarga pihak istri, suatu adat tidak akan bisa dilaksanakan.

Konon katanya, seorang tulang atau paman. bisa mengutuk keturunan keluarganya.

Akan tetapi adat itu semakin bergeser setelah masuknya agama di kalangan suku batak.

Somba marhula-hula, artinya menyembah keluarga paman atau keluarga dari pihak mamak.

Sekarang sudah menjadi, Sangap marhula-hula. artinya adalah menghormati tulang dan keluarganya.

Sesungguhnya bahwa hanya Tuhan yang pantas dan layak disembah, bagi sesama manusia cukuplah saling menghormati.**

Acara adat di rumah mak Sinta ini adalah, berdoa bersama tulang atau paman. agar dua keponakannya yang di panggil bere yang masih berumur dua tahun tapi belum bisa jalan.

Setelah berdoa bersama, nantinya tulangnya atau paman si anak tadi akan di tuntun paman nya yaitu pak Sinta untuk belajar berjalan.

Kemudian diberikan tongkat, baru memberikan kata-kata berkah serta harapan dan doa.

Itulah tujuan adat itu dilaksanakan, dan para tamu lainnya sudah memenuhi rumah pak Sinta dan telah duduk sesuai urutan adat yang telah diatur oleh pemangku adat.

Ikan mas yang paling besar tiga ekor dan juga daging babi, sudah di hidangkan di nampan yang besar dan segera diberikan kepada keponakannya.

Adat sudah dibuka oleh pemangku adat, lalu di susul tetua marga.

Terlihat mak Sinta banyak diam dan seolah-olah linglung dan itu karena sorot mata ibu mertuanya serta kakak ipar nya yaitu kedua kakak perempuan dari pak Sinta yang menerima adat tersebut.

Pemangku adat dan tetua marga sudah mengatur posisi pak Sinta dan istrinya, mereka berdua duduk berhadapan dengan keponakannya.

Disini akan memberikan upa-upa atau memberikan doa dan berkat melalui makanan yang telah disediakan oleh paman.

"Hanya butuh pasu-pasu dari tulang aja, ngak perlulah ikut mak Sinta.

duduk aja di dapur, kalau nanti perlu baru kami panggil."

Aku yang berada di dekat pintu masuk ke arah dapur dan bisa melihat jelas wajah mak Sinta, dan melihat air mata mak Sinta langsung mengalir di pipinya.

Air mata itu semakin deras membahasi pipinya, entah motif ibu mertuanya berkata demikian.

Salut benar aku melihat sikap dan tindakan pak Sinta terhadap istrinya.

Mak Sinta langsung dibawa ke arah kamar pribadi mereka, dan beberapa saat kemudian pak Sinta keluar sendirian dari dalam kamar.

"Istri dan anak-anak ku adalah harta bagiku, jika istriku tidak di hormati, itu artinya aku juga tidak dihormati.

karena aku dan mak Sinta, sudah setubuh. mak Sinta adalah bagian dari hidup ku dan tidak akan biarkan siapapun yang menyakiti istriku.

bubar aja semuanya, bubar...."

Para tamu menjadi bengong, karena baru kali ini terjadi hal yang memalukan seperti ini.

"Apa-apaan kau pak Sinta, kau telah mempermalukan keluarga besar kita hanya karena istrimu yang miskin itu.

keluar kau mak Sinta, keluar......"

Ibu mertua mak Sinta, berteriak memanggil mak Sinta agar keluar dari kamar.

Terlihat juga ibu mertuaku yang datang bersama pak Lasma serta kedua kakak perempuannya dan langsung duduk dibelakang mertuanya mak Sinta.

Akhirnya mak Sinta keluar dari kamar, dan langsung duduk di dekat ku dan memelukku seraya menangis.

"Makanya jangan bergaul sama perempuan pembawa sial seperti perempuan yang kau peluk itu."

"Pantas lah seperti itu tingkah mu, bergaul sama perempuan pembawa sial rupanya, pantas aja hidup mu gitu-gitu aja."

Ibu mertuaku ini ikut-ikutan dan menjadi kompor yang sangat panas. kemudian di sahut lagi oleh ibu mertua mak Sinta.

Mamak yang menggendong Lasma dan langsung diberikannya kepada tetangga kami yang ikut serta.

Lalu mendekati ibu mertuaku dan menatap wajahnya dengan tajam.

"Kau bilang apa tadi?"

"Boru kau itu pembawa sial, tidak tau diri dan suka mempengaruhi orang lain untuk bersikap buruk."

"Kurang ajar kau ya."

ahhhhhh.......

Ibu mertuaku berteriak kesakitan karena di jambak oleh mamak dan sepertinya kedua putrinya hendak melakukan keroyokan kepada mamak.

Akhirnya aku melompat ke arah kedua perempuan itu dan menghajar mereka berdua.

"Cukup.....c.....u.....k.....u......p......"

Teriakan dari pemangku adat menghentikan kebrutalan kami, dan ternyata mak Sinta juga ikut menghajar ibu mertuanya.

Sementara Sinta dan kedua adik laki-lakinya melawan salah satu kakak perempuan dari bapaknya itu.

Sudah seperti acara gulat gitu lah, semuanya main keroyokan.

"Selama ini sudah ku tahan-tahan ya, aku bersabar dan mencoba untuk berdamai dengan kau orang tua.

jauh-jauh hari aku sudah mempersiapkan semua ini, dan mengundang tetangga untuk membantuku.

konsultasi sama pemangku adat, dan tetua marga agar acara ini berkah bagi kita.

aku sudah berusaha sebaik mungkin sebisa ku, tapi kau tidak pernah menganggap ku benar.

sekarang kau pergi dari sini, saya sudah muak melihat tingkah dan sifat yang seakan-akan manusia yang paling sempurna di dunia ini."

Lagi-lagi aku salut dengan pak Sinta, yang langsung memeluk istrinya di hadapan mamaknya.

Membela kehormatan istrinya di hadapan keluarga sendiri, berbeda dengan pak Lasma.

Sudah sepantasnya laki-laki seperti Tiopan ini, yaitu bapak kandung Lasma putriku. aku hempasan dari kehidupan ku.

Acara adat gagal dan para tamu sudah pada bubar, hanya aku dan mamak serta Lasma yang masih berada di rumah ini karena permintaan tuan rumah.

Adik laki-lakinya Sinta menjaga putriku, sementara aku dan mamak membereskan semuanya.

Sinta dan bapaknya berusaha menenangkan mak Sinta. setelah semuanya sudah beres, lalu aku dan mamak mendekati mak Sinta.

"Mak Sinta...

aku mintak maaf ya, karena sudah berantam di rumah ini dengan besan ku."

"Ngak perlu mintak maaf inang, saya yang berterimakasih karena bisa meluapkan semua amarahku berkat inang dan juga mak Lasma."

Mak Sinta kemudian tersenyum, lalu mendekati suaminya seraya memeluknya.

"Aku mintak maaf ya pak Sinta, karena sudah menjambak rambut mamak mu."

"Aku maafkan mak Sinta, hanya kesal aja karena kau mak Sinta tidak mendengar nasihat ku.

sudah aku bilang, jangan buat acara itu di rumah ini."

"Aku hanya berusaha yang terbaik pak Sinta, mencoba untuk berdamai."

pak Sinta tidak bisa berkata apa-apa lagi dan hanya memeluk istrinya, demikian juga dengan anak-anak mereka yang ikut berpelukan.

Terpopuler

Comments

rismawati bangun

rismawati bangun

setuju

2023-07-15

0

rismawati bangun

rismawati bangun

Benci banget sama kalimat ini, tapi ini selalu di ucapkan keluarga.

2023-07-15

0

Risa

Risa

bukan bergeser ya kak, tapi jauh lebih lebih baik.

2023-06-29

1

lihat semua
Episodes
1 Kejutan.
2 Menikah
3 Suami Yang Kecewa.
4 Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5 Harus Dengan Kekerasan.
6 Kisah Pernikahan.
7 Mertua Yang Aneh.
8 Pak Lasma.
9 Keinginan Untuk Bercerai.
10 Mulai Bertindak.
11 Kesepakatan Untuk Bercerai.
12 Mantap Untuk Bercerai.
13 Tiopan Membawa Keluarganya.
14 Minta Rujuk.
15 Ada Yang Aneh.
16 Bercerai di Dalam Diri.
17 Jalan Terbaik.
18 Acara Adat Mak Sinta.
19 Tagihan Kartu Kredit.
20 Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21 Masalah Utang Di Koperasi.
22 Pertikaian Lagi.
23 Utang Ke Rentenir.
24 Perkara Selesai.
25 Merasa Kehilangan.
26 Nasihat.
27 Serangan Balik.
28 Bermasalah.
29 Tangan Yang Ditebas.
30 Ingin Berdamai.
31 Mamaknya Tiopan Murka.
32 Mencoba Ikhlas.
33 Tiopan Menikah Lagi.
34 Bimbang.
35 Nasihat Berujung Pertikaian.
36 Nasihat Yang Terabaikan.
37 Pilihan Yang Sulit.
38 Rencana Balas Dendam.
39 Anak Yang Tamtrum.
40 Tiba di Kampung.
41 Bertemu Dengan Bapak.
42 Kisah dari Renhat.
43 Pernyataan Cinta.
44 Penyesalan Yang Menyakitkan.
45 Bapak Meninggal.
46 Menahan Emosi.
47 Berkumpul Bersama.
48 Adat Sari Matua.
49 Begini Rasanya Bahagia.
50 Perbedaan Pola Pikir.
51 Terjadilah Drama
52 Biarkan Dia Memilih.
53 Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54 Kabar Bahagia.
55 Cerita Tentang Lasma.
56 Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57 Tunangan.
58 Bertemu Dengan Donna.
59 Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60 Bisa Berubah.
61 Pemberkatan.
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Kejutan.
2
Menikah
3
Suami Yang Kecewa.
4
Keluarga Suami yang Mengenalkan.
5
Harus Dengan Kekerasan.
6
Kisah Pernikahan.
7
Mertua Yang Aneh.
8
Pak Lasma.
9
Keinginan Untuk Bercerai.
10
Mulai Bertindak.
11
Kesepakatan Untuk Bercerai.
12
Mantap Untuk Bercerai.
13
Tiopan Membawa Keluarganya.
14
Minta Rujuk.
15
Ada Yang Aneh.
16
Bercerai di Dalam Diri.
17
Jalan Terbaik.
18
Acara Adat Mak Sinta.
19
Tagihan Kartu Kredit.
20
Urusan Kartu Kredit Belum Selesai.
21
Masalah Utang Di Koperasi.
22
Pertikaian Lagi.
23
Utang Ke Rentenir.
24
Perkara Selesai.
25
Merasa Kehilangan.
26
Nasihat.
27
Serangan Balik.
28
Bermasalah.
29
Tangan Yang Ditebas.
30
Ingin Berdamai.
31
Mamaknya Tiopan Murka.
32
Mencoba Ikhlas.
33
Tiopan Menikah Lagi.
34
Bimbang.
35
Nasihat Berujung Pertikaian.
36
Nasihat Yang Terabaikan.
37
Pilihan Yang Sulit.
38
Rencana Balas Dendam.
39
Anak Yang Tamtrum.
40
Tiba di Kampung.
41
Bertemu Dengan Bapak.
42
Kisah dari Renhat.
43
Pernyataan Cinta.
44
Penyesalan Yang Menyakitkan.
45
Bapak Meninggal.
46
Menahan Emosi.
47
Berkumpul Bersama.
48
Adat Sari Matua.
49
Begini Rasanya Bahagia.
50
Perbedaan Pola Pikir.
51
Terjadilah Drama
52
Biarkan Dia Memilih.
53
Lasma Tetap Memilih Bapaknya.
54
Kabar Bahagia.
55
Cerita Tentang Lasma.
56
Wisuda dan Rencana Pernikahan.
57
Tunangan.
58
Bertemu Dengan Donna.
59
Hati yang Tidak bisa Di Bohongi.
60
Bisa Berubah.
61
Pemberkatan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!